Pernikahan Brian Zaymusi tetap hangat bersama Zaira Bastany walau mereka belum dikaruniai anak selama 7 tahun pernikahan.
Lalu suatu waktu, Brian diterpa dilema. Masa lalu yang sudah ia kubur harus tergali lantaran ia bertemu kembali dengan cinta pertamanya yang semakin membuatnya berdebar.
Entah bagaimana, Cinta pertamanya, Rinnada, kembali hadir dengan cinta yang begitu besar menawarkan anak untuk mereka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon alfajry, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hasil Tes
Genangan air masih menyisakan sedikit di ujung mata Zaira. Sahabatnya, Hani, baru saja keluar setelah menenangkannya beberapa saat. Untungnya, tidak ada jadwal hari ini.
Zaira mengeluarkan HP-nya. Ia mengetik-ketik sebentar kemudian meletakkannya di telinga kanannya.
"Halo. Sayang, ada apa?" Sahut suara di seberang sesaat setelah tersambung.
"Apa aku mengganggu, Mas?" Tanya Zaira sedikit cemas. Masih menimbang apakah ia harus mengatakannya?
"Sama sekali enggak. Sudah makan? Mau makan siang bareng nanti?" Tanya mas Bian penuh perhatian.
"Aku rindu.."
Yang d seberang tertawa. "Lucunya istriku. Nanti malam kita makan diluar, bagaimana?"
"Iya. Aku tunggu dirumah". Zaira meletakkan hp nya. Masih menimbang apakah menyampaikan kepada suaminya. Walaupun ia yakin pastilah Brian akan menerima keadaan. Namun tetap, hati Zaira gundah.
****
Udara dingin di malam hari ini tetap menampakkan taburan bintang di atasnya. Membuat suasana di luar kafe terasa semakin manis.
Bian duduk berhadapan dengan istrinya. Tidak pernah bosan walau usia rumah tangga mereka terbilang cukup lama.
Di genggamnya jari-jemari Zaira. Seperti tahu bahwa sang istri sedang tidak baik-baik saja.
"Katakanlah" Brian memulai percakapannya. "Pasti ada yang mau dikatakan, kan?"
Zaira mengangguk lambat. Padahal hatinya mantap, tapi didepan suaminya sekarang hatinya agak ciut. Takut melihat wajah sedih Brian.
"Aku... akan kabarkan hasil tes kita kemarin, Mas". Zaira menunggu respon suaminya. Namun Brian menunggu.
"Kita.. sedang tidak baik-baik saja. Aku benar-benar minta maaf..."
"Sayang.." Brian memotong ucapan Zaira. "Aku sama sekali gak mempermasalahkan itu. Aku udah bilang berkali-kali." Di genggamnya erat tangan istrinya yang tertunduk dalam-dalam. Dia tidak mau istrinya larut dalam kesedihannya. Brian benar-benar menunjukkan sikap hangatnya sebagai suami.
Zaira menangis terisak-isak. Brian pindah posisi ke sebelah Zaira. Di peluknya sambil mengusap-usap punggung Zaira. Ia paham betul kesedihan Zaira. Padahal berulang kali Brian mengatakan tidak masalah tentang anak. Namun dilihatnya Zaira merasa gagal.
Setelah tenang, mereka pulang. Terlebih Zaira yang wajahnya masih sembab.
Setelah membersihkan diri, mereka merebahkan diri di atas tempat tidur.
Brian mengusap pelan rambut istrinya.
"Sudah ya sayang. Aku mohon.." pinta Brian sambil memeluk istrinya. Pelukannya di balas Zaira yang memendamkan wajahnya ke dada Brian. Air mata masih terasa menetes. Namun Brian membiarkannya. Biarlah Zaira menyelesaikan kesedihannya, batin Brian. Ia mengelus lembut punggung istrinya sampai mereka terlelap.
****
Pagi hari berjalan seperti biasa. Brian sedang lari pagi, sedangkan Zaira memasak di dapur.
Mbok Inah yang sedang beres-beres memperhatikan Zaira.
"Non, nasi gorengnya hampir gosong".
"Oh.." Zaira tersentak dan buru-buru mengaduk-aduk nasi goreng kemudian mematikan kompor.
"Non kalau capek, kasih Mbok aja. Biar Mbok yang terusin. Non Ira istirahat aja". Mbok Inah melihat wajah Zaira tak secerah biasanya.
