Karena sebuah wasiat, Raya harus belajar untuk menerima sosok baru dalam hidupnya. Dia sempat diabaikan, ditolak, hingga akhirnya dicintai. Sayangnya, cinta itu hadir bersama dengan sebuah pengkhianatan.
Siapakah orang yang berkhianat itu? dan apakah Raya akan tetap bertahan?
Simak kisah lengkapnya di novel ini ya, selamat membaca :)
Note: SEDANG DALAM TAHAP REVISI ya guys. Jadi mohon maaf nih kalau typo masih bertebaran. Tetap semangat membaca novel ini sampai selesai. Jangan lupa tinggalkan dukungan dan komentar positif kamu biar aku semakin semangat menulis, terima kasih :)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sandyakala, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Cemas
"Bagaimana ini ya Tuhan, apa yang harus aku lakukan sekarang?", gumam Raya dengan penuh kecemasan.
Ya, dua jam yang lalu ia resmi menjadi istri seorang CEO muda yang tak pernah sekalipun ia bayangkan sebelumnya. Meski sekarang lelaki yang sudah menjadi suaminya itu pergi entah kemana, Raya tetap saja diliputi kecemasan tentang bagaimana dirinya harus menghadapi sang suami setelah dia kembali nanti.
Raya menatap dirinya sendiri di cermin. Terlihat jelas riasan natural masih tampak di wajah cantiknya, gaun sederhana yang tadi ia kenakan pun masih menempel erat di tubuhnya.
Raya berkali-kali menarik nafas berat. Ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan sekarang, terlebih saat ini dirinya sudah berada disebuah kamar mewah yang tampak cantik dengan berbagai hiasan bunga mawar yang beraroma semerbak.
Ya, sudah lebih dari tiga puluh menit Raya ada di dalam ruangan itu. Tempat yang juga tidak pernah ia bayangkan sebelumnya. Meski kamar ini dihias begitu indah dan nyaman, tapi nyatanya tidak demikian dengan hatinya.
Raya kembali mengambil gawai yang sedari tadi tergeletak begitu saja di nakas. Matanya menatap sendu ke layar gawai itu. Melihat potret dirinya dengan kedua orang tuanya yang sudah tiada. Matanya mulai berkabut, menahan air mata kerinduan sekaligus kesedihan.
"Tidak ada siapapun yang bisa aku hubungi saat ini. Tuhan, kenapa aku tidak bisa memilih takdirku sendiri?", bisik hati kecil Raya. Tanpa sadar, air mata yang sedari tadi ia tahan akhirnya menetes begitu saja dari kedua pelupuk mata indahnya.
.
.
"Lho Zra, lo masih di sini? gue kira udah balik ke rumah. Pengantin baru kok nyangkut di club malam sih, ckckck", ucap Bagas, sahabat baik Ezra yang baru saja tiba di ruang VVIP sebuah club.
Ezra menatap sahabatnya itu dengan memicingkan matanya, "Ck, berisik lo. Gue belum mau balik, males", jawab Ezra ketus.
"Jangan gitu, Zra. Kalau gue jadi lo, gue gak akan peduli sama urusan perasaan yang penting malam pertama bisa gue nikmati. Apalagi kalau istrinya seperti Raya, gue pasti betah di atas ranjang", imbuh Dion dengan tangan yang sibuk menuangkan wine ke dalam gelas.
Ezra, Bagas, dan Dion, mereka bertiga sudah bersahabat sejak kecil. Ketiganya merupakan putra dari keluarga pengusaha yang super kaya dan sukses.
Ezra lahir dari keluarga Hadinata, pemilik usaha property yang jangkauannya sudah merambah ke luar negeri. Lalu Bagas, ia lahir dari keluarga pemilik pertambangan ternama di negara X ini, sedangkan Dion merupakan putra tertua dari pemilik beberapa bank dan lembaga keuangan.
