Alena: My Beloved Vampire
Sejak seratus tahun yang lalu, dunia percaya bahwa vampir telah punah. Sejarah dan kejayaan mereka terkubur bersama legenda kelam tentang perang besar yang melibatkan manusia, vampir, dan Lycan yang terjadi 200 tahun yang lalu.
Di sebuah gua di dalam hutan, Alberd tak sengaja membuka segel yang membangunkan Alena, vampir murni terakhir yang telah tertidur selama satu abad. Alena yang membawa kenangan masa lalu kelam akan kehancuran seluruh keluarganya meyakini bahwa Alberd adalah seseorang yang akan merubah takdir, lalu perlahan menumbuhkan perasaan cinta diantara mereka.
Namun, bayang-bayang bahaya mulai mendekat. Sisa-sisa organisasi pemburu vampir yang dulu berjaya kini kembali menunjukan dirinya, mengincar Alena sebagai simbol terakhir dari ras yang mereka ingin musnahkan.
Dapatkah mereka bertahan melawan kegelapan dan bahaya yang mengancam?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Syafar JJY, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23: Pelampiasan Amarah
Chapter 50: Victor Sang Lycan Terakhir
Matahari senja memancarkan cahaya merah darah di cakrawala, membalut vila klasik dengan nuansa suram. Angin sore bertiup pelan, menggoyangkan tirai balkon tempat seorang pria berdiri.
Victor, sosok tinggi dan gagah dengan tatapan tajam, menyesap anggur merah dari gelas kristalnya. Namun, anggur itu tak mampu menenangkan gejolak di dadanya. Mata emasnya yang samar bersinar menatap cakrawala kosong, pikirannya terseret ke dalam kenangan pahit yang terus berulang.
"Sudah dua minggu... dan aku tahu bagaimana akhirnya."
Dia mengangkat gelasnya, meneguk sisa anggur terakhir, lalu mengepalkan tangan hingga kaca itu retak di genggamannya.
"Kamu bukan yang pertama... dan bukan yang terakhir."
Suara langkah terburu-buru terdengar di belakangnya. Seorang pria muncul dengan wajah tegang, tangannya gemetar seolah takut akan reaksi tuannya.
"T-Tuan Victor..." suaranya serak, nyaris tercekat. "Nyonya Anna... telah meninggal."
Victor membeku. Waktu seakan berhenti sejenak. Jemarinya yang masih memegang pecahan kaca bergetar halus sebelum ia meremasnya dalam kepalan.
"Krek!"
Kristal tajam itu pecah dalam genggaman, mencabik telapak tangannya, tapi Victor tidak peduli. Darah mengalir di sela jarinya, menetes di lantai marmer yang dingin.
Anna...
Wanita yang menerima dirinya apa adanya. Yang mencintainya tanpa takut. Yang tetap tersenyum bahkan ketika tahu dirinya akan mati.
Dan kini, dia hanyalah tubuh tak bernyawa di atas ranjang.
Victor selalu bersikap dingin seolah tak peduli, tapi jauh dalam hatinya dia menghargai semua yang dilakukan wanita itu.
Dia tau bahwa akhir yang sama juga akan dialami olehnya jika mereka bersama.
Hingga akhirnya suatu hari saat Victor sedang mabuk, dia tak bisa mengendalikan diri.
Meski tau akhir yang akan dia alami, Anna tetap melayaninya.
Satu bulan kemudian Anna jatuh sakit, benih Lycan dalam tubuhnya mulai menggerogotinya dari dalam.
Kini semua telah berlalu,
Setelah dua minggu menderita, terbaring ditempat tidur.. dia akhirnya pergi untuk selamanya..
Tanpa sepatah kata, Victor berbalik dan melangkah cepat menuju kamar.
Kamar itu sunyi, hanya diisi aroma kematian yang samar tercium di udara.
Di atas ranjang, Anna terbaring dengan wajah damai, terlalu damai untuk seseorang yang telah mengalami penderitaan selama dua minggu. Di sampingnya, dua wanita pelayan berdiri gemetar, kepala mereka tertunduk dalam ketakutan.
