Niara yang sangat percaya dengan cinta dan kesetiaan kekasihnya Reino, sangat terkejut ketika mendapati kabar jika kekasihnya akan menikahi wanita lain. Kata putus yang selalu jadi ucapan Niara ketika keduanya bertengkar, menjadi boomerang untuk dirinya sendiri. Reino yang di paksa nikah, ternyata masih sangat mencintai Niara.
Sedangkan, Niara menerima lamaran seorang Pria yang sudah ia kenal sejak lama untuk melupakan Reino. Namun, sebuah tragedi terjadi ketika Reino datang ke acara pernikahan Niara. Reino menunjukkan beberapa video tak pantas saat menjalin hubungan bersama Niara di masa lalu. Bahkan, mengancam akan bunuh diri di tempat Pernikahan.
Akankah calon suami Niara masih mempertahankan pernikahan ini?
🍁jangan lupa like, coment, vote dan bintang 🌟🌟🌟🌟🌟 ya 🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Noveria, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 13
‘Disukai secara diam-diam inikah rasanya?’ Sebelumnya Pria yang aku anggap hanya angkuh kepadaku, tidak pernah tersenyum padaku itu sangat membenciku. Aku berusaha mati-matian bertahan bekerja di tempat ini. Dia selalu memarahiku saat awal aku menjadi anak baru, ada saja cemoohan yang dilontarkan padaku. Bisa dibilang aku ambisius dalam bekerja, hingga kadang terlalu loyalitas dalam pekerjaan ini karena dia. Aku melewatkan malam minggu pergi dengan Reino, karena selalu lembur merevisi kinerja timku. Keinginanku hanya mendapatkan satu pujian darinya sekali saja.
Akan tetapi kejutan ini sangat tidak pernah terbesit, bukan pujian yang aku dapat darinya melainkan ungkapan isi hatinya yang ingin menikahiku.
BAB 13 ( Diam-diam )
Aku menatap Pak Ridwan dari kejauhan. Dia berdiri di depan jendela kerjanya, tangan kanannya memutar-mutar pulpen. Dia membalas tatapanku dari jauh.
“Aku dengar Pak Ridwan akan menikah lagi?” ujar temanku, dia seorang penjahit di bagian Produksi.
“Ah, aku tidak tahu,” ucapku lirih.
“Astaga, belum satu tahun kan istrinya meninggal. Laki-laki memang seperti itu, di tinggal istri sebentar udah ada niatan kawin lagi,” celetuk temanku lainnya. .
“Begitulah, kalau wanita jadi janda dia lebih fokus mementingkan anak-anaknya. Udah nggak tahan nafsunya,”
Aku hanya tersenyum getir mendengar ucapan mereka.
“Kira-kira siapa ya istri keduanya. Apa mungkin lebih cantik dari istri pertamanya?”
“Ah tidak mungkin, menurutku tidak ada yang mengalahkan kecantikan Bu Desy, dia sangat cantik dan lembut. Aku sendiri terpesona melihat dia waktu kita menjenguknya saat lahiran anak kedua dulu,”
“Lelaki kaya bebas, pasti cari yang cantik, seksi, peduli nggaknya dengan anak mana mau tahu. Yang penting goyangannya”
Hahahahahha
Satu line membicarakan Pak Ridwan dan menertawakan wanita yang tak lain adalah aku. Aku masih tersenyum dengan perasaan yang campur aduk kesalnya. Sesaat yang sebelumnya aku merasa Pak Ridwan tak pantas untukku, kini aku berpikir akulah yang tak layak untuknya.
Aku kembali ke ruang kerjaku, menenangkan pikiranku yang gelisah. Aku memikirkan semalu apa aku nantinya, jika benar-benar aku bersanding dengan Pak Ridwan. Semua teman-teman di lingkungan kerjaku pasti akan mencemooh karena menjadi istri kedua.
Toktok
Suara ketukan pintu mengagetkan lamunanku. Lebih terkejut lagi saat Pak Ridwan yang mengetuknya. Dia membuka pintu sedikit.
“Ayo pulang, aku tunggu di tempat Parkir!” ucap Pak Ridwan.
“Hah, belum waktunya pulang kok, masih 2 jam lagi, kan?”
jawabku, membuang muka. Beralih pura-pura menatap layar laptopku.
“Aku sudah meminta izin tadi. mau aku genggam tanganmu keluar dari sini menuruni tangga atau kamu berjalan sendiri ke arah tempat parkir?” ucap Pak Ridwan, memberikan perintah dengan pilihan yang keduanya sangat tidak ingin ku lakukan. Sebelum aku menjawab, dia sudah menutup pintu dan pergi berlalu.
Aku masih bergeming duduk di kursi kerjaku. Aku menyelesaikan beberapa pekerjaan ku, mengabaikan perintah Pak Ridwan tadi.
“Untuk apa aku harus menurutinya, memang dia siapa?” gerutuku, masih mengotak-atik keyboard.
15 menit berlalu, aku menatap jam di pergelangan tangan kiriku. Ponselku masih aman, tidak ada pesan ataupun telepon yang masuk. “Pasti dia juga udah pergi,” gumamku. Aku kembali keluar dari ruang kerja, membawa setumpuk kertas kinerja produksi hari ini ke ruang Pak Septo.
