NovelToon NovelToon
Suster Kesayangan CEO Lumpuh

Suster Kesayangan CEO Lumpuh

Status: tamat
Genre:Ketos / CEO / Cinta Seiring Waktu / Cintapertama / Pengasuh / Tamat
Popularitas:2.4M
Nilai: 4.8
Nama Author: Ra za

Sebuah kecelakaan tragis merenggut segalanya dari leon—kesehatan, kepercayaan diri, bahkan wanita yang dicintainya. Dulu ia adalah CEO muda paling bersinar di kotanya. Kini, ia hanya pria lumpuh yang terkurung dalam kamar, membiarkan amarah dan kesepian melumpuhkan jiwanya.

Satu demi satu perawat angkat kaki, tak sanggup menghadapi sikap Leon yang dingin, sinis, dan mudah meledak. Hingga muncullah seorang gadis muda, seorang suster baru yang lemah lembut namun penuh keteguhan hati.

Ia datang bukan hanya membawa perawatan medis, tapi juga ketulusan dan harapan.
Mampukah ia menembus dinding hati Leon yang membeku?
Atau justru akan pergi seperti yang lain, meninggalkan pria itu semakin tenggelam dalam luka dan kehilangan?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ra za, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 32 Diusir

Nayla terbangun saat cahaya matahari sudah menembus jendela kamar. Hari sudah hampir siang. Ia membuka mata perlahan dan mendongak ke atas, menatap wajah Leon yang masih tertidur dengan tenang.

“Tuan, bangun. Ini sudah hampir siang,” ucap Nayla pelan sambil mencoba menggerakkan lengan Leon yang masih memeluknya erat.

Leon bergeming sejenak, lalu membuka matanya malas. Ia menatap langit-langit kamar sebelum akhirnya menghela napas. “Waktu berlalu begitu cepat,” gumamnya.

Tanpa banyak bicara, Leon perlahan melepaskan pelukannya dan kembali ke kamarnya sendiri. Sementara itu, Nayla segera beranjak ke kamar mandi untuk membersihkan diri dan bersiap.

Tak butuh waktu lama, Nayla sudah tampil rapi. Ia segera melangkah menuju kamar Leon. Saat pintu kamar Leon terbuka, tampak pria itu juga sudah selesai mandi dan kini tengah mengenakan kemejanya. Tinggal memakai celana yang biasa dibantu Nayla.

“Sudah selesai, Tuan. Ayo turun, saya lapar,” ucap Nayla malu-malu.

Leon menoleh dan tersenyum kecil. “Ayo, aku juga lapar.” Senyum mereka saling bertaut, menghadirkan kehangatan yang sederhana namun menenangkan.

Saat Nayla mendorong kursi roda Leon menuju ruang makan, pria itu tampak terus tersenyum. Hari ini ia merasa lebih bersemangat dari biasanya. Mungkin karena semalam ia bisa tidur dengan nyaman…

Berbeda dengan Nayla, gadis itu masih diliputi rasa was-was. Kejadian semalam masih membekas di pikirannya. Matanya beberapa kali menoleh ke kiri dan ke kanan, memastikan tak ada kehadiran pria yang semalam nyaris menghancurkan hidupnya.

Leon, yang memperhatikan gerak-geriknya, akhirnya angkat bicara. “Kau tak perlu takut lagi. Pria itu sudah tidak ada di sini. Dia tidak akan pernah bisa menyentuhmu lagi.”

“Jadi… Dika sudah pergi dari rumah ini?” tanya Nayla memastikan

“Iya. Aku sudah menempatkannya di tempat yang semestinya,” jawab Leon tenang.

Nayla hanya mengangguk. Meskipun lega, perasaan khawatir itu belum sepenuhnya menghilang. Namun setidaknya, ia tahu bahwa kini ada Leon yang siap melindunginya.

Sesampainya di ruang makan, sarapan sudah tersaji. Nayla segera menyiapkan makanan untuk Leon, baru kemudian untuk dirinya sendiri. Mereka makan dengan tenang. Tak banyak percakapan, hanya suara sendok dan garpu yang bersentuhan dengan piring. Mungkin karena memang mereka sama-sama kelaparan setelah bangun kesiangan.

