Lama menghilang bak tertelan bumi, rupanya Jesica, janda dari Bastian itu, kini dipersunting oleh pengusaha matang bernama Rasyid Faturahman.
Sama-sama bertemu dalam keadaan terpuruk di Madinah, Jesica mau menerima tunangan dari Rasyid. Hingga, tak ingin menunggu lama. Hanya berselisih 1 minggu, Rasyid mengitbah Jesica dipelataran Masjidil Haram.
Namun, siapa sangka jika Jesica hanya dijadikan Rasyid sebagai yang kedua.
Rasyid berhasil merobohkan dinding kepercayaan Jesica, dengan pemalsuan jatidiri yang sesungguhnya.
"Aku terpaksa menikahi Jesica, supaya dia dapat memberikan kita putra, Andini!" tekan Rasyid Faturahman.
"Aku tidak rela kamu madu, Mas!" Andini Maysaroh.
*
*
Lagi-lagi, Jesica kembali ketanah Surabaya. Tanah yang tak pernah ingin ia injak semenjak kejadian masa lalunya. Namun, takdir kembali membawanya kesana.
Pergi dalam keadaan berbadan dua, takdir malah mempertemukanya dengan seorang putra Kiyai. Pria yang pernah mengaguminya waktu lalu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Septi.sari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15
Siapa yang merasa tak tertawan hatinya. Mendapati kenyataan menyakitkan. Bagai anak panah yang melesat tanpa arah yang jelas. Padahal, Jesica diminta dengan restu yang kuat.
Tapi kenyataanya, dua kali takdirnya membelenggu jiwanya. Patah yang tak berkesudahan. Tubuhnya telihat lemah, sorot matanya terus saja berair, begitu bibir ramunya yang saat ini tengah bergetar kuat.
Pria mana lagi yang harus ia percaya untuk menyembuhkan luka batinya. Rasanya teramat lelah hidup dalam kepalsuan untuk kedua kalinya.
Meski waktu sudah menunjukan pukul 10 malam, namun Ibu hamil itu masih duduk nyaman dibangku taman dengan tangisanya.
"Mbak, Mbak Jesica kan lagi Hamil?! ... Sebaiknya jangan terlalu kena angin malam dulu," terang Adnan yang kini duduk berjongkok, sambil mengibaskan tanganya. Karena di sekitar bawah banyak sekali nyamuk.
Jesica hanya dapat diam tanpa jawaban. Hatinya masih terlalu sakit hanya untuk bersuara.
'Jika dia berhasil hamil dan melahirkan, maka ambil bayinya ... Dan Kamu segera tinggalkan Jesica!'
Ucapan Bu Hilma kini berputar kuat dalam ingatan Jesica. Sesegukan kecil keluar begitu saja, hingga semakin larut tubuh lemahnya terasa dingin. Begitu ia bangkit, Jesica langsung bergegas menuju mobilnya.
Sejujurnya ia sudah ingin pergi jauh meninggalkan Rasyid, namun dirasa fisiknya kurang begitu memumpuni. Entah esok, ia akan memikirkan itu.
Tidak pernah terbayangkan sebelumnya, bahwa ia akan dijadikan yang kedua. Takdir yang tidak ingin ia jalani.
Begitu mobil yang Adnan bawa sudah tiba dirumah, Jesica langsung turun dan masuk begitu saja. Kali ini, rumah dengan nuansa putih itu mendadak gelap, tanpa adanya senyuman yang terukir.
Drttt?!!
Baru saja ia akan merebahkan hati lelahnya, tiba-tiba gawai yang tergeletak diatas nakas itu bergetar kuat. Jesica mencoba berbesar hati kala Ibunya kali ini menelfon.
"Hallo Mah, ada apa? Tumben Mamah belum tidur?" senyum manisnya terukir, namun air matanya luruh tanpa bisa ia tahan. Semakin mendengar suara Ibunya, dada Jesica kembali terasa sesak. Apa yang harus ia katakan pada orang taunya itu.
Jujur, hatinya terasa lelah.
📞 "Hallo sayang, bagaimana kabarmu? Sehat-sehat 'kan? Tiba-tiba aja Mamah kepikiran kamu," kekeh Nyonya Vera.
Jesica kini bangkit, ia berjalan menuju balkon dan membukanya. "Jesica baik Mah! Mamah dan Papah bagaimana?"
📞 "Sayang, are you okay? Kamu nggak lagi kenapa-kenapa kan? Rasyid kemana?" Mendengar lirihan nafas Jesica yang terdengar berat, membuat Nyonya Vera mendadak cemas.
"Nggak, Mah. Ini di Indonesia lagi musim dingin, jadi Jesica agak flu. Kalau Mas Rasyid, dia ... Oh ya, dia sedang diluar menyelesaikan pekerjaanya Mah!" dalih Jesica agak sang Ibu tidak berkepikiran.
📞 "Ya sudah syukur, Sayang! Udah ya, jangan tidur malem-malem! Cepetan tidur, jangan lupa minum susu!" kekeh Nyonya Vera meledek putrinya
Begitu panggilan terputus, Jesica meluruhkan tubuhnya diatas lantai. Tangisanya kini semakin dalam, hingga isakan terdengar memerangi heningnya malam. "Kenapa kamu bodoh sekali, Jesica! Hee ...." ia bersandar pada pembatas balkon sambil memeluk lututnya.
