Rhaella Delyth adalah seorang gadis cantik dengan kepribadian dingin dan ekspresi wajah yang selalu datar. Meskipun berasal dari keluarga terpandang, kehidupan yang ia jalani jauh dari kata bahagia. Kehadirannya di dunia tidak pernah diharapkan, membuatnya tumbuh dengan hati yang keras dan kesulitan untuk mempercayai orang lain.
Sementara itu, Gabriel adalah seorang pemuda tampan dan berkarisma yang lahir di lingkungan keluarga kaya dan berpengaruh. Di balik pesonanya, ia memiliki sifat dingin, tak mudah didekati, serta sisi kejam yang tidak banyak diketahui orang.
Bagaimana kisah pertemuan mereka bermula? Ikuti perjalanan mereka dalam cerita ini, yang penuh dengan intrik dan adegan penuh ketegangan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eireyynezkim, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 32
"Akhirnya lo pada dateng juga" ucap Hans pada kedua juniornya yang dia suruh datang tadi.
"Bang... Lo lagi sama siapa di tempat sepi begini? Lo lagi nggak bawa lari anak orang kan bang?" Tanya melantur salah satu dari juniormya yang baru saja datang karena terkejut ternyata seniornya sedang bersama perempuan.
"Iya bang mana cakep lagi" ucap yang satunya lagi menatap Indri, Indri hanya diam tidak ingin menyahut, sedangkan Hans sudah melotot dan berkacak pinggang.
"Lo udah pernah di jadiin tumbal proyek belom? Kalau belom sini gue tumbalin lo berdua" ucap kesal Hans pada kedua juniornya itu, mereka berdua pun langsung diam tidak lagi bertanya apapun kemudian saling menyenggol satu sama lain.
Indri sudah mengulum bibirnya melihat wajah kesal Hans yang di tuduh bukan-bukan oleh juniornya.
"Mana sini bensinnya, gue mau cepet pulang di sini banyak nyamuk tahu nggak lo"
"Nih bang" kemudian Hans pun mengambil bensin tersebut dan ingin menuangkannya.
"Corongnya mana?" Tanya Hans lagi pada kedua juniornya.
"Lo kan nggak nyuruh buat bawa corong bang tadi, cuma nyuruh bawa bensin doang" jawab polos salah satunya, Hans sudah mengumpati Juniornya ini habis-habisan.
"Nih pake ini aja" celetuk tiba-tiba Indri memberikan daun hijau yang baru saja dia petik dan sudah dia lipat membentuk seperti corong. Hans pun menoleh dan melihat ke arah tangan Indri yang memberikannya sebuah daun berbentuk corong.
"Pinter juga lo, thanks" ucap Hans tersenyum, lalu Hans pun mengambilnya dan menyuruh salah satu juniornya untuk memegangi corongnya. Setelah mengisi bensinnya mereka pun bersiap untuk pulang begitu pun dengan Hans dan Juga Indri.
"Nih Lo pake jaket gue, udah malem udaranya dingin" ucap Hans memberikan jaketnya pada Indri, karena memang dia melihat Indri hanya menggunakan seragam putih pendeknya dan juga rok sekolahnya.
"Terus lo sendiri nanti gimana, Lo aja yang pake, lo kan yang di depan bawa motor"
"Nggak papa gue kebal kulit gue juga tebel"
"Kaya kulit badak kulit lo berarti" ucap Indri santai.
"Turun lo, ngga jadi gue anterin lo pulang" ucap sewot Hans pada Indri di belakangnya.
"Eh jangan, baperan banget si lo, becanda gue"
"Buruan pake mau pulang kagak lo?"
"Iya iya. Ya udah gue pake ya" Hans menganggukkan kepalanya dan kemudian menyalakan motornya.
"Lo berdua duluan, gue anterin dia pulang dulu, thanks" ucapnya kepada kedua juniornya.
