Sagara

🍂🍂🍂🍂🍂🍂

Tak adanya kabar dari Sagara tentu membuat keluarga sangat panik sebab ponsel anak itu sama sekali tak bisa di hubungi. Zico yang baru sampai di luar kota pun mau tak mau harus kembali saat Mommy nya mengatakan Sang putra menghilang.

"Kan tinggal cari aja, Mom."

Plak

Sandal yang di pakai Nyonya besar Pradipta itu pun melayang ke lengan putra semata wayangnya tersebut.

"Kamu cari sana! jangan sibuk kerja terus sampai anak yang cuma sebiji gak kamu perhatikan!" sentak Mommy yang bingung harus bagaimana lagi memberi pengertian pada Zico.

"Aluna pasti benci sekali padamu jika tahu kamu mengabaikan anaknya. Duniamu tak hanya mendiang istrimu saja tapi ada Sagara!"

Zico diam menunduk, ia tahu jika sikapnya selama 3 tahun ini memang salah besar bahkan Fatal tapi ia tak bisa berbuat apa-apa, bukan tak sayang hanya saja...

"Matanya mirip sekali dengan Aluna, apalagi senyumnya, Mom. Saat aku melihat Sagara seolah aku melihat Aluna dan di detik yang sama aku ingat lagi bagaimana sakitnya ia saat harus meregang nyawa di dalam pelukanku. Aku tak sanggup, Mom. Ini terlalu menyakitkan untukku yang tak pernah siap kehilangannya," jelas Zico di sela isak tangisnya. Tak pernah sekalipun ia tak menangis saat membahas tenang Aluna.

Hanya karna alasan sebuah kemiripan, Zico jadi begitu takut bertemu dengan putranya. Karna memang jika di lihat secara seksama anak dan ibu itu sangatlah mirip. Semenjak kematian Sang istri Zico tak punya lagi keberanian bertatap muka apalagi pandangan dengan Sagara.

"Itu bukan alasan, Zico. Jika memang kamu menganggap mereka itu sama seharusnya kamu bisa lebih memperhatikan Sagara. Dia butuh kamu, sekarang anak itu tak hanya kehilangan sosok ibu tapi juga sosok ayah yang masih ia miliki tapi justru Sagara merasa ia telah kehilangan semuanya."

"Mom---,"

"Cinta boleh, bodoh jangan!" potong Daddy nya dengan cepat.

Sebaik dan se perhatian apapun kedua orang itu, tentu rasanya tak akan sama seperti orangtua sendiri, Sagara kini jauh lebih tertutup bukan hanya pada keluarganya saja, tapi juga pada sepupunya yaitu Samudera, Gala dan Awan. Biasanya dulu mereka sering bermain bersama tapi tidak untuk sekarang, Sagara lebih suka menghabiskan waktunya di jalan aspal sebagai ketua Genk motor Black Diamond, dimana ia bisa meluapkan rasa kesal, benci, sepi serta rindu berbarengan dengan tarikan gas motor yang ia lakukan sampai ujung-ujungnya ia berdoa agar bisa dipertemukan dengan Surga-Nya.

.

.

.

Sagara yang masih terkulai lemas masih berbaring di di kasur ruang tengah, tak ada kamar kosong lagi disana sebab semua sudah terisi penuh, lagi pula memudahkan orang rumah mengurusnya termasuk saat Aisyah menemani, jika bukan di ruangan tertutup tentu wanita itu mau meski tetap ada jarak yang cukup lumayan jauh di antara mereka.

"Nak, kami boleh tahu alamat rumahmu, atau no telepon keluargamu? mereka pasti sedang menunggu, biar bapak yang mengabarinya ya," tanya Bapak setelah 3 hari Sagara berada di rumahnya.

Permintaan Bapak malah membuat Sagara tersenyum simpul sebab ia hanya ingat bayangan Mommy dan Daddynya, ia tahu dan juga merasa pasti kini ia sedang di cari oleh kedua orang itu tapi entah dengan papanya.

.

.

.

Bapak tak perlu khawatir, tak ada yang menungguku di rumah, aku punya keluarga tapi aku tak punya orang tua.