Amrita Blanco merupakan gadis bangsawan dari tanah perkebunan Lunah milik keluarganya yang sedang bermasalah sebab ayahnya Blanco Frederick akan menjualnya kepada orang lain.
Blanco berniat menjual aset perkebunan Lunah kepada seorang pengusaha estate karena dia sedang mengalami masalah ekonomi yang sulit sehingga dia akan menjual tanah perkebunannya.
Hanya saja pengusaha itu lebih tertarik pada Amrita Blanco dan menginginkan adanya pernikahan dengan syarat dia akan membantu tanah perkebunan Lunah dan membelinya jika pernikahannya berjalan tiga bulan dengan Amrita Blanco.
Blanco terpaksa menyetujuinya dan memenuhi permintaan sang pengusaha kaya raya itu dengan menikahkan Amrita Blanco dan pengusaha itu.
Namun pengusaha estate itu terkenal dingin dan berhati kejam bahkan dia sangat misterius. Mampukah Amrita Blanco menjalani pernikahan paksa ini dengan pengusaha itu dan menyelamatkan tanah perkebunannya dari kebangkrutan.
Mari simak kisah ceritanya di setiap babnya, ya ?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reny Rizky Aryati, SE., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25 Tanggapan Denzzel
Amrita memandang ke arah Denzzel dengan sangat hati-hati, tangannya naik ke arah wajah laki-laki misterius itu.
Namun degup jantungnya berdebar keras ketika tangannya terarah naik ke atas wajah Denzzel yang terbungkus oleh kain hitam.
Keringat mulai jatuh bercucuran dari kening Amrita saat tangannya mengarah ke atas wajah Denzzel yang tertutupi oleh kain, sejenak dia menghentikan gerakan tangannya sembari menelan salivanya.
Amrita menata deburan hatinya yang berdetak kian tak menentu saat tangannya terhenti tepat di wajah Denzzel.
Tiba-tiba tangan Denzzel menangkap tangan milik Amrita sambil berkata.
"Apa yang kau inginkan ?" tanyanya dengan sorot mata tajam.
Amrita menarik tangannya dari genggaman tangan Denzzel namun dia tidak dapat melakukannya karena Denzzel menahannya sangat kuat.
"Sudah kukatakan bahwa aku tidak ingin wajahku dilihat oleh siapa-siapa", ucap Denzzel.
"Ti-tidak...", sahut Amrita.
"Tidak, apanya yang tidak ?" tanya Denzzel dengan sorot mata tajam.
"Tidak ada", sahut Amrita berusaha melepaskan genggaman tangannya dari Denzzel.
"Tidak apa, Amrita ?" tanya Denzzel yang beranjak bangun dari tempatnya berbaring lalu menatap tajam ke arah Amrita.
"Tidak ada, lepaskan aku, Lambert", sahut Amrita meronta-ronta berusaha melepaskan genggaman tangan Denzzel darinya.
"Sebelum kau mengatakan yang sebenarnya, aku tidak akan pernah melepaskan genggaman tanganku ini", ucap Denzzel.
"Aku berkata yang sebenarnya, apa yang ingin kau tanyakan lagi dariku", sahut Amrita mencoba menarik paksa tangannya dari Denzzel.
"Kau tidak mengatakan dengan benar, jangan bersikeras padaku, Amrita", ucap Denzzel.
"Apa maumu dan aku sudah mengatakan semuanya padamu, Lambert ?" kata Amrita.
"Tidak, kau belum mengatakan semuanya", ucap Denzzel yang masih menahan tangan Amrita kuat-kuat.
"Aku sudah mengatakannya padamu semua yang ingin aku katakan, apalagi yang kau ketahui dariku", kata Amrita.
"Karena kau belum mengatakannya maka aku akan menahanmu", ucap Denzzel.
"Jangan bertingkah yang tidak-tidak, Lambert !" kata Amrita.
"Apa ?!" ucap Denzzel dengan sorot mata menatap serius kepada Amrita.
"Apa maumu, Denzzel ?" kata Amrita mulai kesal.
"Tidak ada...", sahut Denzzel.
"Kalau begitu lepaskan aku", ucap Amrita.
"Melepaskanmu, tidak semudah itu aku akan melepaskanmu, sulit bagiku untuk melepaskanmu seperti nyawaku ini sangat sulit buatku hilangkan dari ragaku", kata Denzzel.
"Kau tidak bisa membedakan apapun selain memikirkan dirimu sendiri, Lambert", ucap Amrita.
"Ya, memang demikian adanya aku dan kau telah mengenalku, bagaimana aku sebenarnya", kata Denzzel.
"Yang kumaksudkan tolong lepaskan tanganmu dariku", sahut Amrita.
"Jika aku tidak menginginkannya maka kau juga tidak dapat melakukan apa-apa kepadaku, Amrita", ucap Denzzel.
"Aku hanya ingin berbaring tidur kembali, apakah itu salah", kata Amrita.
"Tidak, tidak salah sebab memang tidak ada yang perlu disalahkan dari semua ini", sahut Denzzel.
"Kalau begitu biarkan aku kembali tidur", ucap Amrita.
Denzzel masih menahan tangan Amrita seraya menatapnya tajam.
"Kumohon padamu, biarkan aku berbaring tidur", ucap Amrita memohon dengan iba.
Denzzel terdiam seraya memandang lurus kepada Amrita.
"Jujurlah...", ucapnya dengan nada menekan.
"Aku ingin tidur", sahut Amrita.
"Tidur...", ucap Denzzel sembari tertawa.
"Kenapa kau tertawa ?" tanya Amrita.
"Kau sangat lucu, Amrita", sahut Denzzel.
"Lucu ?!" ucap Amrita heran.
