karna dalam pengaruh obat, membuat Ameena terpaksa menghabiskan malam dengan pria asing yang tidak dikenalnya.
Pria itu adalah Satria Wijaya, seorang kurir paket yang kebetulan akan mengantarkan barang ke hotel tempat Ameena menginap.
Kehidupan Ameena setelah malam itu berubah 180 derajat. Ameena terpaksa menikah dengan Satria karna telah tumbuh kehidupan baru dalam rahimnya.
Bagaimana kisah selanjutnya? ikuti terus kisah Ameena dan Satria ya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alisha Chanel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hidup Baru
"Jamu untuk apa?" dahi Ameena mengkerut.
"Jamu untuk itu loh kak, supaya berdirinya lama." Melati mengacungkan jari telunjuknya sebagai isyarat.
"Sepertinya Melati sudah salah paham." Ameena menggigit bibir bawahnya agar tawanya tidak pecah.
"Melati berapa usiamu?" tanya Ameena kemudian.
"19 tahun kak." jawab Melati.
"Usiamu masih sangat muda, kenapa kau tahu hal seperti itu? Apa kau pernah melakukannya dengan pacarmu?" goda Ameena yang sangat tahu pergaulan anak muda zaman sekarang.
"Tidak! Mana mungkin aku melakukan hal itu! Lagi pula aku tidak punya pacar!" kilah Melati dengan wajah yang sudah merona merah.
"Apa iya..." sengaja Ameena sembari menyenggol bahu Melati dengan bahunya.
"Mama benar tante, mama tidak punya pacar. Tapi mama punya cowok yang mama suka." Anisa ikut bicara.
"Anisa, tante akan membantumu mengerjakan PR, tapi kau harus beritahu tante dulu siapa pria yang mama Melati suka." bujuk Ameena.
"Anisa sttt!" Melati menaruh jari telunjuknya di atas bibir sebagai isyarat agar Anisa diam.
"Cowok yang mama suka adalah papa." beritahu Anisa dengan wajah polosnya. Melati yang merasa gemas dengan tingkah sang keponakan yang tidak bisa menjaga rahasia, hanya bisa menepuk jidatnya saja.
"Papa? Maksudmu papa Satria?" Ameena menegaskan.
"Iya tante." Anisa menganggukan kepalanya sebagai jawaban.
"Gak mungkin ah! Melati dan Satriakan adik kakak, mana mungkin Melati menyukai kakaknya sendiri?" Ameena menatap ke arah Melati tajam, menuntut penjelasan lewat sorot mata itu.
"Jangan dengarkan Anisa kak, dia itu cuma anak kecil. Suka bicara sembarangan." kilah Melati yang merasa terpojokan.
"Mungkin maksud Anisa adalah, aku menyukai tipe pria seperti kak Satria, dan aku berharap suatu saat nanti bisa memiliki suami seperti kak Satria. Wajarkan kalau seorang adik mengidolakan kakaknya sendiri." Melati beralasan sebelum Ameena semakin curiga.
Dahulu Satria memang amin Melati yang paling keras, tapi setelah Satria menikah pria itu menjadi ikhlas Melati yang paling tulus.
"Ya, kau benar juga." Dirasa jawaban Melati cukup masuk akal, Ameena pun tak mau ambil pusing.
Huhf!
Melati menghembuskan nafas lega karna Ameena percaya begitu saja dengan ucapannya.
"Melati, PR Anisa ini sangat mudah, masa kau tidak bisa membantunya?" Ameena mengambil buku PR Anisa dari tangan Melati, kemudian mulai membacanya.
"Begitu ya kak? Tapi orang-orang di kampung ini memang tidak ada yang bisa bahasa Inggris, termasuk aku. Bagiku soal-soal ini sangat sulit." ucap Melati.
"Begitu ya," Ameena tampak sedang berpikir keras.
"Melati, maukah kau membantu aku?" tanya Ameena antusias.
