Anara Bella seorang gadis yang mandiri dan baik hati. Ia tak sengaja di pertemukan dengan seorang pria amnesia yang tengah mengalami kecelakaan, pertemuan itu malah menghantarkan mereka pada suatu ikatan pernikahan yang tidak terduga. Mereka mulai membangun kehidupan bersama, dan Anara mulai mengembangkan perasaan cinta terhadap Alvian.
Di saat rasa cinta tumbuh di hati keduanya, pria itu mengalami kejadian yang membuat ingatan aslinya kembali, melupakan ingatan indah kebersamaannya dengan Anara dan hanya sedikit menyisakan kebencian untuk gadis itu.
Bagaimana bisa ada rasa benci?
Akankah Anara memperjuangkan cintanya?
Berhasil atau berakhir!
Mari kita lanjutkan cerita ini untuk menemukan jawabannya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mama eNdut, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hal Kecil
Tok tok tok.
Ketukan di pintu kembali terdengar karena tak kunjung ada sahutan dari dalam. Seorang gadis yang sudah cukup lama berdiri di depan pintu mulai menggerutu, ia memainkan ponselnya mencoba untuk menghubungi seseorang, namun tak lekas juga di angkat. Gadis itu adalah Lia teman kerja Nara di toko roti.
Ceklek
"Ihhh, kamu lama banget sih bukain pintunya", seru Lia dengan mendudukkan dirinya di kursi ruang tamu saat Nara sudah menghampirinya.
"Iya maaf, tadi lagi nyuci piring dibelakang", jawab Nara yang ikut duduk di depan Lia.
"Kamu belum mandi ya Nar, kok masih pake baju semalem, jorok ah".
"Hehe, iya belum, lagian hari minggu buat santai, libur kerja juga, buat rebahan dirumah". Nara menghela nafasnya yang tiba-tiba mengingat kejadian semalam. "Huh, padahal gara-gara kejadian semalem, aku sampai gak bersih-bersih badan", gumam Nara dalam hati.
"Tuh kan bener, enggak kamu enggak Joy, lupa kan kalau kita dah janjian mau pergi hari ini", ucap Lia dengan nada yang kesal. Rutinitas bagi ketiga orang itu setelah menerima gaji mereka pasti akan belanja bulanan, sekalian keliling-keliling cuci mata disebuah pusat perbelanjaan.
"Eh iya, maaf aku lupa Li. Ya udah aku mandi dulu. Kamu tunggu sebentar ya, kalau mau minum ambil dibelakang sendiri", ucap Nara seraya bangkit dari duduknya , berjalan menuju kamar, mengambil baju ganti.
"Iya-iya, selalu begitu".
Di dalam kamar, Nara menjumpai Vian yang ternyata berada di sana. Tanpa meminta izin yang punya kamar, lelaki itu tengah tidur meringkuk memeluk guling. Mungkin karena pengaruh obat membuat Vian mengantuk dan akhirnya tertidur. Namun Nara tidak mempermasalahkannya karena Vian sekarang adalah suaminya, kamarnya milik Vian juga. Nara mengambil selimut dan menyelimuti bagian kaki Vian sampai ke batas perutnya. Setelah itu ia bergegas mengambil pakaian ganti dan menuju kamar mandi. Sebenarnya Nara merasa lelah dan mengantuk, tetapi karena Lia sudah sampai di rumahnya ya mau bagaimana lagi, tidak enak hati untuk membatalkan janjinya semalam.
Sambil menunggu Nara, Lia menggunakan ponselnya untuk bercermin, mematut riasannya, memoles kembali lipstik pada bibirnya hingga terlihat begitu berminyak. Setelah di rasa penampilannya sempurna Lia mulai menggunakan ponselnya untuk mengambil gambar dirinya. Selfi adalah salah satu kebiasaan gadis itu, di manapun berada pasti ia selalu menyempatkan diri untuk mengambil gambar dan mengabadikan momen tersebut ke laman media sosialnya. Namun sebelum itu ia pasti akan memilih foto gambarnya yang paling bagus dan mengeditnya sedemikian rupa.
"Lah, rambut aku kok berantakan sih sebelah sini?", ucap Lia saat melihat foto yang di pilihnya.
