NovelToon NovelToon
Warisan Dari Sang Kultivator

Warisan Dari Sang Kultivator

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi / Harem / Balas Dendam
Popularitas:3.1k
Nilai: 5
Nama Author: Sarif Hidayat

Seorang pemuda berusia 25 tahun, harus turun gunung setelah kepergian sang guru. Dia adalah adi saputra.. sosok oemuda yang memiliki masa lalu yang kelam, di tinggalkan oleh kedua orang tuanya ketika dirinya masih berusia lima tahun.

20 tahun yang lalu terjadi pembantaian oleh sekelompok orang tak di kenal yang menewaskan kedua orang tuanya berikut seluruh keluarga dari mendiang sang ibu menjadi korban.

Untung saja, adi yang saat itu masih berusia lima tahun di selamatkan okeh sosok misterius merawatnya dengan baik dari kecil hingga ia berusia 25 tahun. sosok misterius itu adalah guru sekaligus kakek bagi Adi saputra mengajarkan banyak hal termasuk keahliah medis dan menjadi kultivator dari jaman kuno.

lalu apa tujuan adi saputra turun gunung?

Jelasnya sebelum gurunya meninggal dunia, dia berpesan padanya untuk mencari jalan hidupnya sendiri.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sarif Hidayat, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Episode 1 Kejadian di masa lalu

Di puncak Gunung Lembah Sunyi, sebuah gubuk tua berdiri tegak, tampak kokoh meski hanya terbuat dari kayu dan bambu kuning.

Seorang pemuda, usianya sekitar dua puluh lima tahun, duduk di atas dahan pohon. Pandangannya lurus ke kejauhan, menembus kabut lembah di bawah sana.

"Guru."

Menyadari gurunya mendekat, pemuda itu segera melompat turun. Ia menghampiri sosok pria tua yang telah merawatnya selama dua puluh tahun itu.

"Uhuk!"

"Uhuk!"

Tiba-tiba, pria tua itu memuntahkan darah segar dari mulutnya.

"Gu-Guru, apakah Guru baik-baik saja? Kenapa Guru keluar?"

Kekhawatiran langsung merayapi wajah pemuda itu. Baru beberapa bulan lalu ia tahu bahwa gurunya menderita racun dingin yang telah bersarang selama puluhan tahun. Ia menyesal karena gurunya sengaja menyembunyikannya, baru terungkap saat pria tua itu tiba-tiba tak sadarkan diri.

"Guru, biarkan aku memeriksa."

Pemuda itu sigap membantu gurunya duduk bersila. Ia mulai mencoba mengalirkan energi untuk menahan racun agar tidak menyebar lebih jauh.

Setelah beberapa saat, ia menatap gurunya dengan tekad membara. "Guru, izinkan aku turun gunung mencari obat penawar racunmu."

"Anak bodoh," timpal pria tua itu, suaranya serak. "Racun di tubuhku adalah racun dingin bawaan turun-temurun. Hanya Bunga Teratai Giok berusia seratus ribu tahun yang bisa menawarnya."

Pria tua itu tersenyum pahit. "Di zaman ini, butuh keajaiban untuk menemukan harta berharga seperti itu."

Sejujurnya, ia telah berumur ribuan tahun, satu-satunya ahli kultivasi yang berumur panjang berkat sebuah kitab misterius yang ia temukan. Kitab itu memberinya metode memperpanjang umur hingga ia bisa bertahan sampai era modern ini.

Namun, pada akhirnya, metode itu pun tak sanggup menghentikan racun dingin bawaan dalam tubuhnya.

"Guru, meski harus keliling dunia sekalipun, aku pasti akan menemukannya untuk menyembuhkanmu!" Pemuda itu meyakinkan dengan wajah tegas.

"Anak bodoh. Kalau pun kamu pergi mencarinya, hanya mayatku yang akan kamu temui saat kamu kembali." Pria tua itu menggeleng. "Sudahlah. Suatu keberuntungan bagiku bisa bertahan sampai saat ini."

"Uhuk!"

"Uhuk!"

Ia kembali memuntahkan seteguk darah.

