Cahaya adalah gadis yatim piatu yang memiliki adik perempuan bernama Syila, mereka di rawat oleh pamannya setelah kedua orang tuanya meninggal. Cahaya berjanji kepada adiknya untuk terus bersamanya, bahkan jika ia dijodohkan pun akan berusaha melawan.
Suatu ketika pamannya sedang dililit hutang dan tidak mampu membayarnya, akhirnya Cahaya yang di jadikan tebusan hutang tersebut. Ia dijodohkan dengan Zeyyan yang memiliki cacat fisik yaitu kelumpuhan, serta bersifat dingin. Syila sangat kecewa karena Cahaya mengingkari janjinya.
Cahaya mencoba untuk tetap tegar menerima kenyataan ini dan bersikap baik serta sabar, ia berharap suaminya bisa mengizinkan adiknya tinggal bersamanya, agar ia bisa memenuhi janjinya. Zeyyan sedikit terempati setelah tahu latar belakang kehidupan Cahaya, dan juga karena kesabarannya untuk mengurus dirinya.
Namun suatu hari, tunangan Zeyyan hadir kembali setelah menghianatinya dan membuatnya terpuruk selama ini dan berusaha merusak rumah tangga mereka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aryani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tiba-tiba dijodohkan
Malam yang begitu tenang dan cerah bertabur bintang, sinar rembulan bersinar terang mengiringi keindahan suasana rumah dimalam hari, sayup-sayup terdengar suara perbincangan adik kakak yang sedang asik bercerita di kamarnya, namun suasana hangat itu berubah menjadi dingin seperti cuaca malam ini.
"Seandainya ayah dan ibu masih hidup, kita tidak akan hidup seperti ini." Kata Syila sambil memanyunkan bibirnya.
"Sabar, kakak ada disini bersamamu." Kata Cahaya sambil menggenggam kedua tangan adiknya.
"Tapi aku takut, Kak." Kata Syila.
"Takut apa?" Tanya Cahaya.
"Usia Kakak sudah 20 tahun, bagaimana jika nanti paman menjodohkanmu." Jawab Syila.
"Setelah Kakak menikah, Kakak pasti ikut suami dan aku sendirian disini." Lanjut Syila.
"Kamu ini bicara apa, kakak sudah berjanji sama ayah dan ibu untuk menjagamu." Kata Cahaya sambil mengelus pipi adiknya.
"Mana mungkin aku meninggalkanmu sendiri." Lanjut Cahaya.
"Janji ya." Kata Syila sambil mengangkat jari kelingkingnya.
"Iya." Kata Cahaya sambil menautkan jari kelingkingnya dengan adiknya.
"Ayo tidur, sudah malam! Besok harus sekolah." Kata Cahaya sambil mengusap kepala adiknya, namun Syila hanya diam sambil menunduk sedih.
"Ada apa?" Tanya Cahaya heran.
"Aku ingin pindah sekolah, Kak." Jawab Syila masih dalam posisi yang sama.
"Kenapa?" Tanya Cahaya.
"Aku sering dibuli di sekolah, disini juga begitu. Rasanya aku tidak betah jika terus tinggal disini, Kak." Jawab Syila sambil menatap sedih kakaknya.
"Ayo kita pergi dari sini, Kak!" Lanjut Syila sambil berkaca-kaca.
"Syila." Kata Cahaya sambil memeluk adiknya.
"Jangan menangis, kakak akan selalu bersamamu." Kata Cahaya menenangkan adiknya yang menangis didalam pelukannya.
"Kakak akan bekerja keras agar mendapatkan uang untuk cari kontrakan dan pergi dari sini, meski harus melawan paman dan bibi. Demi memenuhi janji Kakak kepada almarhum ayah dan ibu untuk menjagamu." Batin Cahaya sambil mengusap lembut kepala adiknya.
.....
Disisi lain, Aryo yang merupakan paman dari Cahaya sedang menelepon seseorang, mereka sedang membicarakan soal hutang.
"Bagaimana jika saya menawarkan keponakan saya saja, Pak? Saya benar-benar belum punya uang." Kata Aryo
"Apa? Kamu ingin menjual keponakanmu sendiri." Kata seseorang ditelepon dengan nada sedikit tinggi.
"Bukan begitu maksud saya, Pak." Kata Aryo panik.
"Begini, saya sarankan putra bapak itu dinikahkan agar ada yang mengurusnya, sekaligus menyembuhkan luka batinnya. Keponakan saya ini sangat baik, cantik, sabar, dan penyayang. Saya yakin jika keponakan saya ini bisa membantu penyembuhan putra Bapak." Jelas Aryo.
"Lagi pula dia anak yatim piatu dan saya sendiri agak kesulitan untuk menafkainya dalam kondisi seperti ini. Saya merasa bersalah kepada orang tuanya karena tidak bisa mengurusnya dengan baik. Jika keponakan saya menjadi menantu bapak, maka dia mendapatkan kehidupan yang layak. Begitu, Pak." Lanjut Aryo.
Tak ada jawaban dari sana, Aryo semakin cemas jika rencananya akan gagal.
"Kalau begitu bawa dia padaku, aku ingin melihatnya besok." Kata orang tersebut setelah diam beberapa saat.
"Baik, Pak." Kata Aryo sambil bernafas lega, kemudian memutuskan panggilannya.
"Ternyata tidak sesulit yang aku kira." Kata Aryo sambil tersenyum licik.
.....
Cahaya sedang bersiap-siap untuk berangkat bekerja, sambil berdiri didepan cermin ia merapikan jilbabnya. Hari ini ia begitu bersemangat mengingat janjinya kepada adiknya tadi malam, namun baru saja ia keluar kamar, langkahnya dihentikan oleh pamannya.