"Tadi aku tidur namun kau mengusik kenyamananku saat aku tidur dan pada aku telah terbangun, kau justru ingin tidur", sahut Denzzel yang masih menggenggam erat-erat tangan Amrita.
"Lantas ?" tanya Amrita.
"Lantas ?" tanya balik Denzzel.
"Ya, lalu bagaimana lagi ?" tanya Amrita.
Denzzel tertawa lirih seraya membuang muka.
"Dan kau masih bertanya padaku ?" tanyanya lalu memandang ke arah Amrita.
"Ya, aku harus bagaimana lagi sekarang ?" sahut Amrita seraya menaikkan kedua bahunya ke atas.
"Tidakkah kau sedikit bertanggung jawab atas perbuatanmu terhadapku, seharusnya kau tahu yang semestinya kau lakukan untukku", ucap Denzzel.
"Apa maksud perkataanmu itu, aku benar-benar tidak mengerti sama sekali ?" tanya Amrita heran.
"Kau tidak mengerti sama sekali ???" sahut Denzzel tertegun.
"Ya, aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan untukmu atas perkara kecil ini", ucap Amrita.
"Perkara kecil ini ?!" kata Denzzel.
"Kita tidak perlu membicarakan apa-apa lagi, sebaiknya kita tidur agar semua tenang", ucap Amrita.
"Tidur, katamu ???" sahut Denzzel.
Denzzel menarik tangan Amrita ketika perempuan itu hendak kembali tidur sehingga Amrita terpaksa menjerit.
"Auwh !" jerit Amrita saat Denzzel menarik tangannya.
"Bertanggung jawablah atas yang kau lakukan padaku dan kau tahu kalau aku tidak akan bisa tertidur lagi akibat kau bangunkan tadi", ucap Denzzel.
Amrita tertegun diam seraya menatap serius ke arah Denzzel sedangkan pikirannya mulai berpikir yang tidak-tidak, sepertinya dia mulai paham akan maksud ucapan suaminya itu.
"Terus terang aku tidak memiliki tujuan apa-apa padamu bahkan aku tidak mempunyai pikiran lainnya selain mengagumi bentuk tubuhmu yang menarik dilihat, menurutku", ucapnya.
"Tapi kau menginginkannya, bukan", sahut Denzzel.
"Maksudmu ?!" tanya Amrita semakin tak mengerti.
"Aku tahu kau sangat menginginkan diriku dalam dirimu lagi, tapi kau mengingkarinya seakan-akan kau tidak pernah membutuhkan hasrat seksualmu", sahut Denzzel.
"Kau benar-benar menyesakkan", ucap Amrita seraya mendorong dada Denzzel lalu menarik paksa tangannya.
Amrita segera menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut, kembali tidur tanpa memperdulikan lagi tentang Denzzel yang masih memperhatikan dirinya.
Istrinya itu bahkan tidak lagi berbicara pada Denzzel.
"Amrita...", ucap Denzzel merajuk. "Ayolah, Amrita !" sambungnya.
Namun Amrita sudah tidak memperdulikan dirinya lagi, tidak terdengar suara dari istrinya itu yang akan menjawab setiap ucapannya jika mereka berdebat.
Denzzel mencoba menarik paksa selimut yang menutupi tubuh Amrita, membangunkannya supaya Amrita berbicara lagi dengannya.
"Amrita...", ucapnya.
Denzzel masih teringat kalau Amrita sedang terkilir kakinya, dia mampu menahan hasrat seksualnya terhadap istrinya namun apa yang dia lakukan kali ini berbeda.
Ditariknya selimut dari atas tubuh Amrita lalu menimpa tubuhnya seraya menatap teduh.
"Kau tidak seharusnya membiarkanku sendirian dalam keadaan bangun, jika aku meminta pertanggung jawaban kepadamu semestinya kau memahaminya", ucap Denzzel.
Amrita membalas tatapan Denzzel dengan sorot mata sendu sembari berkata.
"Apa masalahnya sekarang ?" ucapnya.
"Dan kau masih tidak mengerti akan keinginanku terhadapmu, Amrita", kata Denzzel.
"Tidak, aku tidak mengerti", sahut Amrita.
"Aku berusaha menahan hasrat seksualku terhadapmu namun kau justru mengusik ketenanganku dengan menyentuh tubuhku", kata Denzzel tak terima.
Denzzel berkata dengan suara paraunya sembari menatap penuh hasrat.
"Tidakkah kau sadari bahwa tindakanmu itu telah membangkitkan hasrat seksualku kepadamu, semestinya kau memahaminya atau kau sengaja mempermainkan diriku", ucapnya.
"A-aku tidak bermaksud seperti itu...", sahut Amrita bingung akan respon Denzzel.
"Kenapa kau berpura-pura padaku, Amrita ?" ucap Denzzel yang masih menatap teduh ke arah Amrita di bawah tubuhnya.
"A-aku hanya mengagumi kegagahan tubuhmu karena badanmu yang molek telah menarik minatku kepadamu", sahut Amrita gugup.
Amrita terdiam sejenak kemudian berbicara dengan ekspresi wajah serius sembari menggerakkan kedua tangannya kesana kemari.
"Kuakui tubuhmu sangat seksi dan kau punya bentuk badan yang bagus, wajar jika aku menganguminya bahkan aku sangat menyukainya", jawabnya lugas tanpa basa-basi.
Amrita mengulum senyumannya sembari mengamati bentuk tubuh Denzzel yang terpampang nyata di hadapannya lalu melanjutkan ucapannya.
"Dan aku benar-benar mengatakan sejujurnya apa yang aku ucapkan adalah benar dan aku kagum padamu bahkan kau sangat memikat hati dengan bentuk tubuhmu yang seksi sempurna, Denzzel", ucapnya lagi.