"Guru, apa yang Guru bicarakan? Bagaimana kalau kita turun gunung dan mencari seseorang yang bisa mengobati Guru?" Dengan wajah memelas, pemuda itu memohon agar ada jalan untuk menyelamatkan gurunya.

Pria tua itu menggelengkan kepala, lalu sedikit memukul kepala pemuda itu. "Bodoh. Di zaman ini, selain aku, siapa lagi yang menguasai keahlian penyembuhan sehebat ini?"

"Tap-tapi, Guru...?"

Pemuda itu terdiam. Ia tidak meragukan keahlian gurunya. Selama dua puluh tahun, ia telah menyaksikan kehebatan gurunya yang sebagian besar telah diturunkan kepadanya. Menurut gurunya, keahlian yang ia pelajari—yang berasal dari zaman ribuan tahun lalu, di mana orang-orang hebat menjunjung tinggi kultivasi—tidak akan ada yang bisa menandingi di masa sekarang, kecuali gurunya sendiri.

Awalnya, pemuda itu sulit mempercayai bahwa gurunya berasal dari zaman dulu dan berumur ribuan tahun. Namun, seiring dengan keahlian luar biasa yang diajarkan padanya, yang awalnya ia anggap di luar nalar, ia perlahan mulai percaya.

"Mendekatlah," ucap pria tua itu.

Pemuda itu segera mendekat.

"Guru, ini..."

Sedawa tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya setelah sang guru menyentuh keningnya. Seketika, serangkaian kenangan—ingatan yang dulu diambil gurunya dari jasad ayahnya, bercampur dengan ingatan sang guru selama ribuan tahun hidup—berputar cepat di kepalanya.

Namun yang membuat secara langsung berlinang air mata, ketika sebuah kejadian yang menimpa keluarganya jelas berputar di kepalanya, apalagi ketika melihat apa yang di lakukan oleh salah satu bajingan itu pada ibunya,

Sendawa menggeretakan giginya, mengepalkan tangannya.. Dan bersumpah akan mencari dalang dari perampokan dan pembantaian di desanya itu,

"Itu adalah ingatan yang dulu aku ambil dari jasad ayahmu, juga ingatanku selama hidup ribuan tahun. Sekarang, pergilah cari beberapa buruan untuk makan malam."

Pria tua itu diam sejenak, lalu berbalik dan masuk kembali ke dalam gubuk.

"Guru, aku...?"

Pemuda itu memandangi punggung gurunya, perasaannya bercampur aduk. Ia ingin mengatakan sesuatu, tetapi ia urungkan. Dengan langkah berat, ia segera memasuki hutan untuk berburu seperti biasa.

*******

( FLASHBACK: 20 TAHUN YANG LALU )

Di sebuah desa terpencil, terjadi perampokan besar-besaran. Kekejaman para perampok mengakibatkan banyak penduduk menjadi korban. Siapa pun yang mencoba melawan atau mempertahankan harta mereka langsung dibunuh, dan rumah-rumah dibakar habis tanpa terkecuali.

"Siapa kalian?"

Rahengga setyo , seorang pria berusia tiga puluh tahun, keluar dari rumah sederhananya, terkejut mendengar keributan di luar. Tiga sosok tak dikenal baru saja mendobrak pintu rumahnya.

"Jangan banyak bicara. Cepat serahkan semua harta berhargamu, atau kami akan membakar gubukmu ini!" ucap salah satu dari ketiganya, masing-masing membawa kapak di tangan.

..........

"Tolong! Tolong! Ada pembunuhan!"

..........

"Akkhhhh.... Anakku? Bajingan! Kenapa kalian membunuh anakku?!"

..........

"Tidak! Tolong, ada perampokan!"

..........

Teriakan histeris terdengar dari segala arah. Rahengga terpaku, seketika menyadari bahwa tiga sosok di hadapannya bukanlah orang baik.

"Kalian perampok tidak bermoral! Beraninya membuat kejahatan di desa ini!"

Marah Rahengga memuncak, niat membunuh terpancar di matanya. Ia memiliki sedikit keahlian beladiri.

"Terlalu banyak bicara!" Pria yang bicara tadi memberi perintah. "Kalian berdua, cepat geledah semua harta di dalam rumahnya!"