"Membantu apa kakak ipar?" Melati menjawab pertanyaan Ameena dengan pertanyaan pula.
"Mulai besok kau harus mengumpulkan anak-anak di kampung kita di rumah ini? Kakak akan mengajari kalian bahasa Inggris."
Ameena yang memiliki jiwa sosial tinggi, timbul keinginan untuk mengajari para warga di sini bahasa Inggris khususnya anak-anak.
"Tentu saja bisa kak." Melati tak kalah antusias dengan Ameena.
***
Keesokan harinya...
Ameena memiliki kesibukan baru sekarang.
Selain harus mengerjakan pekerjaan rumah seperti mencuci baju, beres-beres rumah dan memasak seperti ibu rumah tangga pada umumnya.
Setiap sorenya Ameena akan disibukan mengajar bahasa Inggris pada anak-anak di desa tersebut, bahkan Ameena membebaskan juga bagi para orang tua yang mau ikut belajar dengan anak-anak mereka.
Dalam waktu beberapa bulan saja, murid-murid Ameena sudah sangat banyak. Bahkan Satria sudah membangun ruangan khusus agar Ameena bisa mengajar lebih nyaman sebagai bentuk dukungan untuk sang istri.
"Ameena ingat kau itu sedang hamil, jangan terlalu lelah." peringati Satria sembari memijat kaki Ameena yang sedikit membengkak karna epek kehamilannya.
"Aku tidak lelah Satria, kalau aku hanya diam saja justru badanku akan sakit-sakit." balas Ameena.
"Terserah kau saja, asal kau selalu ingat untuk menjaga calon bayi kita dengan baik." Satria mengelus lembut perut Ameena yang sudah mulai bervolume.
"Tentu saja, aku akan menjaga calon bayi kita lebih dari aku menjaga diriku sendiri." Ameena tersenyum manis.
"Semangatmu sangat besar ya, apa kau masih memiliki semangat untuk suamimu ini? Sudah lama kita tidak..." Satria memasang wajah memelas.
"Aduh, jangan sekarang ya suamiku. Malam ini aku ingin tidur cepat karna besok Jessy akan datang, Jessy bilang dia akan membawa alat tulis dan buku pelajaran secara gratis untuk anak-anak di desa ini." ujar Ameena.
"Baiklah, kali ini aku biarkan kau lolos. Tapi tidak untuk besok!" Satria tidak tega melihat wajah lelah sang istri.
"Tidurlah," Satria berbaring di atas ranjang, kemudian meminta Ameena untuk menjadikan lengannya sebagai bantalan. Ameena menuruti keinginan Satria dengan senang hati.
"Terima kasih ya suamiku," Ameena membelai wajah tampan Satria dengan lembut.
"Terima kasih untuk apa?" Satria menundukan wajahnya agar bisa melihat wajah cantik sang istri dengan lebih jelas.
"Untuk segalanya."
"Kau tahu Satria? Awalnya aku sempat takut memulai hidup baru denganmu. Tapi ternyata segalanya berjalan lebih indah dari yang aku harapkan. Hidup denganmu, ternyata tidak seburuk yang aku bayangkan." Ameena membenamkan wajahnya di ceruk leher sang suami. Satria mengelus kepala Ameena dengan sayang.
"Terima kasih juga sudah bertahan sampai sejauh ini."
Satria melihat perubahan yang begitu besar dalam diri Ameena. Ameena yang sebelumnya adalah seorang nona muda yang apa-apa serba dilayani. Kini harus melakukan semuanya sendiri.
"Aku tidak mungkin bertahan jika bukan karnamu. Kau adalah suami yang baik, tampan, bertanggung jawab dan jujur. Kau tidak akan pernah membohongiku kan Satria?"
Deg!
Satria berhenti mengelus kepala Ameena saat mendengar pertanyaan wanita cantik tersebut.
Satria merasa tercubit mendengar pertanyaan Ameena.
"Apa kau akan membenciku jika tahu yang sebenarnya Ameena?" batin Satria.
Bersambung.