NovelToon NovelToon
Cinta Sang Jurnalis

Cinta Sang Jurnalis

Status: tamat
Genre:Teen / Romantis / Contest / Romansa Modern / Pernikahan Kilat / Tamat
Popularitas:1.3M
Nilai: 4.6
Nama Author: NL choi

Gadis cantik bernama Kirei Fitriya Tsabita berprofesi sebagai jurnalis di sebuah media televisi swasta.

Cita-citanya lahir lewat tangan ayahnya yang juga seorang wartawan senior. Ayah baginya idola, cinta pertama dan kiblatnya. Hingga peristiwa yang menyebabkan ayahnya meninggal ia membulatkan tekad melanjutkan cita-citanya. Sebuah cita-cita sederhana berkat kekaguman seorang anak terhadap ayahnya.

Ternyata cita-cita sederhana itu membuatnya kalang kabut saat ia ditunjuk menjadi jurnalis lapangan divisi news program menggantikan rekannya yang resign. Meliput kejadian di luar dugaan program 'Telusur Peristiwa' dan harus menghadapi atasan yang ia juluki makhluk aneh dan sok menyebalkan.

Belum lagi harus berhubungan dengan Wadir Reskrimsus terkait beberapa kasus liputannya. Yang mana mengantarkannya pada 'pernikahan' yang tak disangka-sangka.

Apakah 'pernikahan' itu mampu menghadirkan cinta?
Setelah kenyataan di depan mata, orang-orang terkasihnya ternyata terkait dengan kejadian kematian ayahnya.

Follow ig : enel_choi

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NL choi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

9. Caribbean van Java

...9. Caribbean van Java...

Kirei

Semilir angin pantai menerbangkan surai hitamnya yang sebahu. Terkadang menutup padangan matanya yang sedang menatap ke depan. Sesekali ia menyibak dan menyelipkan di belakang telinganya. Tapi kekuatan angin mampu mengacak-ngacaknya kembali.

Melakukan perjalanan dua setengah jam  barulah ia tiba di pantai Kartini. Melepas lelah dengan memandang cakrawala laut biru dipadu langit cerah di hadapannya.

Ia tak menyangka bahwa Aldi kali ini ikut dalam liputannya. Alasan klise yang membuatnya tercenung.

“Saya harus memastikan semua baik dan selamat karena liputan kali ini beresiko.” Ujar Aldi sebelum keberangkatan di lobi kantor tadi pagi.

Atasannya itu pun sudah mewanti-wantinya melalui pesan singkat untuk membawa perlengkapan menginap. Karena lokasi yang jauh dan menghindari hal-hal di luar kuasa.

Dan atasannya itu telah duduk manis di depan samping kemudi Pak Yono. Sementara dirinya duduk di bangku tengah bersama Mas Budi.

“Kita langsung datangi mereka. Mumpung mereka beristirahat di rumah. Kalau nanti sore mereka sudah berangkat melaut." Ucap Aldi sambil berlalu setelah mengatakan itu, yang membuatnya kembali sadar dari pukauan pemandangan di depan.

Akhirnya ia dan Budi hanya mengekori di belakangnya.

Benar saja, sebagian dari para nelayan di daerah pantai ini sedang merajut tali menyambung jaring yang rusak. Ada pula yang sedang tidur-tiduran di bawah pohon nan rindang dan sebagian lain hanya beristirahat di rumahnya masing-masing.

Tak menyiakan waktu yang semakin berlalu. Ia dan Mas Budi mulai memperkenalkan diri dan meminta waktu mereka untuk diwawancarai. Sebagian menolak dengan terang dan sebagian lagi menjawab sesuai apa yang dipertanyakan pada mereka.

Hingga tak terasa waktu telah berganti siang pukul dua.

“Kita istirahat dan makan dulu. Baru sore hari kita temui perangkat koperasi dan kepala desa setempat." Ucap Aldi, dan lagi-lagi ia serta Mas Budi hanya mengangguk lalu mengikuti di belakangnya.

Duduk lesehan di sebuah gazebo pinggir laut. Meski rumah makan sederhana, tapi terlihat bersih dan nyaman.