"Sip bang, kalau gitu kita duluan" Hans pun mengganggukkan kepalanya dan ikut pergi dari tempat itu.
"Alamat lo dimana?" Tanya Hans sedikit keras karena sedang membawa motor.
"Gue tinggal di perumahan xxx blok xxx nomor 15" Hans mengkerutkan keningnya mendengar alamat yang disebut oleh Indri namun kemudian menganggukkan kepalanya. Dan langsung menuju ke alamat yang di sebutkan oleh Indri.
"Pegangan, gue mau ngebut" ucap Hans dan Indri pun langsung memegang ujung kaos Hans.
Tidak ada pembicaraan antara mereka, selain karena sudah sangat malam, udara juga sudah sangat dingin, dan Hans pun semakin mengendarai motornya dengan kecepatan yang cukup tinggi karena jalanan juga sudah cukup sepi jadi itu memudahkan mereka agar cepat sampai, sehingga membuat pegangan Indri di ujung baju Hans tadi berganti menjadi pelukan di perut juna karena Indri takut jika terjatuh, Hans pun tidak keberatan dia malah tersenyum tipis di balik helmnya. Setelah beberapa menit berkendara Hans pun sampai di perumahan tempat kediaman Indri.
"Kok lo bisa tahu perumahan ini, tadi gue nggak nunjukin arahnya ke lo" tanya Indri pada Hans.
"Gue pernah nganterin mantan ke gue di sekitaran sini tapi lumayan jauh dari tempat lo" ucap Hans jujur dan Indri pun hanya menganggukkan kepalanya.
"Stop stop stop itu rumah gue di depan, gue turun disini aja" ucap Indri memberhentikan motor Hans saat hampir sampai dengan rumahnya.
"Sekalian aja nanggung banget lo turun disini" ucap Hans pada Indri, namun Indri sudah lebih dulu turun dari motornya.
"Nanti ibu gue marah kalau liat gue malam-malam begini dianterin sama cowo yang gue sendiri ngga kenal, dia nanti bisa mikir yang nggak-nggak tentang gue" jawab Indri jujur dan Hans pun mengerti lalu menganggukkan kepalanya.
"Ya udah sana lo buruan balik gue tunggu di sini sampai lo masuk"
"Ngga usah sana lo balik aja"
"Ck, udah sana buruan balik gue tungguin, eh tapi balikin dulu jaket gue" ucap Hans pada Indri.
"Lah iya, nih sorry gue kelupaan" ucap Indri cengengesan. Dan langsung memberikan jaket itu pada pemiliknya.
"Thanks yah, gue balik" ucap kembali Indri dan di angguki oleh Hans, Hans pun masih menunggu Indri yang sedang berjalan menuju rumahnya, Setelah melihat Indri yang sudah masuk ke pekarangan rumahnya dia pun melihat Indri yang sedang melambaikan tangannya atau malah dia sedang mengusirnya untuk segera pulang tanpa sadar dia pun tersenyum tipis, tanpa berlama-lama Hans pun menyalakan motornya dan berlalu pergi dari tempat itu untuk menuju ke kediamannya sendiri.
...
Ada banyak pelajaran berharga di balik semua peristiwa yang terjadi dalam hidup ini, ada hal baik yang memang perlu kita syukuri, dan ada pula hal buruk guna sebagai pelajaran hidup untuk kita menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Kita selalu berharap agar kelak bisa mendapatkan kebahagiaan, tentu saja itu hal yang lumrah hal yang setiap orang ingin, namun harapan tanpa usaha hanya akan membawa mu pada perjalanan panjang yang tak kunjung usai, hal terbaik akan datang kepada mereka yang bersabar dalam usahanya, melupakan apa yang memang pantas di lupakan, hargai yang masih ada sekarang dan nantikan yang terjadi selanjutnya, jangan terpaku hanya pada satu momen.