"Bajingan! Berani kalian melangkah, aku pastikan akan membunuh kalian!" raung Rahengga. Ia tak menyangka perampokan sebesar ini terjadi di desa terpencil. Lima tahun lalu, ia diusir keluarganya karena menikahi gadis desa dan terpaksa tinggal di sini, tempat asal istrinya.

"Tidak tahu diri!"

Kedua pria itu langsung menerobos masuk, tetapi dengan cepat dihalangi Rahengga. Pertarungan pun pecah.

"Oh, sepertinya kamu seorang ahli beladiri," ucap pria botak, melihat kedua rekannya berhasil mundur.

"Kalianlah yang tidak tahu diri! Beraninya kalian melakukan kejahatan tak manusiawi di desa ini!" balas Rahengga.

"Hahah... bagus-bagus! Aku pikir di desa ini semua penduduknya lemah," ejek pria botak. "Hanya saja, hanya mengandalkan keahlian beladiri bawaan tingkat tiga sepertimu, memangnya kamu bisa apa?"

Pria botak itu menyeringai. Dengan sekejap, ia bergerak cepat, tak memberi Rahengga sempat bereaksi.

Bam!

Brak!

Uhuk!

"Ce-cepat sekali..." lirih Rahengga, menatap pria botak itu dengan terkejut. Sementara itu, kedua pria lainnya berhasil menerobos masuk ke dalam rumah.

"Akhhhh... si-siapa kalian?" Teriakan perempuan terdengar dari dalam.

"Kalian bajingan!" raung Rahengga. Ia tersadar dua orang itu sudah masuk dan sepertinya membangunkan istri dan anaknya yang sedang tidur.

Wus!

Bam!

Pria botak itu menyeringai, mendengar Rahengga berusaha bangkit untuk menghentikan kedua rekannya.

"Akhh..." Rahengga kesakitan. Kekuatan pria botak itu jauh di atasnya.

"Hahah, bukankah aku sudah bilang? Hanya mengandalkan kekuatanmu saja memangnya bisa apa?" Pria botak itu menyindir. "Lebih baik kamu diam saja dan biarkan kedua temanku mengambil apa yang seharusnya kami ambil. Dengan begitu, kamu akan tetap hidup."

Rahengga menggeretakkan giginya, berusaha bangkit. Namun, pria botak itu kembali menghantamnya hingga tubuhnya terlempar masuk, menghantam meja yang ada di dalam.

"Su-suamiku..."

Seorang wanita, Danira, terkejut melihat suaminya. Ia baru saja dikejutkan oleh dua sosok yang menerobos kamar, dan ia bergegas lari keluar sambil menggendong putranya untuk mencari suami. Kini, ia melihat suaminya terlempar masuk dari pintu depan.

"Ibu..."

Anak berusia lima tahun itu ketakutan, menangis melihat wajah menyeramkan para perampok.

"Kalian bajingan! Aku akan membunuh kalian semua!"

Melihat istri dan putranya ketakutan, Rahengga langsung bangkit, hendak menerjang kedua orang tersebut.

"Lestari! Cepat pergi dan bawa Rayan lari dari sini!"

Bam!

"Dasar sampah, masih ingin melawan rupanya." Pria botak kembali menghantam tubuh Rahengga.

"Akhhh... ap-apa yang kalian lakukan? Siapa kalian sebenarnya? Kenapa kalian masuk dan memukuli suamiku?" Danira histeris. Ia segera menghampiri suaminya, tanpa sadar melepaskan genggaman tangan putranya yang ketakutan.

"Ckck... Aku tidak menyangka ada sosok wanita cantik di desa ini," lirih pria botak, matanya penuh nafsu melihat Danira.

"Uhuk! Hiks hiks... Su-suamiku, ap-apakah kamu baik-baik saja?" Air mata mengalir deras melihat keadaan suaminya yang penuh luka.

"La-lari! Cepat lari!" Dengan sisa kesadarannya, Rahengga berusaha bangkit dan menyuruh istri dan anaknya lari.

"Tidak! Apa yang kamu katakan? Bagaimana mungkin aku meninggalkanmu?" Danira tidak tahu harus berbuat apa. Kejadian ini terlalu mengejutkan dirinya.

