Menjadi penanggung jawab atas kesalahan yang tidak dia lakukan, itulah yang harus dilakukan oleh Arumi. Menanggung luka atas goresan yang tak pernah dia ciptakan. Terlebih lagi orang yang menyebabkan lukanya adalah lelaki yang dia cintai. Setiap pembelaan yang dia ucapkan hanya dianggap omong kosong. Kekuasaan membungkam semuanya.
Bintang, polisi tampan yang menangani kasus kematian adik kandungnya sendiri. hingga sebuah fakta dia dapatkan sehingga memaksanya untuk memilih antara cinta dan keluarga.
Pengorbanan, cinta, air mata, dan siksa akan menjadi satu dalam cerita ini. selamat membaca
ig : @nonamarwa_
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nona Marwa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 2
Selamat Membaca!!!
"Dan Bintang tidak terima itu. Pasti ada yang tidak beres dengan semua ini. Kintani tidak mungkin bunuh diri," jawab Bintang yakin. Dia sangat mengenal adik kesayangannya itu. Adiknya adalah orang yang taat agama, tidak mungkin rasanya jika Kintani melakukan apa yang dilarang oleh agama.
Tyas menghela nafas. "Semoga semua usaha kamu tidak sia-sia ya, Nak," ucap Nek Tyas mengusap lembut bahu Bintang.
"Kalau begitu nenek mau ke rumah sebelah dulu," lanjut Tyas pamit.
"Cathering?" tanya Bintang memastikan.
Tyas mengangguk. "Akan ada menu baru hari ini. Jadi Nenek harus mencicipi," jawab Tyas jujur.
"Bintang antar?" tawar Bintang.
Tyas terdiam. "Bahkan jaraknya tidak sampai sepuluh meter dari rumah, Nak. masih satu pagar dengan rumah dan kamu mau antar nenek dengan sepeda motor?" tanya Nek Tyas.
Bintang terkekeh. "Kali aja nenek capek," jawabnya santai.
Nek Tyas menggeleng dengan tersenyum. setelahnya dia berjalan keluar rumah dan menuju tempat udaha catheringnya.
Bintang memandangi kepergin Tyas. Bukan tanpa alasan dia menawarkan Tyas untuk diantar. Sekalian modus ingin mencuri pandang pada tambatan hatinya. Senyum Bintang berubah sendu. Aku tahu hubungan ini tidak bertujuan. Tapi hatiku menolak untuk melepaskanmu, Arumi. Batin Bintang egois.
Seolah menutup mata, Bintang tidak memikirkan bagaimana nasib Arumi nanti. Entah takdir apa yang sedang menantinya, yang pasti sekarang dia sudah senang dengan keberadaan Arumi sebagai pengisi hatinya.
.....
Arumi sibuk dengan masakan di depannya. Wanita itu adalah andalan Nenek Tyas dalam memasak. Apapun makanan hasil olahan Arumi tidak pernah mengecewakannya.
"Bagaimana, Arumi?" tanya Nenek Tyas yang baru datang dan berdiri di belakang Arumi.
Arumi tersenyum. "Nenek coba," ucap Arumi girang memberikan ujung spatulanya pada Tyas agar wanita tua itu bisa mencobanya.
Tyas mengambil alih spatula dan meniup ujungnya yang masih terdapat sedikit kuah makanan baru dari Arumi. Setelah dirasa dingin, Nek Tyas sedikit menumpahkan ke telapak tangannya dan mencicip dengan mulutnya.
Arumi tersenyum melihat Tyas yang nampak mengangguk dan tersenyum.
"Bagaimana, Nek?" tanya Arumi dengan senyum mengembang.
"Luar biasa, Nak. Jadikan ini menu utama di cathering kita," ucap Nek Tyas antusias.
"Wah! Benarkah?" tanya Arumi tak kalah senang.
Nek Tyas mengangguk yakin. "Kamu tidak pernah mengecewakan nenek," ucap Nek Tyas mengembalikan spatula kepada Arumi.
Arumi mengangguk. Dia melanjutkan pekerjaanya setelah Tyas berpindah pada bagian yang lain. Tentu Arumi sangat jago dalam memasak. Bakat ini diturunkan dari sang Ayah yang dulu juga merupakan tukang masak kepercayaan Tyas.
"Kamu memang bisa diandalkan, Nduk," ucap salah satu pegawai yang sudah berumur.
"Makasih, Buk. Kita unggul dalam kepandaian masing-masing. Aku saja suka iri lihat ibu yang begitu lihai menata piring di meja makan. Atraksinya itu lho," ucap Arumi memuji yang memang benar kenyataanya begitu.
"Kita bisa karena terbiasa, Nduk. Dan kamu, ibu yakin pasti bisa jadi koki terkenal nanti," ucap Bu Ida berdoa untuk Tyas.
"Aamiin. Makasi banyak, ya Buk," ucap Arumi tulus dengan memeluk dari samping tubuh Bu Ida dengan sebelah tangannya.
Bu Ida sudah dianggap orang tua sendiri bagi Arumi. Wanita paruh baya itu adalah rekan kerja Ayahnya sebelum Ayahnya meninggalkan dunia untuk selama-lamanya.
.....
Bintang asik dengan dunianya sendiri. Lelaki itu menatap foto-foto Arumi yang dia ambil saat wanita itu masih tertidur. Wanitanya nampak sangat cantik meskipun tidur dengan peluh dan keringat serta rambut yang acak-acakan.