Seorang pelayan telah menyajikan makanan yang telah dipesan beberapa saat lalu. Entah kapan memesannya ia pun tak tahu. Pun dengan Mas Budi. Karena ini pertama kalinya ia dan Mas Budi datang di kota yang terkenal dengan ukiran Jepara ini.

Ada berbagai menu dari ikan bakar, udang goreng, cumi saos tiram dan sup ikan. Tak ketinggalan es kelapa yang disajikan secara utuh.

“Cobain, makanan khas sini.” Aldi menyodorkan sebuah sup ikan padanya.

Senyum kecil terbit dari bibirnya, “Thanks, Mas. Apa namanya ini,” tanyanya.

“Anytime, Rei." Balas atasannya itu dengan tersenyum simpul.

Sepersekian detik ia mengerutkan dahinya, saat menyuapkan sendok yang berisi sup ikan itu bersamaan kalimat Aldi yang keluar.

“Pindang Serani," jawab Aldi di detik berikutnya.

Ia mengangguk, “Seger, ada rasa asam, pedas dan ada manisnya gitu,” kemudian ia menyuap lagi karena ketagihan rasa yang ditimbulkan dari sup ikan tersebut.

“Ini ikan kakap merah,” terang Aldi.

“Lo, paham masakan ini, Al?” Tanya mas Budi.

“Dulu sewaktu traveling ke Karimun Jawa hampir tiap hari disuguhi masakan ini. Jadi hapal di luar kepala.”

“Oya?”

Aldi mangut-mangut, membenarkan ucapannya.

“Malam ini kita nginap di hotel dekat pelabuhan sini, karena besok pagi-pagi kapal penyeberangan ke Karimun Jawa adanya pagi jam 7.” Terang Aldi di sela-sela mengunyah makanannya.

Mereka mengangguk dan menikmati makanan dalam keheningan. Diiringi suara desau angin dan ombak yang menjadi backsound pengiring suasana.

Selepas makan siang mereka berlanjut ke kantor koperasi nelayan yang jaraknya tidak jauh dari warung makan tadi. Mengendarai mobil sekitar sepuluh menit. Mereka tiba di sana.

Lekas menemui pengurus yang bisa untuk dijadikan narasumber. Namun tampaknya merek harus gigit jari. Tak satu pun dari mereka yang mau diwawancara.

Aldi menepuk bahunya, “Kita cari narasumber lain.”

Menemui kepala desa setempat yang juga menjabat sebagai dewan penasihat koperasi. Berusaha untuk mengorek informasi sebanyak-banyaknya.

Senyum terbit di bibirnya, pun dengan Aldi yang mengulas senyum meski tampak disembunyikan. Wawancara memakan waktu hampir satu jam lebih. Hingga ketiganya harus mengakhiri sebab bapak kades ada acara lain yang harus diikutinya.

Matahari sudah condong ke barat, sinar panasnya berubah menjadi hangat.

“Mas, boleh gak saya ke pantai? Hari ini udah selesai kan?” Ucapnya meminta ijin pada atasannya.

“Mau lihat sunset?” Tebak Aldi.

Ia pun mengangguk kecil.

“Tapi sorry, Rei. Aku gak bisa ikut ya.” Sahut Budi.

“Gak apa-apa kok, Mas. Berani kok sendirian,” balasnya dengan menerbitkan senyum di bibirnya.

“Aku temani." Sergah Aldi.

Ia buru-buru menyahut, “ Gak usah, Mas. Barangkali Mas Aldi cape. Istirahat aja.”

“Gak ada penolakan. Aku gak mau tiba-tiba kamu tersesat dan hilang,” tandas Aldi penuh penegasan.

“Hah?!” Gadis itu mengernyit heran. Emangnya aku anak kecil yang gak tau jalan. Batinnya kesal.

Mereka berpisah di simpang jalan. Mobil berhenti, ia dan Aldi turun sementara Mas Budi dan Pak Yono berlanjut ke hotel.

Saat di ujung jembatan kayu yang menjorok ke laut, gadis berambut sebahu itu merentangkan tangannya, memejamkan mata dan menghirup udara sebanyak-banyaknya lalu menghembuskan secara perlahan.

Aldi hanya memperhatikannya dari tempatnya berdiri tak jauh di belakangnya sembari menghisap batang rokoknya.