Saat Nayla hendak merapikan piring kotor, suara seorang wanita terdengar dari arah ruang tamu.

“Nayla, Leon… kalian baik-baik saja?” Suara itu jelas suara Gaby, terdengar cemas.

“Mama, tenang. Aku dan Nayla baik-baik saja,” sahut Leon dari arah ruang makan.

Syukurlah… Gaby akhirnya muncul. Begitu mendapat kabar dari Bibi Eli mengenai kejadian semalam, ia langsung pulang. Untung saja urusan bisnisnya selesai tepat waktu.

Kini mereka telah duduk di ruang keluarga. Nayla duduk berhadapan dengan Gaby, sementara Leon berada di samping ibunya.

“Syukurlah kamu tidak apa-apa, Nayla. Saya sangat khawatir,” ujar Gaby lembut sambil menggenggam tangan Nayla dengan hangat.

“Saya baik-baik saja, Nyonya. Untungnya Tuan Leon datang tepat waktu,” balas Nayla, merasakan kehangatan yang tulus dari wanita di hadapannya.

Kini Gaby menoleh pada Leon. “Leon, kamu sendiri? Tidak apa-apa, kan?”

Leon mengangguk. “Seperti yang Mama lihat, aku baik-baik saja.”

Baru saja mereka akan melanjutkan percakapan. Paman Juan datang dengan wajah serius.

“Tuan, saya ingin menyampaikan sesuatu,” ucapnya dengan nada hati-hati.

“Ada apa? Katakan saja,” pinta Leon, sementara Nayla dan Gaby menoleh mendengar kan dengan serius.

Paman Juan menarik napas panjang sebelum bicara. “Begini, Tuan. Dika… mengaku kalau apa yang dia lakukan semalam, tidak lepas dari rencana Lisa.”

“Lisa?” seru Nayla dan Gaby hampir bersamaan. Wajah keduanya tampak sama-sama terkejut.

Lisa...? Nama itu menggema dalam kepala Nayla. Apa benar dia terlibat? Apa salahku padanya sampai dia tega melakukan ini padaku...?

Leon menatap Nayla. “Malam itu kau bilang Lisa mengajakmu ke acara ulang tahun salah satu pekerja, kan?”

Nayla mengangguk. “Iya, Tuan. Setelah beberapa saat di sana, Lisa meminta saya menemaninya mengambil kado di rumahnya. Tapi saat sampai, dia malah bilang sakit perut dan menyuruh saya mengambil kadonya di kamar.”

Leon menyambung, suaranya tegas, “Dan saat kau sudah ada di kamar, Dika datang dan menyekapmu.”

Nayla mengangguk pelan. Semua mulai masuk akal sekarang.

“Jadi benar… mereka bersekongkol,” gumam Leon pelan namun penuh kemarahan yang ditahan.

Nayla masih terpaku. Rasanya tak percaya bahwa Lisa, orang yang selama ini ia anggap teman kerja, meski jelas Lisa selalu bersikap tidak ramah padanya. Tapi Nayla tidak pernah berpikir jika Lisa akan berbuat sejauh ini.

Mata Gaby menatap Nayla penuh empati. “Tenang, Nay. Kami akan pastikan tak ada satu pun yang bisa menyakitimu lagi.”

"Panggil orang yang bernama Lisa itu ke sini!" perintah Leon tegas, suaranya dingin dan penuh tekanan.

Tanpa berkata banyak, Paman Juan segera bergegas meninggalkan ruang tamu, menunaikan perintah tuannya.

Sementara itu, di kamarnya, Lisa sedang mondar-mandir gelisah. Wajahnya pucat, tangannya gemetar, dan jantungnya berdegup kencang. Ia tahu waktunya hampir habis.

"Apa yang harus aku lakukan sekarang? Tuan Leon pasti sudah tahu segalanya... aku bisa diusir, atau lebih buruk lagi,, dipenjara." pikirnya panik.

Saat itu, seorang pelayan mengetuk pintu dengan pelan.

“Lisa… Paman Juan mencarimu. Katanya Tuan Leon memanggilmu.”