Banyak wanita yang mengincarnya. Seorang polisi muda dengan pangkat tinggi dan tampan yang sangat menawan. Ditambah dengan keadaan dompet yang tidak pernah sepi. Tidak ada alasan untuk menolak pesona seorang Bintang Samudra Nagara.
Saat asik menggeser layar ponselnya, sebuah notifikasi dari aplikasi chatt berwarna hijau mengalihkan fokus Bintang.
"Oh ****!" umpat Bintang dan segera bangun dari posisi tidurnya. Dengan segera lelaki itu mengambil kunci mobil dan jaket.
Bintang berjalan cepat menuju cathering neneknya. Sampai di pintu, mata Bintang mencari kesana kemari. Setelah menemukan objek yang dia cari, Bintang beejalan mendekati Nek Tyas yang sedang bicara dengan salah satu karyawannya.
"Nek," panggil Bintang berbisik.
"Kenapa?" tanya Nek Tyas menoleh.
"Bintang harus kembali sekarang. Ada kerjaan mendadak," ucap Bintang pamit dan mengambil tangan Nek Tyas untuk disalami.
"Kok mendadak?" ucap Nek Tyas sedikit ngegas.
"Urgent, Nek. Bintang jalan dulu. Nanti Bintang bakal kesini lagi lihat nenek," ucap Bintang beralih memeluk Neneknya.
"Kamu hati-hati ya, Nak," ucap Nek Tyas mengecup pipi cucunya itu.
"Kakek sudah kamu beritahu?" tanya Nek Tyas lagi menghentikan langkah Bintang.
"Kakek belum pulang. Nanti Nenek aja yang bilang. Bintang pergi dulu," ucap Bintang dan segera pergi ke luar dari sana. Dia memang tidak sempat memberitahu Hutama yang sedang pergi untuk melakukan hobi memancingnya.
Tyas menggeleng menatap kepergian cucunya. Cucunya itu sangat patuh dengan tugas negara. Padahal sekarang statusnya sedang cuti, tapi tetap saja harus bekerja. Jiwa dan raganya milik negara.
.....
"Mas Bintang," sebuah panggilan menghentikan Bintang yang akan menaiki mobilnya.
"Rumi," panggil Bintang.
Bintang menatap kiri dan kanan. Setelah dirasa aman dia menarik lembut tangan Arumi dan membawanya ke samping rumah yang sepi.
"Mas mau kemana?" tanya Arumi menatap Bintang.
Arumi tidak sengaja mendengar perkataan Bintang dengan Nek Tyas. Niatnya yang ingin memberitahu Nek Tyas mengenai nama menu barunya akhirnya terurung dan lebih memilih untuk menemui Bintang.
"Aku harus segera pergi, Rumi. Ada pekerjaan yang tak bisa aku tinggalkan," ucap Bintang.
"Kerja apa?" tanya Arumi. Arumi memang belum mengetahui sama sekali bahwa Bintang adalah seorang polisi. Aneh sekali memang. Tapi begitulah Arumi. Yang dia tahu dia dan Bintang saling mencintai dan itu cukup untuknya.
"Ada pekerjaan mendesak. Nanti aku akan kembali, ya. Jangan khawatir. Aku pergi dulu. Aku mencintaimu," ucap Bintang tergesa dan berlalu pergi meninggalkan Arumi setelah memberi sebuah kecupan di dahi Arumi.
Arumi menghela nafas pelan. Dia menatap mobil Bintang yang sudah keluar dari pekarangan rumah Nenek Tyas. "Semoga kamu benar-benar kembali, Mas," ucap Arumi dengan harapan besar yang terselip dari setiap ucapannya.
.....
Mengendara setelah empat jam, Bintang sampai di rumah dinasnya pukul lima sore. Lelaki itu memang memilih tinggal di rumah dinas dari pada di rumah kedua orang tuanya yang bak istana.
Setelah masuk, Bintang mengeluarkan ponsel dan menghubungi seseorang. "Aku sudah dirumah," ucap Bintang tanpa basa-basi. Setelah mengatakan itu dia langsung mematikan sambungan telepon.
Beberapa menit setelahnya, terdengar suara ketukan pintu.
"Lama banget sih," ucap si tamu yang kini masuk dan langsung duduk di sofa ruang tamu kecil itu.
"Ck. Ada berita apa?" tanya Bintang tanpa basa-basi menatap lawan bicaranya itu.
"Astaga, ini aku baru datang dan kau langsung bertanya? ditawarin minum dulu kek," gerutunya kesal menatap Bintang.
"Jangan sok romantis," celetuk Bintang tanpa rasa bersalah.
"Ada petunjuk baru, Bin," ucap Lelaki dengan seragam. polisi yang bertulis nama ANGKASA.
"Apa?" tanya Bintang serius.
"Kematian Kintani memang bukan karena bunuh diri."
Bintang dan Angka saling pandang seolah berbicara lewat mata. Dua tatapan tajam itu bersatu bagai laser yang menembus tajam.
"Kita buka lagi kasus ini."
...****************...
Jangan lupa like, komen dan favorit yaa, selamat membaca.
anakku setiap harinya juga gitu "dedek sayang mama"
"mama lebih sayang dedek"
yg sabar ya jihan. derita ibumu berat
cerita yang alurnya banyak menguras emosi dan sumpah serapah karna kelakuan dua pria. yang satu bintang nyaris tak berhati. kedua kakeknya yang emang ga punya hati. harus off lama? ahh semoga saja setelah ini kamu ator akan rajin Up