Setelah merasa cukup ia menghela napas. Lalu membidik matahari yang sudah mulai tenggelam di lautan dengan kamera yang menggantung di lehernya. Perfect sunset pikirnya. Tanpa tertutup awan dan tepat jatuh di lautan. Sesekali melihat hasil jepretannya, merasa kurang puas dengan hasilnya ia ulangi sekali lagi dan lagi.

Semuanya tak luput dari perhatian Aldi yang terus memperhatikannya.

“Perlu bantuan?” Tawar Aldi yang mengagetkannya. Membuang putung rokok ke bawah, lalu menggerusnya dengan sepatunya.

Ia baru sadar jika Aldi sedari tadi berada tak jauh darinya. Lalu mengangsurkan kamera itu pada Aldi.

“Gunakan mode manual saja sehingga tidak perlu menyia-nyiakan waktu untuk fokus ke objek,” terang Aldi dengan mengubah setting-an pada beberapa tombol di sana.

“Setting white balance ke cloudy biar foto sunset nanti lebih hangat dan bagus hasilnya dari pada white balance auto. Coba aja kamu otak atik white balance.”

Ia semakin penasaran dengan penjelasan Aldi. Ia pun mulai mendekat demi melihat setting kamera yang pas saat membidik objek sunset. Hingga tak sadar jarak mereka terkikis hanya satu jengkal saja.

“Nih, gunakan mode yang spot metering agar memperoleh eksposur yang tepat. Arahkan pada sekitar objek jangan tepat pada objek. Lalu lakukan metering dengan memecet separuh shutter lalu kunci eksposure tinggal arahkan dan ‘klik’ jepret. Bagus kan?” Pria jangkung itu memperlihatkan hasil jepretannya.

“Oh, iiyaa ... hasilnya menakjubkan.” Sahutnya dengan senang.

Ia memang pernah mempelajari cara pengambilan gambar dengan kamera DSLR seperti kamera yang ia bawa sekarang. Tapi waktu itu belum sempat sedetail seperti ini.

“Thanks, Mas.”

“Sama-sama ... Rei." Balasnya dengan menerbitkan senyum.

“Coba kamu berdiri di situ,” tunjuknya  pada pagar jembatan kayu, “ini posisi bagus buat ngambil foto siluet.” Imbuhnya.

Beberapa kali Aldi membidik fotonya dengan background sunset di belakangnya.

“Good. Beautiful.” Ucapnya tanpa sadar dengan senyum mengembang.

“Mau gantian aku fotoin, Mas?”

Ia menggeleng, “Foto sunset-ku, udah banyak.” Akunya dengan sombong.

Gadis itu menipiskan bibirnya lurus, “Mulai deh menyebalkan." Tapi hanya terucap dalam hatinya.

Tiba-tiba beberapa anak berlarian dari belakangnya entah dari mana. Mereka begitu saja melewatinya seraya tertawa bebas. Meloncat dari ujung jembatan dan terjun dengan berbagai gaya.

Byurrr....

Tak menyiakan kesempatan, Aldi membidik mereka.

“Cobalah,” tukasnya dengan menyodorkan kamera itu padanya.

“Pose mereka itu natural. Tidak ada setting dan hasilnya pasti di luar ekspektasi kita.”

Ia mencoba mengarahkan kamera pada anak-anak yang berenang di bawah. Tampak tawa lebar dengan sejuta kebahagiaan terpancar di sana. Ia pun ikut tersenyum melihat pemandangan yang mungkin jarang ditemui.

Berkali-kali ia membidik anak-anak itu dengan berbagai gaya. Bahkan saat mereka tersadar bahwa mereka sedang difoto.

“Mbak, foto kami dong!” Ucap salah satu dari mereka.

“Aku juga mau, Mbak.” Sahut satunya.

“Aku juga,” yang lain pun menimpali.

Dengan bertelanjang dada mereka satu-satu dibidik dengan berbagai gaya.

“Mas, kayaknya Mas Aldi perlu foto sama mereka juga deh.” Ujarnya dengan menerbitkan senyum kecil di bibirnya. Ia tahu susah membujuk seorang Aldiansyah Kamandaka.

“Ayolah, Mas. Buat kenang-kenangan. Kapan lagi coba!” Rayunya.

Aldi masih bergeming.

