NovelToon NovelToon
Married By Mistake (Terpaksa Menikahi Sahabat)

Married By Mistake (Terpaksa Menikahi Sahabat)

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Cintamanis / Konflik etika / Pernikahan Kilat / Persahabatan / Romansa
Popularitas:954
Nilai: 5
Nama Author: Moira Ninochka Margo

"Aku hamil, Fir, tapi Daniel tidak menginginkannya,"

Saat sahabatnya itu mengungkapkan alasannya yang menghindarinya bahkan telah mengisolasikan dirinya selama dua bulan belakangan ini, membuatnya terpukul. Namun respon Firhan bahkan mengejutkan Nesya. Firhan, Mahasiswa S2, tampan, mapan dan berdarah konglomerat, bersedia menikahi Nesya, seorang mahasiswi miskin dan yatim-piatu yang harus berhenti kuliah karena kehamilannya. Nesya hamil di luar nikah setelah sekelompok preman yang memperkosanya secara bergiliran di hadapan pacarnya, Daniel, saat mereka pulang dari kuliah malam.

Di tengah keputus-asaan Nesya karena masalah yang dihadapinya itu, Firhan tetap menikahinya meski gadis itu terpaksa menikah dan tidak mencintai sahabatnya itu, namun keputusan gegabah Firhan malah membawa masalah yang lebih besar. Dari mulai masalah dengan ayahnya, dengan Dian, sahabat Nesya, bahkan dengan Daniel, mantan kekasih Nesya yang menolak keras untuk mempertahankan janin gadis itu.

Apa yang terjadi?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Moira Ninochka Margo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

DUA Deringan Telpon Tengah Malam

HARI ini cuacanya berubah mendung. Awan tampak agak gelap, dan sepertinya hujan deras akan lama. Aku kini bersedekap sembari berjalan mengitari meja hias yang terbuat dari keramik berwarna pualam, meraih remote pendingin yang tengah menempel di dinding dan menyetel kembali suhunya agar tak terlalu sejuk, lalu kembali lagi ke tempat yang sedari tadi kuberdiri. Rongga dada terasa dingin, saat aku menarik napas dalam-dalam sambil memejamkan mata dan tersenyum.

Dian sudah sedari tadi pulang saat langit berubah mendung. Dan aku, kini berada di ruang tengah sendirian. Berdiri, sembari memandang keluar jendela. menatap butiran-butiran menyenangkan itu yang tengah jatuh dan mendarat di atas bunga-bunga berwarna yang saat ini tengah menghias halaman samping rumah. Ya, jika moment seperti ini, biasanya aku dan Firhan memejamkan mata. Lalu, saat hitungan ketiga dan perlahan membuka mata, kami berharap pelangi itu muncul. Namun, jika masih belum terlihat, kami berulang kali mengulanginya. Bahkan, sampai pelangi itu baru terlihat ketika hujan agak reda. Aku terkekeh mengingat itu. Entahlah, semakin hari, aku semakin rindu padanya. Entah cinta atau bukan. Tapi sungguh, rasanya membuatku bahagia. Lagi, aku tersenyum saat wajah tampannya mulai mengusik dan menari-nari indah di pikiranku. Mungkinkah saat ini memang benar, bahwa ia berhasil menarikku dalam kegelapan masa lalu? Entahlah.

"Assalamu 'alaikum."

Bisikan suara lembut di indera pendengar ini sambil bersamaan itu pula, seseorang tengah mendekapku seraya menggelayut manja di punggung yang membuat seketika berbalik menoleh ke sumber suara tersebut.

"Firhan?"

Senyum manisnya menyentuh mata saat melihatnya. "Yang benar itu, Wa'alaikum salaam, Nyonya Firhan." Koreksinya yang membuatku tersenyum.

"Wa'alaikum salaam." Sahutku meralat ucapanku.

"Good!" Seru Firhan, lalu mengecup pipi dan tersenyum. Senyumnya menular.

"Jadi, apa yang membuat istri cantikku ini tertawa sendirian?" Tanyanya yang membuatku terkekeh.

"Apaa, ya?"

"Nesya... " erangnya manja dan lagi-lagi membuatku tertawa.

Ia sengaja memasang tampang kesal. Namun, hanya senyuman yang terlihat. "Aku ikut senang melihat kamu tertawa lepas dan tersenyum seperti itu," Gumamnya setelah kekehanku mereda.

Tangannya telah berpindah menggenggam wajah. Aku tersenyum dan menatap lekat matanya. Seolah-olah, ada keindahan di sana yang tak ingin aku lewatkan.