Tubuh Lisa seketika menegang. Tidak ada pilihan lain. Dengan napas yang tersengal dan kaki yang terasa lemas, Lisa mengikuti Paman Juan menuju ruang tamu tempat Leon menunggu.

Begitu tiba, Lisa langsung menunduk, tak berani menatap siapa pun di ruangan itu. Matanya melirik sekilas ke arah Nayla, dan dalam hatinya muncul rasa benci yang semakin membuncah. Gadis itu selalu saja beruntung. Mengapa Tuan Leon selalu melindunginya? desis hatinya penuh iri.

Tanpa memberi kesempatan Lisa berbicara lebih dulu, Leon langsung melontarkan pertanyaan yang menusuk.

“Apa benar kejadian semalam adalah rencana darimu?” tanya Leon, suaranya rendah tapi mengandung ancaman.

Lisa tercekat. Air matanya langsung berlinang, bukan karena penyesalan, tapi karena ketakutan.

“Maaf, Tuan… Rencana saya… tidak seperti itu… saya hanya memberikan saran, bukan menyuruhnya melakukan hal sejauh itu…” jawab Lisa terbata, tangisnya pecah.

“Tapi tetap saja kau yang memulainya!” bentak Leon, sorot matanya tajam. “Kau tahu dia pria berbahaya dan kau malah menyarankannya menjebak Nayla. Itu sama saja dengan menjadi komplotannya!”

Lisa menggigil, tubuhnya bergetar. “Saya khilaf, Tuan… saya tidak menyangka jika Dika akan berbuat seperti itu…” Lisa berusaha membela diri

“Cukup, Lisa!” Leon memotong kalimatnya. “Permintaan maafmu tidak akan mengubah kenyataan bahwa kamu telah membahayakan Nayla. Dan mulai hari ini, aku tidak mau melihatmu lagi di rumah ini. Kamu dipecat.”

Lisa terdiam. Wajahnya berubah merah padam antara malu, marah, dan ketakutan. Air mata membasahi pipinya, namun tak seorang pun di ruangan itu merasa kasihan.

Nayla hanya menunduk, tak berkata apa pun. Nyonya Gaby pun diam di tempat, wajahnya dingin namun tetap anggun. Mereka tahu, jika Leon sudah membuat keputusan, tak ada yang bisa mengubahnya.

Masih terisak, Lisa membungkuk pelan. “Saya minta maaf, Nyonya... Tuan… Nayla…” ucapnya pelan, namun dalam hati, kebencian membara.

Lisa berjalan menuju pintu keluar dengan kepala menunduk, namun sebelum benar-benar pergi, ia sempat berhenti di depan pintu besar rumah itu. Ia menoleh, menatap ke arah dalam rumah dengan tatapan tajam.

“Ini semua karena kau, Nayla. Jangan pernah berpikir semuanya akan berakhir di sini. Aku akan pastikan… kau akan membayar semuanya!” ucapnya dalam hati, sebelum akhirnya benar-benar melangkah pergi.

Leon yang duduk di kursi rodanya, menatap kosong ke arah pintu yang kini telah tertutup.

Setelah beberapa saat, ia memanggil Paman Juan.

“Panggil semua pekerja ke ruang tengah. Aku ingin berbicara dengan mereka.”

Tak butuh waktu lama, seluruh karyawan rumah itu berkumpul. Mereka berdiri berjajar, wajah-wajah mereka dipenuhi rasa takut dan cemas.

Meskipun Leon mengenakan kursi roda,itu tidak membuat aura tegas Leon hilang. Matanya menyapu seluruh ruangan sebelum mulai berbicara.

“Dengar baik-baik!” suaranya menggelegar. “Apa yang terjadi semalam tidak akan pernah aku toleransi. Kalian semua bekerja di sini untuk menjalankan tugas, bukan untuk saling menjatuhkan, apalagi sampai bersekongkol menyakiti orang lain.”

Seluruh pekerja menunduk.

“Hari ini hanya Lisa yang pergi, tapi kalau ada lagi yang berani melanggar kepercayaan dan merusak keamanan rumah ini, aku tidak akan segan memasukkan kalian ke dalam penjara.” suara Leon tajam, mengandung peringatan keras.

“Kalian mengerti?!”