Victor melangkah mendekat, tatapannya kosong namun dipenuhi luka yang tak terlihat.
Lagi-lagi...
"Yang ke-17..." bisiknya.
Tangannya terulur, jari-jarinya menyentuh pipi Anna yang dingin. Sekali lagi, rasa kehilangan menghantamnya seperti palu godam.
Dia menutup matanya sejenak, menarik napas panjang, lalu berucap dingin, "Makamkan dia dengan layak."
"B-baik, Tuan..." jawab pria di belakangnya dengan suara bergetar.
Victor berbalik, meninggalkan kamar itu dengan langkah berat. Hatinya kosong, pikirannya gelap.
"Aku harus pergi... Aku butuh udara..."
Tanpa memberi penjelasan, dia mengambil kunci mobil dan melesat pergi dari vila.
Kota masih ramai saat Victor menyetir tanpa arah. Lampu-lampu jalan berkelebat di kaca mobilnya, namun dia tidak benar-benar melihatnya. Yang ada hanyalah kehampaan yang menghimpit dadanya.
Tanpa sadar, dia telah keluar dari pusat kota Velmor, memasuki jalanan yang semakin sepi dan gelap, terhimpit oleh hamparan hutan dan bukit.
Lalu, dia melihatnya.
Seorang wanita berdiri di tepi jalan, melambaikan tangan. Pakaian minim membalut tubuhnya, wajahnya tersenyum menggoda.
Victor memperlambat mobil, lalu berhenti.
Wanita itu mengetuk kaca, dan dia menurunkannya.
"Permisi, Tuan..." suaranya manis, matanya menyiratkan sesuatu.
"Saya tersesat dari rombongan. Bolehkah saya menumpang? Saya tidak keberatan memberi sedikit... imbalan."
Ucap wanita itu, seraya matanya melirik ke arah dadanya, senyum menggoda tersungging di bibirnya.
Victor menatapnya datar, lalu mengangguk. "Masuklah."
Saat wanita itu duduk di sebelahnya, dia memperkenalkan diri,
"Namaku Bianca. Boleh tahu namamu?"
"Victor." jawabnya singkat, tetap fokus pada jalan.
Mobil terus melaju menyusuri jalan yang sepi.
"Tuan Victor, nanti berhenti sekitar satu mil di depan, rombonganku menunggu di sana."
Victor tidak menjawab.
Tak lama, mereka tiba di sebuah bangunan tua yang tampak terbengkalai.
Begitu mobil berhenti, Bianca tersenyum, lalu membuka pintu.
Empat pria muncul dari kegelapan, masing-masing membawa senjata: belati, rantai, dan tongkat baseball.
Salah satu dari mereka jelas pemimpin kelompok mendekati Bianca sambil tertawa. "Kerja bagus, Bianca."
"Ya, sayang. Kali ini kita dapat mangsa besar." jawabnya dengan nada geli.
Pemimpin perampok menatap Victor dengan seringai sinis.
"Hei, bocah. Keluar!" ucapnya sambil menendang pintu mobil.
Victor keluar. Ekspresinya tetap datar, seolah tidak peduli dengan situasi yang dihadapinya.
"Jadi, kalian teman wanita ini?" tanyanya tenang.
"Pacarnya, lebih tepatnya." pria itu menyeringai, merangkul Bianca.
"Dan kau sedang dirampok."
"Begitu ya..." Victor menyapu tatapan ke sekeliling, lalu tertawa kecil.
"Crash!"
Tongkat baseball menghantam kaca mobilnya, membuat serpihan kaca berhamburan.
Wajah Victor berubah. Mata kuningnya menyala, tatapan tajamnya menusuk.
"Aku tak ingin mengotori mobilku dengan darah kalian. Kita selesaikan di sana."
Dia berjalan masuk ke dalam bangunan terbengkalai, tiga pria langsung mengepungnya. Pemimpin mereka menyusul, siap menikmati tontonan.
"Hahaha! Kau percaya diri sekali, bocah. BUNUH DIA!"
Pertarungan dimulai,
Pria bertongkat baseball melompat menyerang.
Tapi..
"Sreett!"
