Arjuna Hartono tiba-tiba mendapat ultimatum bahwa dirinya harus menikahi putri teman papanya yang baru berusia 16 tahun.
“Mana bisa aku menikah sama bocah, Pa. Lagipula Juna sudah punya Luna, wanita yang akan menjadi calon istri Juna.”
“Kalau kamu menolak, berarti kamu sudah siap menerima konsekuensinya. Semua fasilitasmu papa tarik kembali termasuk jabatan CEO di Perusahaan.”
Arjuna, pria berusia 25 tahun itu terdiam. Berpikir matang-matang apakah dia siap menjalani kondisi dari titik nol lagi kalau papa menarik semuanya. Apakah Luna yang sudah menjadi kekasihnya selama 2 tahun sudi menerimanya?
Karena rasa gengsi menerima paksaan papa yang tetap akan menikahkannya dengan atau tanpa persetujuan Arjuna, pria itu memilih melepaskan semua dan meninggalkan kemewahannya.
Dari CEO, Arjuna pun turun pangkat jadi guru matematika sebuah SMA Swasta yang cukup ternama, itupun atas bantuan koneksi temannya.
Ternyata Luna memilih meninggalkannya, membuat hati Arjuna merasa kecewa dan sakit. Belum pulih dari sakit hatinya, Arjuna dipusingkan dengan hubungan menyebalkan dengan salah satu siswi bermasalah di tempatnya mengajar.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bareta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 2 Melarikan Diri
Arjuna memasuki cafe yang biasa jadi tempat nongkrongnya bersama para sahabatnya. Bonie, Theo dan Luki sudah duluan menunggunya di salah satu meja.
“Tumben ngajak ketemu mendadak begini. Kusut pula muka elo,” suara Luki menyambut Arjuna yang baru saja datang dan duduk di kursi yang kosong.
Arjuna tidak menjawab, langsung memanggil pelayan dan memesan makanan serta minuman.
“Pusing gue sama bokap,” Arjuna memulai curahan hatinya.
“Kenapa lagi ?” Boni sampai menautkan kedua alisnya. “Bukannya jabatan elo sudah mentok jadi CEO sejak setahun lalu ?”
Arjuna menarik nafas panjang dan menghelanya dengan kasar.
“Gue disuruh nikah, men.”
Ketiga temannya saling berpandangan. Cuma karena alasan itu kenapa Arjuna sampai kusut begini. Setahu mereka, Arjuna malah sudah pernah melamar Luna, kekasihnya.
“Ya kalau soal itu kan tinggal elo ngomong aja sama Luna,” Boni kembali buka suara. “Secara umur kan elo berdua udah pantas lah untuk menikah.”
“Masalahnya nggak segampang itu Bambang,” Arjuna terdengar sewot mendengar ucapan Boni.
“Justru gue disuruh nikahnya bukan sama Luna, tapi bocah,” sungut Arjuna dengan wajah kesal.
“Wah beneran, Bro ?” Theo sampai menegakkan duduknya dan mencondongkan tubuh ke arah Arjuna.
Pria yang sedang bad mood itu mengangguk.
“Anak bocil kelas 2 SMA, baru 16 tahun pula.”
Ketiga sahabatnya langsung tertawa ngakak mendengar ucapan Arjuna.
“Dasar temen laknat, bukannya menghibur malah ngetawain,” Arjuna mendengus kesal.
Pelayan mengantarkan pesanan minumannya yang langsung ditenggak hingga setengah gelas.
“Tapi elo bakalan untung banyak kalau sampai menikah sama bocil,” ledek Luki.
“Sok tahu, lo !” Theo mencebik. “Apa iya Arjuna yang menang banyak, atau Arjuna yang lempeng ini malah dikadalin sama bocah.”
“Maksud lo ?” Arjuna mengernyit menatap Theo.
“Yah elo kan tahu sendiri gimana anak jaman sekarang. Pacaran sambil pegang-pegang dan cium-cium kan udah biasa,” Theo menjelaskan.
Arjuna terdiam dan mengerutkan dahinya. Tangannya memainkan embun es yang membasahi gelas lemon mint squashnya.
“Jangan didengerin omongan Theo, Bro,” gantian Luki yang berbicara. “Kalau sampai bokap elo berani menjodohkannya sama elo, gue yakin kalau screening bibit, bebet dan bobotnya sudah lolos uji.”
“Elo kira apaan perlu screening segala,” ledek Theo.
Arjuna kembali terdiam dan mulai menikmati pesanan makanan yang baru saja diantar.
“Cakep nggak Bro ?” tanya Theo dengan nada menggoda Arjuna.
“Belum pernah ketemu,” Arjuna hanya menggeleng. Satu sendok nasi goreng sudah masuk ke dalam mulutnya.
“Ketemu dulu, Bro,” saran Luki. “Siapa tahu cakep dan siapa tahu memang jodoh buat elo.”
“Gue pria setia ya,” tatapan Arjuna menajam melihat satu persatu sahabatnya.
“Memangnya elo udah yakin tetap akan melamar Luna tahun depan ?” tanya Boni sambil memicingkan matanya.
“Iya pasti lah,” Arjuna mengangguk mantap.
Theo dan Luki saling memandang sambil tersenyum tipis. Sebetulnya mereka bertiga kurang setuju kalau Arjuna sampai lanjut menikah dengan Luna. Apalagi Boni yang masih berstatus pacarnya Mimi, mendapat sedikit bocoran soal kelakuan Luna di luar sana.