Zaira hanya diam. Seperti menimbang-nimbang sesuatu.
"Mbok, mau saya kasih tahu sesuatu?"
"Apa itu, Non?" Tanya si Mbok antusias.
Zaira pelan-pelan menceritakan apa yang terjadi kemarin. Mbok Inah terperanjat hingga menjatuhkan sapu yang sedari tadi di genggamnya.
"Mbok, tolong jaga rahasia ini ya. Saya hanya butuh teman cerita". Ucap Zaira sambil mengaduk lagi nasi gorengnya.
Mbok Inah masih shock mendengar pengakuan majikannya itu.
"Non... " suara Mbok Inah parau. Terlihat kesedihan dari suaranya. "Bagaimana ini Non.. apakah Non baik-baik saja?"
Zaira menghela napasnya. "Saya gak apa-apa, Mbok. Saya cuma terus kepikiran Mas Bian. Tolong di rahasiakan ya, Mbok". Pinta Zaira sekali lagi.
Mbok Inah mengangguk cepat. Tatapannya belum beralih dari Zaira. Rasanya ia sangat ingin memeluk Zaira yang sudah bertahun-tahun di ikutinya. Selama ini hanya keceriaan di wajah Ira. Namun sekarang, wajah majikannya itu benar-benar murung. Apalagi saat mendengar ceritanya, membuat Mbok Inah semakin ikut bersedih.
****
Di kantor, Brian sedang duduk di meja panjang tempat dia dan teman-temannya biasa rapat. Sambil menyandarkan kepalanya, dia melamun. Sebenarnya dia agak kepikiran. Tapi dia berhasil menyembunyikannya dari istrinya.
Teman kantornya mendengar napas Brian yang sengaja di buangnya dengan kasar untuk meredakan pikirannya.
"Seserius apa, sih, kasusmu sampai pusing begitu kayanya?" Revan bertanya sambil tetap menatap layar hpnya.
Brian diam sebentar.
"Ehem.. " Brian berdehem. Ragu, apakah Revan bisa membantunya memberi wejangan supaya ia sedikit tenang. setelah menimbang, ia pun bertanya.
"Van. Kau kan, sudah nikah. Anak juga sudah 3. Menurutmu, kondisiku sekarang bagaimana ya?"
"Bagaimana apanya?" Tanya Revan tak paham.
Brian menarik napas dan membuangnya perlahan. "Misalnya. Misal,nih, ya.. istrimu tidak bisa kasih keturunan. Kau... bagaimana?"
Ceklek! Pintu terbuka.
Andre masuk dengan membawa segelas kopi.
"Serius benar wajah kalian." Katanya sambil duduk di depan Brian.
" Brian curhat. Katanya bagaimana kalau istriku tidak bisa hamil, Aduh..."
Brian menendang kaki Revan dari bawah meja.
Andre memandang ke arah Brian. Yang di pandang, menunduk lesu.
"Bukannya ku lihat kalian baik-baik aja, ya?" Tanya Andre yang selama ini tahu bagaimana bucinnya Brian kepada istrinya.
Brian menceritakan kejadian kemarin. Mulai dari tes kesuburan hingga hasilnya yang membuat Zaira tersedu-sedu.
"Terus terang, Yan. Aku sangat mengharapkan keturunan. Untuk melanjutkan generasi dan margaku. Jadi, kalau istriku tidak bisa hamil, aku mungkin akan menikah lagi." Pengakuan Revan sedikit mengejutkan bagi Brian. Karena selama ini dia memang tidak memikirkan soal penerus keturunannya. "Bagaimana denganmu, apa juga mementingkan soal keturunan?"
Brian terdiam sejenak. Pikirannya penuh dengan wajah murung Zaira.
"Aku dari awal tidak terlalu mempermasalahkan, sebenarnya. Tapi benar katamu. Ini soal garis keturunan."
"Tapi, Yan. Bukankah kalian sudah sepakat untuk gak memusingkan itu?" Tanya Andre serius.
Brian diam namun bibirnya seperti akan mengatakan sesuatu.
"Sebenarnya saat lari pagi tadi, aku ketemu Rina, mantanku yang pernah aku ceritakan waktu itu".
"Apa!!" Dua orang di hadapan Brian menggebrak meja.
Bersambung....
cow gk tahu diuntung