"Aku juga ikut senang melihat senyum indahmu itu, Mr. Tampan," Gumamku dan membuatnya terkekeh.

"Itu karena kamu penyebabnya. Karena, tawa dan senyummu. karena, ketulusan dan kasihmu. karena, doa dan semangatmu. Aku seperti ini, karena istri hebatku ini,” akuinya lirih sembari tersenyum.

Mata cokelat bulatnya tampak berbinar dan itu membuat aku tidak suka melihatnya. Seperti ada kesedihan di sana.

"Astaga, rambutmu basah seperti ini, mengapa masih dibiarkan begini?" tanyaku mengalihkan dan malah tangannya berpindah ke pinggangku, menarik, lalu mendekap yang seolah-olah tidak ingin membiarkanku lepas darinya, saat aku hendak mengambilkan handuk.

"Fir, lepaskan aku. Aku harus mengambil handuk untukmu, bisa-bisa kepalamu nanti sakit." Pintaku memandangnya sembari menggeliat dan tangannya semakin mendekap erat pinggangku. Lelaki itu hanya tersenyum memandangku dalam tatapan menggodanya tanpa sepatah kata pun.

"Kumohon, Fir?" mencoba kembali yang kali ini raut wajah sengaja memelas padanya dan senyum di wajah lelaki itu semakin melebar menyentuh matanya seperti menggoda.

"Jangan!"

Ucapannya membuatku berhenti menggeliat dan memandangnya penuh tanya. "Jangan memanggilku dengan sebutan seperti itu! Aku sudah menjadi calon ayah dan malaikat kecilku berada dalam sana." Lanjutnya, dan itu membuatku tersenyum.

"Lalu?" Tanyaku menggoda yang kini tangan ini kukaitkan di lehernya, menggelayut manja.

"Jadi, panggil aku papa," pintanya, tapi kedengarannya seperti mendesak. Kekehan ini terdengar.

"Iya, Papa sayang." Lirihku tersenyum dengan nada yang sengaja kubuat mengejek, namun itu tidak mengganggunya dan bahkan membuatnya menampakkan senyum puas.

Firhan semakin mendekap erat pinggangku, menatap lekat, lalu meniup mata ini dan seketika membuat mata ini terpejam. Kekehannya terdengar lagi yang kubalas hanya dengan memandangnya tersenyum.

"Baiklah! Beri aku kesempatan mengambilkan handuk untukmu." Dia mengerling padaku dan lagi-lagi membuatku tersenyum.

"Anehnya, suamiku tiba-tiba genit dan aggresive!" gerutuku hingga ia tertawa. Lalu, mengecup kening ini.

Saat hendak mengecup keningnya juga, dengan susah payah aku berjinjit untuk bisa meraihnya. Tapi, hanya kekehan mengejek kudengar dari mulutnya dan membuatku menatapnya dengan senyuman. Firhan tersenyum dan menundukkan wajahnya kepadaku. Dan dengan senang hati, aku tersenyum dan mengecup keningnya.

Dengan raut wajah berseri, tangannya telah terlepas dari pinggangku. Aku lalu berlalu sembari menahan senyum dan bergegas mengambilkan handuk untuknya. Rasanya pipiku memanas.

...* * *...

 

"Jadi, bagaimana harimu, Sayang?" Tanyanya setelah meraih piring yang telah kuisikan makanan untuknya.

Hari ini dinner kita memang menunya adalah Tumis Kangkung, Oseng Tempe Tahu, dan Teri Asin Saus Tiram. Itu memang menu favorite Firhan. Bahkan, sehari pasca pernikahan kita pun, dia membuat masakan itu. Sungguh, membuatku tak habis pikir. Lelaki berdarah konglomerat yang dibesarkan dengan kemewahan, menyukai makanan sederhana ini menurutku.

"Sayang, ada apa? Perutmu sakit?" Suaranya lagi-lagi menyentakkanku dari lamunan yang seketika membuatku kikuk dan tanpa sadar mengubah posisi duduk. Aku menggeleng sembari tersenyum.

"Omong-omong, Dian tadi siang kemari." Alihku memberitahu setelah berdehem.

"Oh, ya?" Sahutnya tak percaya dan raut wajahnya tampak senang juga.

"Aku senang, setidaknya cerewetnya membantumu membunuh rasa bosan sendirian di rumah."