Luna yang sadar dirinya cantik dan mudah memikat laki-laki dengan kondisi fisiknya, sering tebar pesona pada pria-pria mapan di belakang Arjuna. Apalagi profesinya sebagai Public Relation Officer di salah satu produk rokok ternama, membuat Luna selalu mempunyai peluang untuk bertemu dengan kaum pria daripada wanita.
Yang menjadi masalah buat ketiga sahabat Arjuna, dengan mudahnya sahabat mereka dengan status CEO-nya dibodohi oleh kecantikan dan bujuk rayu Luna. Begitu mudahnya Arjuna memberikan Luna semua fasilitas berbau materi tanpa mengontrolnya.
Tapi mereka susah melarang. Luna belum pernah terbukti selingkuh dengan pria lain apalagi sampai check-in di hotel. Lagipula selama Arjuna tidak merasa keberatan diporoti hartanya, ketiganya tidak bisa bilang apa-apa.
“Gue setuju sama saran Luki, Bro. Ada baiknya elo ketemuin dulu bocil yang mau dijodohkan sama elo,” ujar Theo.
“Iya gue setuju juga,” timpal Boni.
“Dan guenya ogah !” Tukas Arjuna cepat. “Bokap pasti akan menuntut lebih lagi kalau sampai gue turuti perintahnya.”
“Kadang orangtua lebih bisa melihat ke depan, Bro,” Luki menepuk bahu sahabatnya.
“Yang bikin gue pusing, kalau sampai gue nolak perjodohan ini, semua fasilitas gue dicabut bahkan gue dikeluarkan dari perusahaan.”
“What ?” Ketiga pria di depannya kompak bersuara dengan mata membelalak menatap Arjuna.
🍀🍀🍀
Arjuna masih berusaha membujuk papa Arman untuk merubah ultimatumnya menjodohkannya dengan anak bocah 16 tahun itu.
Segala cara Arjuna lakukan supaya luluh hati papanya. Tidak lupa rayuan gombal seorang Arjuna supaya mama Diva membantunya. Namun usaha Arjuna sia-sia, papa Arman tidak merubah keputusannya.
Bahkan tepat di hari Sabtu, papa Arman melarang anaknya keluar rumah dengan alasan apapun. Pria paruh baya itu sudah hafal trik anaknya yang pintar merayu dan memanipulasi orang. Dengan kemmapuaj itu jugalah, Arjuna dengan mudah mendapatkan surat kontrak dari para kliennya.
Jam setengah enam sore, kedua orangtua Arjuna bersiap-siap di kamar, begitu juga dengan Amanda yang akan diajak bertemu.
Arjuna sendiri sudah berpakaian lengkap yang menambah ketampanannya. Dia berjalan bolak balik sambil berpikir dan sesekali memijat pelipisnya.
Entah setan mana yang lewat, muncuk ide buruk di dalam kepala Arjuna. Dia pun mengambil handphone dan mengeksekusi rencananya.
Arjuna sudah menunggu di ruang tamu. Wajahnya sudah tidak kusut lagi seperti beberapa terakhir, membuat papa Arman justru jadi curiga.
Dipandangi wajah putranya yang sedang memainkan handphone di tangannya. Terlihat santai dan biasa saja.
“Sudah siap nih, Pa,” mama Diva dan Amanda muncul bersamaan dalam keadaan rapi dan cantik.
Papa Arman hanya mengangguk dan berjalan keluar rumah. Arjuna yang jalan paling belakang terlihat senyum-senyum sendiri.
Butuh waktu 40 menit untuk sampai di tempat yang dijanjikan. Jalanan di Jakarta saat malam minggu cukup ramai hingga tidak bisa cepat sampai ke suatu tempat.
“Mereka sudah datang,” ujar papa Arman saat berjalan dari parkiran mobil.
“Papa sudah dihubungi ?” Tanya mama Diva.
“Nggak,” papa Arman menggeleng. “Tapi itu mobilnya Rudi,” papa Arman menunjuk salah satu mobil sedan berwarna hitam.
Dengan alasan ingin merapikan diri sebelum bertemu calon istrinya, Arjuna ijin ke toilet sebelum masuk ke ruangan.
“Awas kalau sampai kamu kabur, ya !” Ancam papa Arman.
“Aman, Pa.” Arjuna memberi isyarat oke dengan tangannya dan berbelok menuju toilet.
Setelah dua langkah, papa Arman sempat berhenti. Hatinya meragukan Arjuna akan menepati ucapannya.
“Coba percayalah pada anak sendiri, Pa,” mama Diva menyentuh lengan suaminya. “Dia sudah bukan anak-anak lagi.”
Mendengar ucapan istrinya, papa Arman yang semula ingin mengikuti Arjuna, membatalkan niatnya dan melanjutkan langkah menuju ruangan yang sudah dipesan.
Arjuna yang mengintip dari balik salah satu pilar, langsung tersenyum puas saat melihat mama Diva berhasil membujuk papa Arman untuk menunggu si ruangan. Mamanya memang paling pengertian sekalipun Arjuna tidak bicara apa-apa.
Bergegas dia keluar dari restoran dan memghampiri taksi yang sudah dipesannya secara online.
Dengan wajah puas dan penuh kemenangan, Arjuna meminta sopir taksi membawanya ke rumah Theo. Para sahabatnya sedang berkumpul di sana. Malam minggunya akan kelabu kalau hanya sendiri di rumah. Apalagi Luna sudah mengabarkan kalau ada event kantor yang harus diurusnya malam ini.
Arjuna mengambil handphone dari saku celananya dan menulis pesan untuk papa Arman sebelum mematikan handphonenya.
“Maaf Pa, Juna benar-benar tidak bisa menuruti permintaan Papa malam ini. Biarkan Juna belajar untuk memutuskan masa depan Juna.”