“Lho, kalian nggak jadi pergi?” tanya Pak Septo, saat aku masuk ke ruang kerjanya.
“Kalian siapa, Pak? tanyaku balik. Aku menaruh tumpukan kertas itu di meja.
“Lah, katanya kamu sama Ridwan mau cetak undangan nikah,” ujar Pak Septo. Aku kebingungan dengan ucapan Pak Septo. “ya udahlah, sana pulang duluan! urus dulu urusan kalian!” ucap Pak Septo.
“Nggak kok Pak, saya sama Pak Ridwan…”
“Udahlah, yang tahu cuma baru saya saja, nggak usah ditutup-tutupi,” Pak Septo memotong penjelasanku. Aku masih belum pergi dan masih ingin menjelaskan kesalahpahaman ini, jika belum ada niatku untuk menikah dengan Pak Ridwan.
“udah sana! dia dari tadi telepon saya, dikira saya yang menahanmu untuk pulang! udah pergi, pergi, pergi! jangan tambah bikin pusing.” ucap Pak Septo, matanya masih menatap layar laptop, tangannya memberi isyarat untuk aku agar segera pergi.
Aku mengepalkan kedua tanganku dengan kesal. Pak Ridwan seakan sesuka hati menyusun rencana yang dia inginkan. Padahal, aku belum menyetujui apapun. Aku mengambil tas di meja, lalu keluar dari ruang kerja.
Saat menuruni tangga, ternyata Pak Ridwan berjalan menaiki tangga dan menatapku dengan wajah juteknya.
“Sudah aku tunggu dari tadi!” gertak Pak Ridwan lirih ke arahku. Aku mengabaikan ucapannya dan terus berjalan. Beberapa karyawan lainnya menyorot ke arah kami. Saling berbisik, dan aku sudah bisa menebak apa yang mereka pikirkan tentang kami. Saat absen, satpam yang biasanya banyak bertanya juga diam saja melihatku pulang lebih awal.
Aku masuk kedalam mobil Pak Ridwan. Setelah bersiap akan pergi, aku memukul di dada Pak Ridwan dengan tasku berulang kali, hingga kemejanya kusut.
“Siapa suruh bilang sama Pak Septo mau bikin undangan!” gerutuku padanya. Pak Ridwan hanya diam, dia melepaskan dasinya, lalu membuka kancing atas kemejanya serta menggulung bagian lengan. Aku sesaat terpesona dengan kulitnya yang bersih. Apalagi saat melepas kacamatanya, aku semakin terpukau, aku mengambil tasku di pangkuannya dan membuang muka ke arah sisi jendela. Menutupi perasaan tergodaku kali ini.
“Apa yang tidak kau sukai dariku?” tanya Pak Ridwan, menarik tangan kananku. Aku mengabaikan ucapannya, dan tetap bergeming menatap wajahku di kaca mobil. Aku menutup debaran dadaku dengan tasku, menekannya kuat kuat.
“aku ingin kita saling mengenal lebih jauh,” imbuh Pak Ridwan. Tangannya masih menggenggam erat jari-jariku. Aku masih diam, mencengkram tali tasku kuat-kuat untuk menyembunyikan rasa canggung. Aku mencoba sekuat tenaga melepas jari-jari Pak Ridwan yang menahan jari-jari kananku.
“Hah, menyebalkan,” gerutuku lirih. Namun, masih enggan menatap Pak Ridwan. Pak Ridwan lalu mencium punggung telapak tangan kananku dengan lembut. Sontak hal itu membuatku terkejut setengah mati.
“Lepaskan!” ucapku lirih, menarik tanganku. Namun, semakin aku ingin melepaskan diri. Dia semakin erat menggenggam tanganku. Dia mencium lagi punggung tanganku. Aku menggigit bibirku, aku benar-tidaknya tidak bisa berkata-kata.
“Cobalah mengenalku ya? aku akan berusaha sayang padamu dengan sepenuh hatiku.” ucap Pak Ridwan lembut. Sisi tangan lainnya, menyentuh keningku seakan merapikan rambutku yang berantakan. Jantungku semakin berdebar kencang, hingga aku sendiri mampu mendengarnya.
“Kamu mau makan apa?” tanya Pak Ridwan lembut, menarik daguku. Aku membuang muka lagi. “Sushi boleh kalau kamu yang bayar,” jawabku lirih.
Hahahhaha
Pak Ridwan tertawa mendengar jawabanku. Dia mengusap keningku, kemudian mencium keningku dan melepaskan genggaman tangannya. Dia mulai mengatur maps dan menyetir.
Sedang aku diam-diam memandangnya dari kaca jendela.
mana main!!!!
tarik atuh!
nanti giliran di tinggal istri baru sesak nafas.
Kau yang lebih terluka.
gak bisa diginiin:(
bunga for you nael
btw bikin Reno mati atuh Thor
Thor...bawa reoni kesini!!
gak bisa gak bisa!
apaan baru baca udah ada yang mati:>
ihh pengen cubit ginjal nya
thor cerita mu tak bisa d tebak.
kerenn bangeettt 👍👍👍