Senyum sambil menggangguk setujuku tampak. Kami lalu makan. Tidak membutuhkan waktu lama, akhurnya selesai dan bercengkerama sejenak di ruang tengah, lalu berpindah ke kamar saat kami mulai mengantuk. Firhan saat ini tidur di pangkuanku, sambil tangan kanan ini membelai-belai rambutnya bak kanak-kanak. Ia sesekali menguap dan melirikku yang kadang mata kami bertemu dan hanya balasan saling tersenyum yang tampak. Sedang aku, masih asyik dan larut dalam Qur'an yang tengah kubaca sedari tadi. Ritual ini sengaja biasakan setiap hendak tidur. Setelah menyimpan Qur'an, membaca do’a senandung Al-Qur'an dan mengecup kitab ini, aku lalu tersenyum ke arah suamiku itu. Tangannya kini menggenggam hangat tanganku.

"Tidur dong, Mama sayang. Nanti kalau sakit, bagaimana?" pintanya memohon dalam rayuannya.

"Iya, ini juga sudah mau tidur." Patuhku tersenyum.

Kulirik jam sekilas, sudah pukul duapuluh tiga lewat. Suamiku bangkit dan mengubah posisi tidurnya. Dan saat hendak berbaring untuk istirahat dan tidur, ponselku berdering. Aku lalu meraihnya di atas meja. Sejenak, kami saling berpandangan.

Siapa yang menelepon malam-malam begini?

Firhan mengangguk untuk setuju meyakinkan, saat aku menatapnya ragu, lalu setelah mendesah panjang, akhirnya pada deringan kesekian kalinya yang kini kujawab telepon itu.

"Halo?" lirihku ragu sambil menggigit bibir setelah menyentuh dan menggeser screen ponsel.

"Assalamu'alaikum dulu, Sayang," bisik Firhan di sebelahku mengoreksi.

Aku menatapnya sejenak, lalu tersenyum saat ia mengerling padaku dengan wajah innocent-nya.

"Assalamu'alaikum." Ulangku mencoba.

"Nah, kan, enak di dengarnya." Lagi, suamiku itu kembali merecoki dengan godaannya yang kali ini suaranya tidak berbisik, namun cukup berisik. Aku seketika menjauhkan ponsel dan memandangnya lekat.

"Sayang, aku lagi angkat telepon." Keluhku yang lagi-lagi ditanggapi dengan mengerling dengan wajah innocent-nya ke arahku. Ia tersenyum lebar.

"Halo, ini siapa?" tanyaku mencoba lagi saat ponsel kudekatkan lagi di indera pendengarku.

Lagi, tak ada suara, hanya keheningan.

"Siapa saja yang ada di hatimu." Kembali, suara lembut Firhan masih merecoki dengan menggoda.

Aku hanya mendesah pasrah sembari memandangnya tersenyum sejenak. kemudian, "Mr. Firhan Pradipta Zayn?" erangku memandangnya memohon.

"Ya, Mrs. Bintang Elnesya Zayn?" sahutnya dengan raut wajah seakan tak bersalah yang membuatku tersenyum, saat mendengar penggabungan nama terakhir itu. Ia sengaja membubuhkan nama belakangnya, pada belakang namaku.

"Please?”

"Baiklah." Patuhnya menyengir, kemudian mengecup pipiku cepat dan terkekeh. Ia lalu berbaring dan tak menggangguku lagi. Dan tingkah manis nan konyolnya itu membuatku tersenyum memandangnya sejenak.

"Halo?" aku mencoba sekali lagi.

"Nesya?"

Suara serak nge-bass itu terdengar jelas di telingaku dan seketika membuat wajah ini berubah dan bahu merosot. Aku tak bisa membalas tatapan penuh tanya suamiku yang seketika heran melihat perubahan ekspresi dan sikapku. Dia bangkit dan mengambil cepat ponsel itu dariku, namun teleponnya sudah terputus. Tangan panjangnya yang hangat telah meremas lembut tanganku.

"Sayang, ada apa? Kumohon, bicaralah?" pintanya panik dan cemas. Namun, masih diam mematung tak bergeming. Seperti seluruh syarafku mati rasa. Dan seketika, kurasakan airmata menetes.

Rasanya dingin. Seperti kurasakan tubuh tenggelam di dasar Atlantic dengan rasa dingin yang begitu menggigit dan menusuk setiap pembuluh darah.

 

...* * * *...

1
Noveria_MawarViani
mampir juga ya ke novelku
Noveria_MawarViani
romantis banget
Noveria_MawarViani
bagus ceritanya
tasha angin
Gak sabar nunggu kelanjutannya!
Moira Ninochka Margo: halo kak, makasih udah baca, udah di up ya sampai bab 10
total 1 replies
Sky blue
Salah satu cerita terbaik yang pernah aku baca, mantap!
Moira Ninochka Margo: halo, makasih udah mampir dan support. Moga betah, hehe
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!