Gadis itu lantas meletakkan ponselnya dan meraih tas selempang yang ia pakai, mecari-cari sisir tapi tak ada. Lia memutuskan untuk meminjam sisir pada Nara.
"Nara, aku pinjem sisir ya", ucap Lia cukup keras dari depan kamar mandi.
"Iya, ada di atas meja kamar Li, biasa", jawab Nara. "Ehh.. tunggu Li, biar aku ambilkan", panik Nara saat teringat ada Vian di kamarnya. Tak mendengar jawaban dari Lia karena gadis itu keburu pergi, Nara bergegas memakai pakaiannya, karena ia memang telah selesai mandi saat Lia memanggilnya.
Ceklek
Lia membuka pintu kamar, saat gadis itu hendak melangkahkan kakinya masuk ia di hentikan dengan pemandangan yang luar biasa indah menurutnya, bahkan gadis itu sampai berdiri mematung diambang pintu dengan mata yang tak berkedip. Lia melihat seorang lelaki tampan, dengan rambut yang acak-acakan tengah duduk bersandar di kepala ranjang, dia adalah Vian yang ternyata sudah bangun dari tidurnya. Dahi Vian berkerut, ia bingung melihat gadis lain berada di kamarnya, apalagi gadis itu terlihat aneh karena terus menatapnya dengan intens.
"Kamu siapa?".
"Haaaaaaa Nara, ada cowok dikamar kamu, ganteng banget", tiba-tiba Lia berteriak keras sambil memegangi kedua pipinya yang merona.
"Stttttt, jangan teriak-teriak gitu", ucap Nara yang ternyata sudah berdiri di belakang Lia, gadis itu sempat membekap mulut Lia namun segera ia lepas kembali.
"Maaf Nar, tapi itu siapa ganteng banget?", tanya Lia masih dengan kekagumannya. Lia berbicara pada Nara namun tatapannya terus tertuju pada Vian, seperti tidak ada objek lain yang menarik selain lelaki itu.
"Kamu tunggu diluar dulu ya, nanti aku ceritain semuanya ke kamu", kata Nara sambil mendorong pelan punggung Lia. Dengan berat hati gadis itu menuruti ucapan Nara dan berlalu ke ruang tamu. Selepas kepergian Lia, Nara mendekati Vian yang masih duduk di atas ranjangnya.
"Dia temanku Mas", jelas Nara sebelum Vian bertanya. Vian pun menanggapi dengan mengangguk.
Sekarang disinilah mereka sekarang, duduk bertiga diruang tamu. Nara sudah menceritakan semuanya kepada Lia tanpa ada hal yang ia tutupi.
"Jadi cowok ganteng itu suami kamu Nar. Ahh, beruntungnya kamu punya suami gantengnya kebangetan kaya gitu, aku juga mau", ucap Lia sambil mengerucutkan bibirnya. Nara hanya menanggapinya dengan tersenyum, sedangkan Vian hanya diam tanpa ekspresi, jika ada pertanyaan yang dilontarkan Lia kepadanya pun hanya di jawab seadanya, ya dan tidak.
"Ya udah yuk Li, keburu siang ini, takutnya Joy udah berangkat ke sana", ucap Nara yang kemudian di anggukki oleh Lia.
Tak lupa Nara juga berpamitan kepada Vian. "Mas, aku pergi dulu ya sama Lia, mau beli keperluan untuk di rumah", ucap Nara sambil mengulurkan tangannya kepada Vian. Maksud hati Nara ingin menyalami tangan suaminya tetapi di tanggapi lain oleh lelaki itu. Vian yang mengartikan hal lain segera bangkit dari duduknya dan masuk ke kamar. Nara sedikit sakit hati saat uluran tangannya tak di tanggapi, ia pun menarik tangannya kembali.
"Tampan sih tampan tapi kok nyebelin ya? Udah ngomong ngirit, cuek, dingin, ih jahat banget , kasian Nara", batin Lia dalam hati sambil melihat wajah Nara yang sendu.
