"Lupakan tentang kejadian di Paris. Anggap saja tidak terjadi apa-apa. Tubuhmu sama sekali tidak menarik. Aku tidak akan pernah sudi menyentuhmu lagi! Apalagi aku sudah punya kekasih."
Itulah yang diucapkan oleh Devano kepada Evelyn.
Devano sangat membenci Evelyn karena Evelyn adalah anak dari ibu tirinya.
"Kamu pikir aku mau melakukannya lagi? Aku juga tidak sudi disentuh lagi olehmu!"
Evelyn tak mau kalah, dia tidak ingin ditindas oleh kakak tirinya yang sangat arogan itu.
Tapi bagaimana kalau ternyata setelah kejadian malam itu, Devano malah terus terbayang-bayang bagaimana indahnya tubuh Evelyn? Membuatnya tidak bisa melupakan kejadian malam yang indah itu di kota Paris
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DF_14, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22
Devano menghela nafas dengan berat saat ingatan mengenai malam panas yang sudah dia lakukan bersama dengan Evelyn muncul di kepalanya.
Sangat beruntung saat ini tidak ada Evelyn. Devano harus segera keluar dari kamar gadis itu. Dia bergegas memasukkan jam tangannya ke dalam saku celana. Kemudian dia segera mengayunkan kaki.
Ceklek!
Namun, Devano berhenti melangkah saat mendengar suara seseorang yang sedang membuka pintu kamar mandi.
Devano segera membalikan badannya, dia nampak tertegun saat melihat Evelyn yang sedang keluar dari kamar mandi, hanya mengenakan handuk. Sangat terlihat seksi.
Evelyn yang sedang bernyanyi sambil keluar dari kamar mandi, dia tersentak kaget saat melihat Devano yang sedang berdiri tak jauh darinya.
"Kak Devano? Untuk apa Kak Devano masuk ke kamarku?" tanya Evelyn dengan gelagapan, sambil menutup belahan dadanya dengan kedua tangan.
Devano pura-pura bersikap tenang, seakan-akan dia sama sekali tidak tergoda dengan penampilan Evelyn yang sangat terlihat seksi. Walaupun aroma wangi tubuh wanita itu membuat tubuhnya meremang.
"Sepertinya kamu lupa. Ini adalah rumah milik keluargaku. Jadi aku berhak keluar masuk ke rumah ini. Dan aku berhak masuk ke kamar ini kapan pun aku mau." Devano menjawab pertanyaan Evelyn dengan tatapan matanya yang dingin.
Evelyn sangat kesal mendengar jawaban dari Devano yang sangat terkesan angkuh itu. "Masalahnya aku harus segera memakai pakaianku. Lebih baik Kak Devano segera keluar dari sini!"
"Tentu saja aku akan segera keluar. Mataku sangat sakit melihat penampilan kamu. Aku tidak bisa menyiksa mataku lebih lama lagi gara-gara kamu." ledek Devano sambil menonyor kepala Evelyn.
Evelyn mendengus kesal. Devano memang sering menonyor dan menjitak kepalanya, atau kadang pria itu menyentil keningnya.
Dari dulu Evelyn memang tidak pernah membiarkan dirinya ditindas oleh kakak tirinya itu. Dia ingin membalas perlakuan Devano, ingin memukul dada pria itu, "Ish! Cepat keluar!"
Tapi dengan cepat Devano menangkap kepalan tangan kanan Evelyn yang hampir saja memukul dadanya. Lalu Devano tersenyum smirk memandangi Evelyn dengan tatapan meledek, yang telah gagal memukulnya.
Evelyn memberontak, dia berusaha keras untuk menarik tangan kanannya dari cengkraman Devano, tapi cengkraman tangan kakak tirinya itu sangat kuat sekali.
Evelyn semakin kesal dibuatnya, sehingga dia terpaksa harus melayangkan tangan kiri untuk memukul Devano.
Tapi gagal lagi.
Devano seakan bisa membaca pergerakan Evelyn, dengan cepat dia menangkap tangan kiri Evelyn, sehingga kedua tangan gadis itu berada dalam cengkramannya.
"Kenapa kamu selalu melawanku, hm?" tanya Devano sambil memandangi Evelyn, yang raut wajahnya memperlihatkan perasaan gelisah.
Evelyn sangat merasa gelisah, saat merasakan ikatan pada handuknya perlahan-lahan mulai terlepas, sedangkan kedua tangannya sedang berada dalam cengkraman Devano.
Jangan sampai handuknya melorot. Evelyn berusaha semakin keras menarik kedua tangannya dari cekalan Devano.
"Kak, lepaskan tanganku!" pinta Evelyn sambil menarik-narik tangannya dari cekalan Devano.
Rasa panik dan gelisah berbaur manjadi satu, kondisi handuknya yang sebentar lagi akan melorot.
Devano sama sekali tidak peka dengan kondisi handuk yang dipakai oleh Evelyn. Dia malah senang melihat adik tirinya itu yang tidak bisa melakukan pemberontakan padanya.
"Aku akan melepaskan tanganmu asalkan kamu berjanji tidak akan pernah melawan aku lagi. Kamu harus patuh padaku!"
Evelyn tidak ingin mendengarkan omongan Devano. Justru dia semakin panik dengan kondisi handuknya, dia semakin keras menarik kedua tangannya dari cekalan Devano. "Cepat lepaskan tanganku! Sampai kapanpun aku tidak akan pernah... Aaaaahhhh!"
Evelyn berhenti bicara. Seketika dia menjerit saat handuk yang dia kenakan benar-benar melorot hingga jatuh ke lantai.
Yang membuatnya semakin sial, kedua tangannya masih dalam cekalan Devano. Sehingga dia tidak bisa menutupi tubuhnya.
Mata Devano membulat. Pria itu nampak mematung tak berkedip sekalipun, melihat betapa indahnya tubuh Evelyn.
Di depan matanya, sangat terlihat dengan jelas bagaimana indahnya tubuh Evelyn. Mulus, putih, dan terawat. Tanpa ada cela.
Dengan payu-daranya yang putih, bersih, ranum, dan sintal. Serta put-ingnya yang berwarna merah muda sangat menggoda. Apalagi yang di bawah sana.... sangat sangat indah.
Membuat jakun Devano naik turun pada setiap hembusan nafasnya. Ah, apa yang harus dia lakukan kepada adik tirinya itu?