Sebuah perjodohan membuat Infiera Falguni harus terjebak bersama dengan dosennya sendiri, Abimanyu. Dia menerima perjodohan itu hanya demi bisa melanjutkan pendidikannya.
Sikap Abimanyu yang acuh tak acuh membuat Infiera bertekad untuk tidak jatuh cinta pada dosennya yang galak itu. Namun, kehadiran masa lalu Abimanyu membuat Infiera kembali memikirkan hubungannya dengan pria itu.
Haruskah Infiera melepaskan Abimanyu untuk kembali pada masa lalunya atau mempertahankan hubungan yang sudah terikat dengan benang suci yang disebut pernikahan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kunay, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hukuman Dosen Galak
“Jika kalian hanya ingin tidur, lebih baik segera tinggalkan kelas ini!” Seorang dosen yang sedang mengajar berkata dengan nada yang dan
ekspresi wajah marah.
Infiera Falguni, gadis cantik yang berusia 21 tahun, yang memiliki lesung pipi, duduk seraya menumpukkan kedua tangannya di atas meja. Kepalanya diletakkan di atasnya. Dia tertidur saat jam pelajaran berlangsung.
Dosen yang sedang mengajar seketika terdiam saat matanya melihat sosok gadis itu. Suasana kalas semakin hening dan beberapa pasang mata melihat arah pandang sang dosen.
Bimo, teman yang duduk di sebelah Fiera menatap gugup dosennya yang menatap tajam gadis di sebelahnya. Dia menendang kaki Fiera supaya gadis itu terbangun. Namun, dia tidak berani mengeluarkan suaranya karena merasa
takut.
Infiera masih saja lelap dalam tidurnya, dia hanya
menggerakkan kepala sedikit.
Kesal, Bimo menendang kaki gadis itu dengan keras, membuatnya mengaduh sakit.
“Jangan ganggu, sedikit lagi!” gumamnya ambigu.
Riuh, semua mahasiswa terdengar menahan tawa saat mendengar gumaman Infiera. Berani sekali dia, pikir semua orang yang ada di sana. Apa lagi, wajah dosen galak di depan mereka terlihat sangat menakutkan.
Dosen yang berdiri di depan kelas, menutup spidol di tangannya, lalu mengangkatnya ke udara dan melemparkannya ke arah belakang.
Pletak!
Tepat sasaran. Spidol itu mendarat di kepala Infiera, membuat wanita itu mengaduh dan langsung mengangkat kepalanya. “Hei, lo bisa
diam, ga, sih? Lo, ga, tahu? Gue cape banget!” gerutu Fiera, seraya menggosok kepala bagian kiri yang terkena lemparan spidol.
Bimo yang mendapat tuduhan itu melotot, lalu menggerakkan kepalanya pada Fiera untuk melihat ke depan, supaya dia tahu siapa pelaku sebenarnya.
“Apaan, sih, lo? Kepala lo sengklek?”
Bimo tidak memedulikan ucapan kurang ajar temannya, dia masih melakukan hal yang sama, supaya gadis bodoh itu melihat ke depan.
Fiera kembali ingin berbicara, tapi suara berat di depan kelas terdengar. “Sudah puas tidurnya, Nona?” tanya sang dosen, menyindir.
Infiera tersentak mendengar hal itu. Dia merotasi pandangannya ke depan, baru saat itulah dia sadar kalau dirinya sedang di kelas dosen galak, yang tak lain adalah Abimanyu Alsaki.
Fiera menggigit bibirnya.
“Maaf—“
“Keluar, bawa tasmu dan tinggalkan kelas ini!” Abimanyu berkata tegas.
“Tapi, Pak... .” Fiera tidak bisa meninggalkan kelas itu, dia bisa mendapatkan nilai yang sangat buruk untuk mata pelajarannya. Jangan sampai, hanya karena nilai mata pelajarannya yang hancur, Fiera harus kembali mengulang.
“Memilih keluar atau tidak akan bisa ikut ujian saya?”
Seperti ada geledek di dalam kepalanya saat mendengar itu. Ancamannya jauh lebih mengerikan.
“Ti-tidak, Pak. Saya akan segera keluar."
Fiera bangkit dari duduknya, memasukkan buku-buku dan segera melangkah ke depan untuk keluar. Saat dia tepat di hadapan Abimanyu, suara dingin dosennya itu kembali terdengar, “Pastikan, dua hari lagi, kau
meletakkan hasil resensi dua buku di atas meja kerjaku!”
Sudah jatuh tertimpa tangga. Tertidur di kelas Abimanyu saja sudah bencana. Sekarang, Fiera harus membuat resensi dua buku sekaligus? Sial!
“Ba-baik, Pak.”
Fiera melangkah keluar dan merasakan seluruh tubuhnya yang lunglai. Dasar dosen gila, apa tidak cukup hanya mengeluarkannya?
***
Kelas berakhir, beberapa mahasiswa satu-persatu meninggalkan kelas.
Bimo tergelak saat melihat temannya yang berdiri di depan kelas dengan ekspresi yang kusut. Dia cemberut kesal.
“Puas lo?”
“Puas banget, dong, lihat putri tidur sekarang jadi gapura kelas. Haha ... Fier, lo mimpi apa tadi?” Bimo ingat betul apa yang dikatakan temannya saat tidur.