Saat kedua gadis itu akan melangkah keluar, langkah Nara terhenti ketika mendengar namanya dipanggil. Ia menengok, tampak Vian tengah berjalan ke arahnya sambil mengulurkan tangannya menyerahkan sebuah kartu.
"Kartu itu warna hitam, apa itu kartu yang sering di sebut Black Card?", Monolog Lia saat melihatnya.
"Apa ini dan untuk apa?", tanya Nara.
"Untuk belanja bulanan kamu, maaf tadi aku lupa tak memberimu sampai kamu harus memintanya".
Sekarang Nara mengerti kenapa Vian tadi langsung masuk kamar tanpa menyambut uluran tangannya.
"Hah, jadi kamu kira aku tadi meminta uang padamu, ha ha ha?", tanya Nara dengan tawa.
"Ya, memang begitu kan apa salah?",ucap Vian bingung.
Tanpa menjawab Nara lalu meraih tangan Vian lalu mencium punggung tangannya.
"Bukankah kita harus memulainya dari hal-hal kecil", ucap Nara sembari tersenyum manis ke arah Vian. Lelaki itu masih diam, mencoba mencerna apa yang sedang terjadi.
"Ah ya, maafkan aku, aku tidak mengerti tadi", ucapnya sedikit gugup.
Di samping itu, Lia yang melihat interaksi kedua pasangan itu hanya bisa menggigit bibir bawahnya, ia juga menginginkannya. Sudah lama ia ingin menikah tetapi setiap kali ia berpacaran harus kandas di tengah jalan karena keyakinan yang berbeda. Pernah dia berpikir untuk mencari orang bule untuk di pacarinya tetapi karena keterbatasan bahasa ia urung melakukannya.
"Ya udah, aku berangkat ya Mas, kamu hati-hati di rumah".
"Iya kamu juga. Kamu gunakan kartu itu untuk belanja, tolong sekalian belikan aku ponsel",ucap Vian dan dijawab anggukkan kepala serta senyuman oleh Nara. Tidak lupa Vian memberi tahu Nara pin password dari kartu itu menurut catatan yang ia temukan di dalam kardus kemarin.
Nara memakai celana jeans dan kaos lengan panjang serta tak lupa tas gendong kecil di punggungnya. Setelah semua siap ia dan Lia melajukan kendaraanya ke sebuah mall terbesar di kota J, mereka menggunakan kendaraan masing-masing, karena setelah dari Mall mereka akan pulang sendiri-sendiri. Sesampainya di sana, ditempat yang mereka janjikan untuk bertemu sebelumnya, mereka belum menjumpai Joy dan berniat untuk menunggunya. Lia kembali berdecak sebal, sahabatnya satu itu memang terkenal lambat dalam hal tepat waktu.
"Ih, tu kan Joy belum juga datang, ngaret memang", seru Lia yang memang sudah cukup lama menunggu kedatangan Joy yang tak kunjung tiba.
"Tunggu sebentar lagi, mungkin terjebak macet", ucap Nara menenangkan sambil memainkan ponselnya, gadis itu tengah melihat harga-harga ponsel di laman pencariannya.
"Ini udah setengah jam Nara".
Cukup lama menunggu akhirnya Joy tiba dengan cengiran khas yang selalu ia tampilkan jika melihat wajah kesal teman-temannya karena terlalu lama menunggunya. Tanpa membuang waktu lebih lama lagi, mereka lalu pergi menuju tempat dimana barang-barang yang akan mereka beli berada.Tujuan pertama adalah keperluan pribadi mereka, seperti perlengkapan mandi, sabun cuci dan sebagainya, tak lupa Nara juga membeli keperluan pribadi untuk Vian. Semua barang yang di perlukan telah masuk ke dalam keranjang belanjaan mereka, tak lupa Nara juga pergi ke gerai ponsel dengan di temani oleh kedua sahabatnya. Setelah perburuan barang-barang diskon selesai, Joy mengajak Nara dan Lia untuk menonton film terlebih dahulu sebelum pulang dan disetujui oleh Lia tetapi tidak dengan Nara. Gadis itu menolak lantaran ia ingat dirinya sudah ada suami di rumah. Ia sudah mempunyai tanggung jawab sebagai istri, tidak bisa sebebas dulu lagi.