"Cahaya, hari ini kamu gak usah kerja. Kamu ikut aku saja." Kata Aryo.
"Kemana, paman?" Tanya Cahaya.
"Sudah ikut saja."
"Ada apa ini, pasti paman menginginkan sesuatu." Kata Cahaya didalam hati merasa curiga.
"Maaf Paman aku tidak bisa, aku akan berangkat sekarang." Kata Cahaya kemudian melanjutkan langkahnya.
"Kamu ingin melawan." Kata Aryo dengan nada sedikit tinggi.
"Cahaya, kamu gak usah kerja lagi. Pamanmu sudah mencarikan tempat tinggal dan kehidupan yang layak buat kamu." Kata Sita tiba-tiba datang yang merupakan bibinya.
"Maksud Bibi apa?" Tanya Cahaya sambil menyipit keheranan.
"Pamanmu sudah memilihkan calon suami yang akan merubah hidupmu." Jawab Sita sambil tersenyum.
"Apa!" Kata Cahaya terkejut.
"Aku." Kata Cahaya tidak melanjutkan kata-katanya karena dipotong oleh Aryo.
"Sudah jangan membantah! Kamu ikut aku sekarang!" Kata Aryo sambil ingin menarik tangan Cahaya, namun Cahaya menghindarinya.
"Tidak, maaf aku belum siap menikah dan aku akan cari sendiri calon suami untukku." Kata Cahaya kemudian bergegas meninggalkan paman dan bibinya.
"Cahaya, berhenti!" Teriak Aryo namun tidak diguris oleh Cahaya.
"Jika kamu melawan, maka adikmu yang akan jadi penggantinya." Kata Sita dengan nada sedikit tinggi yang seketika berhasil menghentikan langkah Cahaya.
"Bibik bicara apa? Syila masih SMA, Bik." Kata Cahaya dengan nada sedikit tinggi.
"Jika begitu jangan membantah atau Syila yang akan jadi penggantinya." Kata Sita.
"Dan jangan coba-coba untuk melarikan diri, atau kau akan menerima akibatnya sendiri." Kata Aryo sambil menunjuk Cahaya.
"Kalian mengancamku, aku sama sekali tidak takut." Kata Cahaya tidak mau kalah.
"Oh, berani melawan kamu ya. Apa kamu lupa dimana kamu tinggal, dan siapa yang memberimu makan setiap hari, membiayai sekolah adikmu. Begini caramu berterima kasih kepada kami, hah." Kata Sita.
"Bukan begitu, tapi." Kata Cahaya tidak melanjutkan kata-katanya karena dipotong oleh Aryo.
"Sudah cukup, jangan membantah, aku tidak ingin mendengar apa pun lagi." Kata Aryo.
"Ya Allah apa yang harus aku lalukan." Kata Cahaya didalam hati.
"Tunggu apa lagi, ayo pergi!" Kata Aryo.
"Iya." Kata Cahaya pasrah.
Dengan langkah berat Cahaya mengikuti pamannya, ia tidak menyangka ketakutan adiknya benar-benar akan terjadi. Entah bagaimana jika adiknya tahu tentang ini, sedangkan Cahaya sendiri tidak bisa berbuat apa-apa untuk menolaknya. Disepanjang perjalanan ia hanya diam sambil melihat keluar dari jendela mobil.
"Ingat ya, bicara yang baik dan sopan. Jangan lupa tersenyum, dan jangan menunjukkan keterpaksaan." Kata Aryo kepada Cahaya, namun tidak dijawab.
.....
Dikediaman keluarga Permana terlihat seorang pria muda tampan yang duduk dikursi roda, sudah lengkap dengan seragam kantornya bersama dengan asistennya, yang mendorong kursi rodaya keluar dari kamarnya. Baru sampai di ruang tamu, ternyata ibunya sudah menunggunya.
"Zeyyan, kamu mau berangkat kekantor?" Tanya Riana sambil berjalan mendekati putranya.
"Iya, Ma." Jawab Zeyyan datar.
"Bisakah untuk hari ini kamu tetap di rumah." Kata Riana lembut.
"Tidak." Kata Zeyyan sambil menoleh kearah ibunya sebentar.
"Ayo, Fan!" Kata Zeyyan kepada asistennya untuk kembali mendorong kursi rodanya.
"Baik, Tuan." Kata Efan mematuhi perintah bosnya.
"Tapi, Zeyyan." Kata Riana ingin menghentikan Zeyyan, namun tidak direspon sama sekali.
"Huft." Riana menghela nafas kerena sikap putranya itu.
"Zeyyan sudah berangkat, Ma?" Tanya Endra yang merupakan suaminya Riana.
"Sudah, Pa." Jawab Riana.
"Apa Papa yakin untuk menikahkan Zeyyan?" Tanya Riana ragu, sambil menatap sendu kepada suaminya.
"Ya kita lihat dulu seperti apa gadis itu." Jawab Endra sambil terseyum.
.....
Setelah sampai di sekolah Syila tidak langsung masuk, melainkan ia hanya berdiri didepan pintu gerbang. Mengingat dirinya sering dibuli di sekolah ia ragu ingin masuk kesana, jika bukan teringat akan kakaknya ia sangat malas untuk bersekolah. Setelah cukup lama berdiri, Syila menarik nafas panjang dan mulai melangkahkan kakinya untuk memasuki sekolah tersebut. Dan benar saja ia sudah ditunggu oleh tiga mahasiswa di depan kelas, yang biasa meminta uang kepadanya.
Bersambung.....
gak yach???
lanjut thor ceritanya
di tunggu double up nya