Pria botak itu geram. "Masih tidak tahu diri? Bunuh dia!" Ia memerintahkan kedua rekannya.

"Tidak! Tidak! Kalian mau apa?!" Danira berusaha melindungi suaminya melihat dua orang itu mendekat dengan seringai.

"Lariiiiii!"

Dengan sekuat tenaga, Rahengga mendorong istrinya menjauh dan menerjang kedua orang itu.

Bam! Bam! Bam!

Beberapa serangan saling beradu, namun pada akhirnya, Rahengga terkena sabetan kapak di kepalanya oleh salah satu dari mereka. Darah langsung mengucur deras. Teriakan histeris Danira menggema.

"Akhhh.... Tidak........."

Plak! Sebuah tamparan keras dari pria botak membuat kesadaran Danira langsung hilang.

"Ckckck... Sungguh wanita yang cantik." Pria botak itu meneteskan air liur melihat tubuh Danira dalam balutan baju tidurnya.

"Kalian berdua, cepat ambil semua benda berharga di dalam rumah ini. Aku akan bermain dengan wanita ini sebentar," ucap pria botak itu, langsung mengangkat tubuh Danira .

"Bagaimana dengan bocah itu?" tanya salah satu rekannya. Pria botak itu menoleh ke arah sudut ruangan, mendapati sosok bocah lima tahun, Rayan, berdiri terpaku, seolah linglung menyaksikan semua yang terjadi.

"Bodoh! Kenapa harus bertanya lagi?" geram pria botak itu. Ia adalah salah satu pemimpin dari organisasi gelap, datang ke desa itu bersama seratus bawahannya untuk merampok.

Usai berkata, pria botak itu langsung membawa tubuh Danira ke dalam kamar. Satu orang berjalan mendekati Danira, sementara yang lain menggeledah barang berharga.

Swusssss!

Sebuah kabut putih tiba-tiba menyelimuti rumah itu, diiringi suara misterius.

"AKU TIDAK BERHARAP DI ZAMAN INI MASIH ADA MANUSIA TAK BERMORAL SEPERTI KALIAN!"

Suara itu penuh hawa dingin menyengat, membuat kedua pria perampok itu langsung terdiam, menggigil ketakutan. Tiba-tiba, sosok pria tua muncul, bagai hantu.

"Si-siapa kamu?" Salah satu dari pria itu bertanya, gemetar.

Pria tua itu hanya menatap mereka datar. Lalu, ia mengibaskan tangannya sembari berkata,

"Pergilah."

Wus!

"Kamu—!"

Bruuuss!

Tanpa sempat bereaksi, kedua pria itu langsung berubah menjadi kabut darah.

"Akhhh..."

Teriakan seorang wanita terdengar dari dalam kamar, membuat pria tua itu langsung menghilang.

Pria botak yang sedang menindih tubuh Danira sambil mencekiknya (karena Danira baru saja tersadar dan terus meronta) pria botak itu mencekik lestari hingga tak bernapas lagi, tetapi bejatnya dia justru masih memaju mundurkan sesuatu di bawah sana dalam ke adaan Danira yang tak bernafas lagi,

"TERNYATA MASIH ADA DI JAMAN INI MANUSIA YANG LEBIH BEJAT DARI PADA BINATANG "

Pria botak itu langsung terkejut dengan kemunculan tiba-tiba pria tua tersebut,

"Si-siapa kamu"

Wus!

Tanpa menjawab, pria tua itu mengibaskan tangannya. Dan Pria botak tersbeut langsung terlempar menghantam dinding dan tewas seketika.

Bruk!

Pria tua itu melirik sekilas ke arah Danira yang terbaring tak bernyawa,"Sayang sekali, takdirnya terlalu kuat."

Mendapati wanita itu telah mati, pria tua itu kembali menghilang dan muncul di hadapan Rayan, bocah lima tahun yang masih berdiri linglung.

"Bocah yang malang."

"Tapi kamu memiliki tubuh bawaan yang selama ini aku cari."

"Hm... Sepertinya Sang Pencipta Alam memberiku keberuntungan." lirihnya.

1
Jujun Adnin
lanjut
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!