Keluarga mereka bertiga sudah sejak lama berteman baik dan saling bekerja sama, sehingga putra-putranya pun memiliki kedekatan yang baik.
Ezra tersenyum sinis, "Otak lo gak berubah juga ya, urusannya ranjang terus. Parah", ejek Ezra.
Bagas ikut tersenyum geli mendengar ucapan Ezra.
"Ck, gue laki-laki normal, Zra. Mana bisa menahan diri kalau dapat pasangan ala bidadari macam istri lo itu", jawab Dion santai.
Ezra hanya menggeleng-gelengkan kepalanya saja mendengar ucapan Dion. Ya, sahabat baiknya ini memang sedari dulu terkenal sebagai pemain yang ulung dalam urusan wanita.
Meskipun perilaku Dion juga Bagas terkadang kelewat batas, tapi bagi Ezra, mereka tetap sahabat yang baik. Mereka menjadi tempat Ezra menumpahkan segala hal yang terjadi dengan dirinya, termasuk pernikahan dadakan yang harus ia jalani sejak beberapa jam yang lalu.
"Eh, jangan sampai kelapa lo teracuni sama Raya. Ingat, dia istri sah sahabat kita ini, Bro", timpal Bagas.
Bagas sudah melihat gelagat aneh dari Dion semenjak mereka menghadiri pernikahan Ezra beberapa jam lalu yang diselenggarakan dengan sederhana dan tertutup.
Dion tertawa kecil, "Tenang aja, gue gak sejahat itu kok ambil istri sahabat sendiri. Tapi kalau lelaki pemilih ini memang gak mau, tentu dengan senang hati Raya gue ambil", ujar Dion santai diikuti tawa renyah di antara mereka bertiga.
Malam semakin larut, perbincangan ketiga sahabat itu pun semakin tak karuan. Terlebih saat Dion mulai memancing Ezra dan Bagas dengan menawarkan beberapa wanita yang bisa mereka ajak bersenang-senang di club malam itu.
.
.
Jam sudah menunjukkan pukul setengah dua belas malam dan Raya belum melihat tanda-tanda suaminya akan pulang.
"Sebaiknya aku membersihkan diri dulu saja", ucap Raya pada dirinya sendiri.
Sudah lebih dari dua jam dia diam dalam kecemasan di kamar pengantin itu dan saat ini hatinya lebih tenang setelah ia berusaha menerima takdirnya, menjadi istri dari seorang Ezra Hadinata, putra tunggal keluarga Hadinata.
Raya berdiri dari tempat duduknya, dia segera menghampiri pintu kamar untuk menguncinya. Dia tidak ingin ada orang lain masuk saat dirinya tengah membersihkan diri sekalipun yang datang itu suaminya.
Sedikit demi sedikit Raya melepaskan aksesoris yang menempel di kepalanya, lalu ia juga melepaskan jilbab yang sedari tadi masih tampak begitu rapi.
"Aduh, gaun ini, aku simpan di mana ya?", ucap Raya dengan mata yang tengah sibuk menjelajah seisi kamar yang luas itu.
"Ah sudahlah, urusan gaun nanti saja aku pikirkan. Sekarang aku harus bergegas membersihkan diri sebelum ada yang datang", lanjut Raya lagi.
Dia segera masuk ke dalam kamar mandi yang ada di kamar itu setelah melepaskan gaun pesta yang ia ganti dengan handuk kimono.
Raya cukup menikmati aktivitasnya di kamar mandi. Guyuran air hangat dari shower dapat membantu dirinya untuk lebih rileks, pun dengan aroma terapi yang juga menyeruak di dalam sana.
.
.
"Bro, nih gue kenalin Gita, Devi, dan Nita yang siap menemani kita malam ini", Dion datang bersama tiga orang wanita bertubuh sintal dengan pakaian super ketat hingga menunjukkan lekuk tubuh mereka.
"Hallo, kenalin gue Gita", wanita bernama Gita itu mengulurkan tangannya pada Bagas dan Ezra.