Tiba-tiba, luka cakar membelah dadanya. Darah menyembur deras, tubuhnya ambruk tanpa suara.
"Siapa yang kau panggil bocah?" suara Victor dingin, membunuh keberanian mereka.
Ketakutan menyebar. Bianca dan pemimpin perampok terpaku, wajah mereka pucat pasi.
Lalu, tubuh Victor berubah.
Dagingnya meregang, tulang-tulangnya bergeser. Dalam hitungan detik, dia telah berubah menjadi serigala raksasa berbulu hitam legam. Matanya bersinar tajam, cakarnya meneteskan darah.
Dua pria tersisa mencoba melarikan diri.
"Craaakk!"
Satu cakar menembus dada pria pertama, membuatnya terkulai tanpa sempat berteriak.
Pria terakhir mencoba lari, tapi kepalanya sudah terpenggal sebelum dia menyadarinya. Tubuhnya yang masih berdiri gemetar, darah muncrat dari lehernya sebelum akhirnya roboh.
"Auuuunggghhh!!"
Raungan serigala mengguncang malam, menusuk hingga ke tulang.
Kini hanya tersisa pemimpin perampok dan Bianca.
"Mo..monster..!!"
Pemimpin perampok mengeluarkan pistol, lalu menembak serigala itu berkali kali.
Doorr! Doorr! Doorr!
Namun tak ada satupun yang melukainya, peluru itu berhamburan jatuh ke tanah.
Pria itu gemetar, lalu mendorong Bianca ke depan. "AMBIL DIA! BUKAN AKU!"
Dia langsung lari sekuat tenaga..
Serigala itu melompat, menggigit bahu pria itu, lalu mencabiknya hingga tubuhnya terkoyak menjadi serpihan daging.
Bianca terjatuh, tubuhnya menggigil, air matanya berlinang.
"A-aku mohon... ampuni aku..."
Serigala itu menatapnya... lalu menerkam.
"AAAAARRGGGGHHH!!"
Teriakan Bianca merobek malam sebelum akhirnya hening.
Suara tubuh tercabik-cabik terdengar dibalik kesunyian malam,
Hanya darah dan daging berserakan yang tersisa.
makasih Thor 👍 salam sehat selalu 🤗🙏
Bagian awal di bab pertama harusnya jangan dimasukkan karena merupakan plot penting yang harusnya dikembangkan saja di tiap bab nya nanti. Kalau dimasukkan jadinya pembaca gak penasaran. Kayak Alena kenapa bisa tersegel di gua. Lalu kayak si Alberd juga di awal. Intinya yang tadi pakai tanda < atau > lebih baik tidak dimasukkan dalam cerita.
Akan lebih baik langsung masuk saja ke bagian Alberd yang dikejar dan terluka hingga memasuki gua dan membangunkan Alena. Sehingga pembaca akan bertanya-tanya, kenapa Alberd dikejar, kenapa Alena tersegel di sana dan lain sebagainya.
Jadi nantinya di bab yang lain nya akan membuat keduanya berinteraksi dan menceritakan kisahnya satu sama lain. Saran nama, harusnya jangan terlalu mirip atau awalan atau akhiran yang mirip, seperti Alena dan Alberd sama-sama memiliki awalan Al, jadi terkesan kembar. Jika yang satu Alena, nama cowoknya mungkin bisa menggunakan awalan huruf lain.
Novel ini adalah karya pertama saya, sekaligus debut saya sebagai seorang penulis.
Mengangkat tema vampir dan bergenre romansa-fantasy yang dibalut berbagai konflik dalam dunia modern.
Novel ini memiliki dua karakter utama yang seimbang, Alena dan Alberd.
Novel kebanyakan dibagi menjadi dua jenis; novel pria dan novel wanita.
Novel yang bisa cocok dan diterima oleh keduanya secara bersamaan bisa dibilang sedikit.
Sehingga saya sebagai penulis memutuskan untuk menciptakan dua karakter utama yang setara dan berusaha menarik minat pembaca dari kedua gender dalam novel pertama saya.
Saya harap pembaca menyukai novel ini.
Selamat membaca dan terima kasih,
Salam hangat dari author.