“Haha ... Bim, seharusnya lo biarin aja dia tidur. Apa katanya? ‘Jangan ganggu, belum selesai!” Anisa, temannya yang lain ikut menimpali dengan kalimat ambigu Infiera saat tidur.
“Kalian jangan ngadi-ngadi!” Infiera tidak menyangka kalau dia mengatakan itu saat tidur. Sangat memalukan!
“Lo pikir kami bercanda? Andai lo lihat bagaimana wajah Pak Abi semakin suram saat mendengar itu.”
Infiera merona mendengar hal itu. Kegilaan macam apa yang dilakukannya saat tidur? Apa lagi, saat itu kelas Abimanyu, dosen yang terkenal
dengan sikapnya yang tegas.
Pembicaraan keduanya terhenti saat mereka melihat objek pembicaraan mereka keluar dari kelas dengan menenteng tasnya menggunakan tangan kiri dan tangan kanannya membawa beberapa buku.
“Fier, dosen lu bener-bener menyeramkan, ya!” ucap Bimo bergidik, padahal Abimanyu hanya berjalan melewati mereka tanpa mengatakan sepatah kata pun.
“Dia juga dosen lo, Bim,” sahut Fiera, tidak memiliki tenaga untuk ikut memaki. Meski kesal, tapi salahnya juga malah tidur. Parahnya, dia
malah mengigau yang tidak-tidak. Meski tidak ingat, tapi ucapan kedua temannya sudah cukup membuat Fiera sangat malu untuk bertemu dengan dosennya itu.
Tiba-tiba ponsel Fiera berdering, dia melihat siapa yang menghubunginya. Nama ‘Ibu Mertua’ tertera di layar ponselnya. Dia terkejut dan langsung meraih tasnya. “Bim, Nis, gue pergi dulu, ya!”
Fiera tidak menunggu jawaban teman sekelasnya itu, dia berlari seraya mengangkat panggilan nomor dari ibu mertuanya. Setelah merasa dirinya berada di tempat yang pas untuk berbicara. Infiera
berbicara setelah berdehem satu kali. “Assalamualaikum, Bu.”
“Wa’alaikum salam. Nak, bagaimana kabarmu?”
“Baik, Bu. Bagaimana dengan kabar ibu? Kata Bi Ratmi katanya kemarin ibu ke rumah sakit?”
“Ah, ibu baik-baik saja. Itu hanya pemeriksaan rutin. Jangan khawatir.”
“Alhamdulillah.”
“Nak, ibu kirim mpek-mpek buat kamu dan juga suamimu. Ibu lihat di aplikasi paketnya sudah sampai, tapi kata suamimu katanya tidak ada.”
Infiera tertegun, lalu dia terkejut, mengingat paket yang dia terima kemarin. Kemarin dia menerima paket itu saat sedang menyiram tanaman
di depan rumahnya, lalu...
Ah, sial!
Fiera ingat kalau dia meletakkan paketnya di dekat gazebo yang ada di samping rumahnya. Bagaimana kalau suaminya menemukan paket itu di sana? Dia pasti akan sangat marah karena tidak suka dengan sifat teledornya yang seperti mendarah daging.
Apa lagi, itu kiriman dari ibunya.
“Ba-baik, Bu, Fiera akan memeriksanya.”
“Baiklah, Nak, ibu hanya ingin memberitahu hal itu saja.”
Setelah mengucapkan salam penutup, panggilan itu berakhir. Fiera segera membuka aplikasi ojek online di ponselnya.
Fiera bergegas berlari meninggalkan kampus, setelah memesan. Akan memakan waktu lebih dari satu jam jika dia harus naik angkot untuk pulang. Apa lagi sore hari seperti saat ini, kemacetan kota Jakarta semakin menggila.
Begitu sampai di rumah, tubuhnya terasa kaku saat Fiera melihat Hatchback putih milik suaminya sudah terparkir di carport rumahnya.
‘Kenapa dia cepat sekali?’
Fiera berlari masuk halaman rumahnya, dia melangkah menuju gazebo, paket sudah tidak ada di sana. Lagi-lagi dia hanya mengumpat dalam hati, sambil berlari masuk ke dalam rumah.
Fiera melihat suaminya duduk di ruang tengah, dengan tatapan tajam ke arah dirinya. Dia amat gugup dan bersiap menerima semburan amarah dari pria itu.
“Apa kau tidak punya otak? Bagaimana kau bisa meletakkan paket makanan di gazebo?” keluhnya dengan sinis. Pria itu berdiri dan meraih paket yang ada di atas meja, lalu melemparkannya ke lantai. “Buang itu dan minta maaf pada ibu.”
Tentu saja, makanannya sudah tidak layak untuk dimakan karena kehujanan semalaman.
“Baik.” Fiera menjawab dengan menundukkan kepalanya, matanya terasa panas saat mendengar ucapan suaminya yang begitu tajam. Apakah harus sekejam itu dia berbicara?
Abimanyu melangkah melewati Fiera yang masih mematung di tempatnya. “Aku sudah memeriksa tugasmu minggu kemarin, sangat buruk. Perbaiki
malam ini juga!”
“Baik, Pak,” jawab Infiera, mengangguk lemah pada dosen sekaligus suaminya. Hatinya terasa perih saat ini.
Ya, itu dia. Suaminya adalah dosen tampan dan juga galak. Abimanyu Alsaki!