“Ayo, Mas foto bareng kita,” ujar salah satu anak memaksa menariknya agar bergabung dengan mereka.

Ia mengulum senyum, seorang Aldi bisa takluk juga dengan anak-anak pikirnya. Meski terpaksa ia akhirnya bisa mendapatkan foto Aldi bersama anak-anak polos dan menggemaskan itu.

***

Aldi

Berdiri sedekat itu dengan gadis yang akhir-akhir ini merasuk dalam pikirannya membuatnya gelagapan. Tapi ia berusaha senormal mungkin agar tak terlihat gelagat yang mencurigakan.

Wangi aroma vanila yang menguar dari rambutnya yang berkibar akibat tertiup angin membuat jantungnya merasakan getaran aneh dan asing.

“Oh, sial!” Makinya dalam hati saat degup jantungnya berloncatan tak beraturan.

Ia beralasan membidik gadis itu sebagai objek siluet. Demi menjaga jarak agar tak terlalu dekat dengannya. Namun justru bidikan itu menghasilkan karya yang indah. So beautiful.

Senyuman gadis itu benar-benar memikatnya. Lesung pipinya yang begitu menawan. Menambah nilai tersendiri atas kecantikan ragawi yang dimilikinya.

“Good. Beautiful." Ucapnya tanpa sadar dengan senyum mengembang.

Namun sepersekian detik, “Damn it!” Ia mengumpati dirinya sendiri dalam hati.

Matahari telah benar-benar tenggelam. Digantikan lampu kelap kelip yang bertebaran di lautan. Anak-anak telah pulang ke rumahnya masing-masing.

Ia berjalan bersisian dengan Kirei menyusuri jembatan kayu menuju hotel tempat mereka menginap. Tak ada yang bersuara. Hening. Hanya terdengar langkah kaki di atas lantai kayu.

“Sampai ketemu besok pagi." Ucapnya saat mereka berpisah di lobi hotel bertepatan dering teleponnya yang berbunyi nyaring.

-

-

Terima kasih sudah mampir, membaca dan memberi dukungan .... ya 🤗

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

1
Vie ardila
Luar biasa
chika aprilia zubaidah
kata2 i don't care, jd inget mama nya raymond chin😁
Anjas Badat
baca yang ke 2 kalinya ..
Nafisa nur Aulia
Kecewa
Nafisa nur Aulia
Buruk
🌻nof🌻
bab 15 ini 😭😭😭😭
🌻nof🌻
pityan deh you🤣
🌻nof🌻
anaknya kayak gimana ya?🤣🤣🤣
Ida Ayu Utami
Luar biasa
Ei_AldeguerGhazali
Beneran sih baca novel ini bikin betah, banyak ilmu yg di dapat, banyak hikmah yg bisa dipelajari. Hidup memang harus legowo. Makasi kak author semoga bisa berkarya terus dan makin sukses. Salam dr warga semarang 🥰
Ei_AldeguerGhazali
Ada yg datang dan pasti ada yg pergi, Rip bappu dan nenne
Ei_AldeguerGhazali
Horee yg dinanti datang juga🥰
Ei_AldeguerGhazali
Baru kali ini tertarik bgt baca cerita tentang jurnalis, dan pas bgt ada berita kecelakan jurnalis, kameramen & kru tvone yg kecelakaan di tol pemalang hari ini, langsung tbtb keinget novel ini. Nyesek bgt ternyata jadi jurnalis dan kameramen ngga semudah yg dikira orang”. Berdoa semoga korban meninggal di terima disisiNYA 🙏🏻
Ei_AldeguerGhazali
Ampun dah pesona kirei, aldi aja belum selesai move on nya ini udah ada lg ganjar wkwk 🤣
Ei_AldeguerGhazali
Seru bgt punya kakak kyk ken 😍
Ei_AldeguerGhazali
Pengangguran borjuis beneran mah ini sih rei 🤣
Ei_AldeguerGhazali
Ngakak bgt lihat tingkah ken setelah dpt warisan 🤣
Ei_AldeguerGhazali
Mas ken mah ngga nolak 😁
Ei_AldeguerGhazali
Wkwk dpt warisan ya ken🤣
Ei_AldeguerGhazali
Jadi inget mama niar sm papa setyo🥹
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!