Dulu Rhaella selalu berfikir bahwa kehidupannya ini akan selalu monoton seperti sebelumnya, namun setelah dia bertemu dengan banyak orang dia sedikit banyaknya bisa mengerti, bahwa kehidupan bukan hanya tentang untuk diri sendiri, tapi jangan salahkan Rhaella jika sebelumnya berfikir seperti itu, mendapatkan perlakuan tidak adil, dibedakan dan di anggap bukan manusia membuatnya berfikir untuk melindungi dirinya sendiri, hanya dirinya sendiri yang bisa dia percayai di dunia ini, hanya dirinya sendiri yang mengerti bagaimana dan apa saja yang dia lalui selama ini. Dia bahkan dulu tidak tahu harus berharap seperti apa, ingin berharap ayahnya menyayanginya? Ayahnya saja berharap agar dia cepat lenyap dari dunia ini, ingin berharap menangis di pelukan ibunya? Wajahnya saja dia belum pernah melihatnya, dan tidak mungkin juga berharap pada orang yang telah lama meninggal, ingin berharap di mengerti orang lain? Dia saja tidak punya kerabat.
Tapi Rhaella jadi mengerti, tuhan memberikannya ujian seperti itu agar menjadikannya lebih kuat, dan terbukti secara fisik dia terbilang sudah sangat kuat dari para perempuan pada umumnya.
Kuat mental, dia selalu bersikap acuh pada setiap orang yang menggunjingnya termasuk ayahnya sendiri.
"Terima kasih untuk diriku sendiri, karena tidak pernah mengeluh dan menyerah dengan keadaan selama ini, terima kasih karena sudah mau bertahan, terima kasih karena sudah menjadi kuat, memang lelah, sakit dan pahit itu sudah pasti kamu bahkan ingin menangis tapi tidak juga berputus asa, dewasalah tanpa mengharapkan belas kasihan dari orang lain yang tidak mengharapkan kehadiranmu" ucapnya pada diri sendiri dengan menutup mata dan menyentuh dadanya. Kemudian dia pun perlahan membuka kembali kelopak matanya menatap mentari yang akan mulai muncul menyinari hari baru.
Setelahnya Rhaella langsung menuju dapur untuk membuat sarapan, Rhaella sudah mandi dan memakai seragamnya jadi, setelah dia sarapan dia akan langsung berangkat ke sekolah.
Drrt Ting
Rhaella mengambil handphonenya karena mendengar sebuah notifikasi masuk.
Emerald
Kamu berangkat sendiri dulu yah, nanti pulangnya aku jemput.
"jadi dia ngga sekolah hari ini?" Rhaella sedang membaca pesan masuk yang ternyata itu adalah Gabriel
Anda
Iya
Balas singkat Rhaella pada pesan Gabriel kemudian melanjutkan sarapannya, dan setelah menyelesaikan sarapannya dia pun langsung mengambil tas, dan juga kunci motornya.
Rhaella kini sedang mengendarai motornya di jalan pintas yang sering dia lalui dan kebanyakan anak lain, dia sudah setengah jalan dan hampir sampai di sekolahnya namun ternyata pagi-pagi seperti ini sudah ada yang mengajaknya untuk berolahraga, terlihat dengan ada 4 orang yang dengan sengaja menghadang motornya.
"Minggir" ucap datar Rhaella pada 4 orang yang terlihat seperti preman itu.
"Lo cantik juga yah, motor lo juga bagus bolehlah buat kita" ucap salah satu dari preman itu.
"Lo mau? Ya kerja lah cari duit sendiri" jawab Rhaella.
"Banyak bacot, turun lo hadepin kita, kalo lo kalah motor lo buat kita" Rhaella yang mendengar ucapan dari salah satu preman itu pun hanya menganggukkan kepalanya.
"Ya udah maju lo buruan" jawab santai Rhaella seperti sedang menyuruh anak kecil.
"Bangsat, songong banget lo ya, lo bakal habis di tangan gue" Rhaella malah tersenyum miring mendengar ucapan preman itu.