“Mengerti, Tuan!” jawab mereka serempak, suara mereka terdengar tegang namun penuh kepatuhan.

“Baik. Kembali ke pekerjaan kalian masing-masing.”

Seluruh pekerja segera bubar, kembali ke aktivitas mereka, namun suasana rumah itu tetap terasa lebih tegang dari biasanya.

Leon menarik napas dalam-dalam. Meski amarahnya mulai mereda, sisa emosi masih berputar dalam dadanya. Ia menoleh ke arah Nayla dan Gaby yang masih duduk di sofa.

"Aku harap ini jadi yang terakhir kalinya kau terlibat dalam hal membahayakan seperti ini," ucap Leon sambil menatap Nayla, nadanya jauh lebih lembut.

Nayla hanya mengangguk pelan. Dalam hati, ia pun berharap demikian.

1
Maryami
👍👍👍👍👍👍🦾💪
Vita Vita
crita yg bagus buat pelajaran dlm meniti hidup.trima kasih Thor crita TDK ber tele2 smpai tamat.smngaaat buat crita baru.thx 👍🙏
Zani: terimakasih banyak kakak🥰, baca juga cerita baru ku mohon berikan masukan agar lebih baik dan semangat menulis.
total 1 replies
Vita Vita
Rafa jatuh cinta ni yeee lucuuu 🤣🤣🤣
Eny Hidayati
menarik thor
Vita Vita
sediiiiih...😭😭😭😭😭😭😭
sum mia
sebenarnya marga dan perusahaan Leon itu apa thor . Mahesa , Mahendra , atau Mahardika . kok berubah-ubah .🙏🙏
Alyanceyoumee: Assalamualaikum. Thor permisi, ikut promo ya.🙏

Hai Kak, Baca juga di novel ku yang berjudul "TABIR SEORANG ISTRI"_on going, atau "PARTING SMILE"_The End, Biar lebih mudah boleh langsung klik profil ku ya, Terimakasih 🙏
total 1 replies
Vita Vita
smngaaat Leon bangkitlah jng terpuruk,karma psti mendatangi clarisa.ok smngat NGTIK Thor thx 👍
Vita Vita
ayo Nayla smngat,hidup itu perjuangan SMG brhsil 👍
Dinatha
Ehhh... diluar dugaan Author malah bikin cerita Rafa kesemsem Ama BI Narsih... kan gokil 🤣🤣🤣🫣
Vita Vita
dlm kondisi sperti itu memang cenderung marah kasihan ...SMG ada muzizat kesembuhan 🤲
Dinatha
bukannya mereka non muslim?🤔😁🫣
Dinatha
ikut dengan sekarang?
maknanya apa Thor?
Dinatha
Thor.. coba cari referensi agar tidak salah faham.
dalam dunia medis.. apabila diketahui hamil. maka usia kehamilan minimum adalah 4 Minggu.
terhitung dari menstruasi terakhir.
Dinatha
Kamu putriku..
kesannya ngomong sama sang anak.
mungkin tepatnya kamu adalah Ratuku
Dinatha
kok kesannya gimana ya...
secara kita orang Indonesia dengan budaya timur.. rasanya tidak elok memanggil suaminya dengan panggilan nama.
apalagi mengingat perbedaan usia, minimal panggilan mas, Abang, kak dsb sebagai rasa menghargai
Dinatha: wa Alaikumsalam
InsyaAllah 🙏
total 2 replies
Dinatha
Tenang Rafa.
Tia gadis tangguh, bukan seperti Nayla yang mudah sekali terprovokasi, negatif thinking, bertindak semaunya dan terkesan kurang menghargai
Dinatha
Ternyata Rafa dan Tia jauh unggul dibandingkan Leon dan Nayla dalam segala hal.
hanya nasib yang membedakan status mereka
Dinatha
hasil penyelidikan kecelakaan dan kebakaran butik nggak kunjung muncul 😁
Dinatha
Simpan Syal di saku jas?🤔🤔🤔
Sapu tangan mungkin x ya?😁🫣🫣
Erna Masliana
secantik apa sih sampe pede banget..eh jadi pelakor mah gak perlu cantik yang penting gatel 😛
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!