Sementara dikediaman Faturahman, Tuan Gio yang belum juga pulang, ia mampir terlebih dahulu ingin melihat bagaimana kondisi putranya. Dan lagi, ia juga harus memastikan kesehatan sang Ibu-Oma Selin.
Tuan Gio segera masuk kedalam, meski waktu sudah menunjukan hampir pukul 23.00 malam.
"Dimana Rasyid?" Tuan Gio sudah berdiri disamping sofa megah, yang mana kini diduduki oleh Bu Hilma.
Bu Hilma melemparkan majalahnya begitu saja. Lalu bangkit, seperti biasa menampakan wajah datarnya. "Apa semua ini termasuk campur tangan darimu?"
"Itu bukan urusanmu! Yang jelas, apapun yang aku lakukan ... Itu semata-mata agar putraku dapat hidup bahagia dengan satu rumah tangganya! Tidak seperti yang ku alami dulu!" Tandas Tuan Gio menatap bengis kearah Bu Hilma. Meskipun status diantara mereka masih resmi sebagai suami istri, namun Tuan Gio tidak pernah menganggapnya ada.
Sejak dulu Tuan Gio sudah ingin menceraikan Bu Hilma, namun Rasyid melarangnya.
"Kamu boleh mengatakan apapun, asal jangan pernah ucapkan kata itu! Aku pun sudah tahu jika kamu tidak pernah mencintaiku, Gio!" Sentak Bu Hilma mengepalkan kedua tanganya.
Tak peduli, Tuan Gio langsung bergegas naik keatas menuju kamar Rasyid.
Pria tampan berusia 32 tahun itu, kini berdiri diteras balkon kamarnya, sambil menatap jauh kedepan. Untuk saat ini, yang ada dipikiranya hanyalah Jesica. Hampir 3 bulan menikah, hal itu membuat Rasyid terlalu nyaman akan kelembutan istri keduanya itu.
"Jesica, maafkan aku!" Rasyid menunduk, terisak dalam tangisnya.
Beratapkan satu langit yang sama, kedua insan itu tampak rapuh dalam rasanya masing-masing. Hidup dalam kekangan, dan berusaha kuat untuk berontak, namun yang ada semakin terasa sulit.
Ceklek!!!
Tuan Gio masuk, sambil mengedarkan pandanganya kedalam. Melihat pintu balkon terbuka, ia bergegas menghampiri putranya.
"Ikuti kata hatimu, jangan pernah mengikuti perkataan orang lain!"
Rasyid menoleh. Ia mengusap air matanya. "Papah sejak kapan datang?"
Tuan Gio mencengkram pembatas balkon, kedua matanya menatap gelapnya langit saat ini. "Kamu perlu melepaskan salah satunya, dan mempertahankan kebahagiaanmu!"
"Aku jatuh cinta kepada Jesica sejak pertama kali aku melihatnya, Yah! Aku tidak sanggup jika harus berpisah dengannya," Rasyid kembali terisak dalam tangisnya.
"Perjuangkan sebelum semuanya terlambat! Pulanglah, tidak seharusnya kamu berlama disini. Sudah cukup hal gila yang kamu lakukan untuk istrimu yang tidak tahu diri itu. Dua kali dia menghianatimu, Rasyid! Dua kali juga dia berselingkuh dibelakangmu." Apa yang diucapkan Tuan Gio, itu semua tidak luput dari kehidupan pahit yang ia jalani dulu.
"Ayah juga akan pulang, Omamu sudah tidur," imbuh Tuan Gio menepuk pelan bahu putranya.
Rasyid mengangguk, ia juga akan segera kembali pulang ke rumah Jesica.
*
*
Mobil Rasyid baru tiba di rumah Jesica pukul 24.00 tepat.
Ia bergegas menuju lantai dua, untuk melihat sudah tidur kah istri keduanya itu.
Begitu Rasyid sudah berhasil masuk kedalam kamarnya, pandangan langsung jatuh pada sosok indah yang sedang terlelap dibalik selimut tebal. Senyum yang jarang terukir itu, kini merekah indah. Dunianya kembali terasa bewarna sebab wanita cantik itu.
Akan tetapi, semakin Rasyid mendekatkan langkahnya dan kini berhenti duduk ditepi ranjang sambil menatap intens wajah Jesica, disana ia menyadari ada sesuatu yang membuat sudut mata indah itu berair.
Bahkan, meski tidur, kerap kali Rasyid mendengar sesegukan kecil keluar dari mulut istrinya. Perasaanya tidak tenang, apa yang terjadi sebenarnya.
'Apa terlalu menyakitkan dalam mimpimu, Sayang?!' Rasyid mengira, Jesica baru saja bermimpi sedih hingga membuat istrinya menangis dalam tidur.
Setelah itu, Rasyid membuka selimut tebal itu. Ia ikut masuk disana. Sambil memeluk tubuh rapuh itu, Rasyid perlahan mulai melelapkan rasa letih hidupnya.
jangan lupa mampir dan react balik yaaa. thank you