"Ya udah buktiin"
"Lumayanlah gue udah lama juga nggak peregangan otot" ucapnya pelan pada diri sendiri.
Ada beberapa siswa dan siswi yang melihat Rhaella sedang di hadang oleh preman, karena memang jalanan itu sering di gunakan untuk para murid DIHS yang menggunakan motor. Mereka menatap kasihan pada Rhaella karena nanti dia akan berakhir tidak baik-baik saja di tangan para preman itu. Tapi sepertinya perkiraan mereka salah besar.
"Hubungi yang lain, suruh mereka nanti ikuti preman-preman itu"
"Oke ta, gue hubungi mereka sekarang"
Bugh
Bugh
Bugh
Bugh
Rhaella memukul dan menendang satu persatu dari para preman itu, mereka yang melihat itu sudah melotot dan menutup mulutnya tak percaya dengan kemampuan bela diri Rhaella yang melawan 4 orang preman berbadan besar itu.
Bugh
Bugh
Bugh
Brukk
"Aaaaggghh sial tuh cewe kuat banget" ucap salah satu preman setelah mendapatkan tendangan dan pukulan di wajahnya
Bugh
Bugh
Bugh
Uhuk uhuk uhuk
Salah satu preman itu bahkan sudah batuk mengeluarkan darah akibat tendangan kaki Rhaella yang tak main-main di perutnya.
Bugh
Bugh
Brukk
"Aaarrgg stop stop gue nyerah, kami cuma di bayar buat ngabisin lo" ucap salah satu preman dengan memegang perutnya yang sakit akibat ulah Rhaella.
"Iya kami di bayar"
"Siapa yang nyuruh lo?" Tanya datar Rhaella.
"Kami ngga kenal, tapi mereka dateng bertiga cewe semua" jawab preman itu, dan Rhaella langsung tahu siapa pelaku itu dia pun hanya menampilkan tersenyum miring.
"Pergi lo" ucap datar Rhaella pada para preman itu.
"Ayo cabut" para preman itu pun pergi dengan sedikit tertatih lalu pergi dengan menggunakan motornya, Rhaella hanya menatap datar kepergian para preman itu, lalu setelahnya dia pun pergi dari tempat itu menuju sekolah.
Rhaella belum menyadari bahwa ada beberapa siswa dan siswi yang melihat aksinya itu, tak terkecuali para inti Desmond minus Gabriel dan yang memang tidak sengaja melihat perkelahian itu, mereka ingin menolong kekasih sahabatnya itu tapi mereka langsung di buat terdiam dan juga kagum karena ternyata Rhaella sangat mudah mengalahkan para preman itu tanpa mendapatkan pukulan atau tendangan dari lawannya.
"Gila gilaa buketu kita emang top banget guys" celetuk Rufus pada sahabatnya yang lain, "Kemampuan bela dirinya hampir sama kaya kita" sambung Calix pada ucapan Rufus.
"Iya, dia malah nggak kasih cela ke preman-preman itu buat mukul atau tendang dia" ucap kembali Rufus dan di angguki yang lain kecuali Merrit yang tetap berwajah datar, meski dia pun ikut kagum kepada kekasih sahabatnya.
"Anjir gue pengen punya cewe kaya Rhaella masih ada stoknya ngga sih" celetuk Hans pada sahabatnya.
Tak
Jitakan maut dari tangan Merrit tak terelakan meluncur tepat di dahi mulus Hans, Rufus dan Calix sudah tertawa puas melihat Hans yang kesal tapi tidak berani melawan.
"Aaggh"
"Rasain lo, ngomong cewe mulu sih wlee" ejek Rufus menjulurkan lidahnya pada Hans, dan Hans sudah menatap kesal ke arah sahabat-sahabatnya.
"Cabut" titah Merrit dan ikuti oleh yang lain.
/Sob/