"Kalau gue Devi dan ini teman gue, Nita", lanjut Devi yang memperkenalkan dirinya diikuti oleh Nita.
"Gila, dapat dari mana sih lo cewek cakep semua", seloroh Bagas yang tampak semangat dengan kedatangan ketiga wanita yang kini sudah duduk di depannya.
"Ah, lo kayak gak tahu gue aja, Gas. Urusan cari cewek tuh cincai", jawab Dion bangga.
Ezra yang sedari tadi terdiam rupanya menarik perhatian Gita, "Kamu kok diam aja sih? apa ada yang salah sama kita?", tanya Gita tanpa ragu.
Ezra yang duduk di seberang ketiga wanita itu melirik sebentar, "Sorry, I'm ok", jawab Ezra pendek.
Sedari awal Gita memerhatikan Ezra. Dia tertarik dengannya dan semakin penasaran dengan sosok lelaki itu yang tampak agak cuek. Padahal selama ini tidak ada satu lelaki pun yang datang ke club dan bisa mengabaikan pesona Gita.
"Ck, Zra, lo jangan ketus gitu dong kalau sama cewek, kasihan", seloroh Dion yang sedari tadi ikut mengamati ekspresi Ezra yang tampak tak bersemangat.
Ezra tersenyum tipis, "Gue balik ya, Bro", ia bangkit dari tempat duduknya.
"Lho, kok balik sih, Zra? tadi katanya gak mau pulang, males", sindir Bagas yang kini tengah asyik merapatkan tubuhnya ke Nita.
"Iya nih, Si Ezra gak asyik. Susah payah lho gue nyari cewek-cewek tercantik di sini, eh lo malah pergi, parah", timpal Dion.
Ezra menatap kedua sahabatnya itu, "Sorry, gue berubah pikiran. Thank's ya Bro, sampai ketemu besok", ujar Ezra santai, dia sudah bersiap melangkahkan kakinya, tapi dengan cepat Gita menarik tangan Ezra.
"Tunggu, kamu yakin mau ninggalin aku di sini?", tanya Gita genit. Wanita itu sudah berdiri di samping Ezra dan menatapnya dengan penuh harap.
"Sorry, gue harus pulang. Lo bisa di sini bareng mereka", Ezra menepis tangan Gita dan berlalu tanpa menoleh lagi ke ruang tempat dirinya tadi menghabiskan waktu bersama Bagas dan Dion.
"Sial", keluh Gita. Dia meremas kedua tangannya karena kesal.
Gita tahu betul siapa Ezra, bahkan bisa dibilang hampir semua wanita di club malam ini begitu menginginkan kesempatan untuk bisa bersama lelaki itu. Sayang, saat dirinya mendapatkan kesempatan yang diidam-idamkan para wanita malam, Ezra justru menolaknya dengan mudah.
"Udahlah Gita sayang, di sini masih ada gue sama Bagas. Gue siap kok memuaskan lo juga Devi sekaligus", goda Dion yang bisa menangkap raut kekecewaan di wajah Gita.
"Gila, mana mau gue main bertiga. Gue out!", jawab Gita tegas. Ia bahkan pergi dari tempat itu tanpa berpamitan pada yang lainnya.
Sesampainya di mobil, Gita memukul stir dengan keras, "Gue gak akan nyerah, Ezra Hadinata, gue pastikan cepat atau lambat lo akan bertekuk lutut di depan gue", ucap Gita pasti.
semoga tidak ada lagi yang menghalangi kebahagiaan kalian
setelah aku ikuti...
tapi cerita nya bagus biar diawal emosian 🤣🤣🤣
semoga aja raya bisa Nerima anak kamu dan Sindi ya...
semangat buat jelaskan ke raya
aku penasaran kek mana reaksi Sindi dan papanya tau ya kebusukan anak nya
semoga tidak terpengaruh ya....
taunya Sindi sakit tapi kalau kejahatan ya harus di pertanggung jawaban