NovelToon NovelToon
KU HARAMKAN AIR SUSUKU

KU HARAMKAN AIR SUSUKU

Status: sedang berlangsung
Genre:Duda / Balas Dendam / CEO / One Night Stand / Anak Kembar / Dokter
Popularitas:5.4k
Nilai: 5
Nama Author: akos

Rindi, seorang perempuan berusia 40 tahun, harus menelan pahitnya kehidupan setelah menjual seluruh hartanya di kampung demi membiayai pendidikan dua anaknya, Rudy (21 tahun) dan Melda (18 tahun), yang menempuh pendidikan di kota.

Sejak kepergian mereka, Rindi dan suaminya, Tony, berjuang keras demi memenuhi kebutuhan kedua anaknya agar mereka bisa menggapai cita-cita. Setiap bulan, Rindi dan Tony mengirimkan uang tanpa mempedulikan kondisi mereka sendiri. Harta telah habis—hanya tersisa sebuah rumah sederhana tempat mereka berteduh.

Hari demi hari berlalu. Tony mulai jatuh sakit, namun sayangnya, Rudy dan Melda sama sekali tidak peduli dengan kondisi ayah mereka. Hingga akhirnya, Tony menghembuskan napas terakhirnya dalam kesedihan yang dalam.

Di tengah duka dan kesepian, Rindi yang kini tak punya siapa-siapa di kampung memutuskan untuk pergi ke kota. Ia ingin bertemu kedua anaknya, melepas rindu, dan menanyakan kabar mereka. Namun sayang… apa yang dia temukan di sana.........

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon akos, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

10. BERTEMU MELDA.

Dengan hati-hati, Rindi melangkah mendekati gadis yang sedang berdiri di depan wastafel, mencuci tangan dengan tenang.

“Melda, ke mana saja kamu selama ini? Apa kamu tidak merindukan kami?” tanya Rindi dengan suara bergetar, menahan haru.

Gadis itu berhenti sejenak, lalu perlahan menoleh. Begitu wajahnya terlihat, Rindi tertegun.

Ternyata bukan Melda.

Gadis itu menatap Rindi dengan bingung.

“Maaf,… sepertinya Anda salah orang.”

Rindi segera menunduk, wajahnya memerah.

“Maaf... saya kira kamu Melda, putriku,” ucapnya pelan sebelum berbalik dan melangkah pergi dengan perasaan canggung.

Di sepanjang perjalanan melewati lorong, pikiran Rindi berkecamuk. Ia yakin tidak salah — ia benar-benar Melihat Melda.

Belum sempat sampai di tempat semula, langkah Rindi mendadak terhenti. Matanya terpaku pada sosok yang selama ini ia cari.

Benar — Melda ada di sana, duduk santai bersama beberapa temannya. Mereka tampak akrab, tertawa ringan sambil menikmati hidangan di atas meja.

Wajah Rindi perlahan berubah. Sebuah senyum haru muncul di bibirnya. Dengan langkah pelan namun pasti, ia mulai mendekat ke arah meja tempat Melda dan kawan-kawanya duduk.

“Melda…,”

Gadis itu mendongak, matanya sempat membulat seolah tak percaya, tapi hanya sesaat. Dengan cepat ia menegakkan tubuh dan tersenyum canggung di depan teman-temannya.

“Ada yang bisa aku bantu?” ucapnya datar, seolah tak mengenal Rindi.

Rindi tertegun.

“Melda… ini Ibu. Kamu nggak kenal Ibu lagi?” suaranya Rindi bergetar.

Salah satu teman Melda menatap bingung.

“Melda, dia ibumu?”

Gadis itu tersenyum kikuk, lalu menggeleng.

“Bu....bukan, mungkin ia salah orang. Orang tua saya sudah lama meninggal.”

Kata-kata itu menusuk dada Rindi seperti pisau. Ia melangkah mundur, matanya mulai berkaca-kaca, sementara Melda melanjutkan kembali obrolan seperti tidak terjadi sesuatu.

Rindi terpaku, tak tahu harus berkata apa. Dunia seakan berhenti berputar saat menyadari bahwa anak yang selama ini ia rindukan justru menolak mengakuinya.

Dari belakang, Rara datang dan menepuk pelan punggungnya.

“Sudah, Rin... ayo kembali ke meja,” bisiknya lembut.

Rindi mengangguk lemah. Langkahnya gontai, seolah tak lagi punya tenaga untuk berdiri. Sesampainya di meja, ia duduk diam, menatap kosong ke arah cangkir jus yang sudah dingin.

Rara menatap sahabatnya itu dengan iba. Ia tahu, hati Rindi benar-benar hancur sehancur hancurnya—dua anak yang dilahirkannya dengan penuh perjuangan kini sama-sama mengingkarinya.

Air mata Rindi akhirnya jatuh juga.

“Apa salahku, Ra? Kenapa mereka menganggap aku orang asing... bahkan seperti kotoran yang tak pantas untuk diakui?” suaranya bergetar lirih, tenggelam di antara isak yang tertahan.

Rara menggenggam tangan Rindi erat.

“Kamu tidak salah, Rin. Kadang anak-anak lupa dari mana mereka berasal. Tapi percayalah, waktu akan membuka mata mereka.”

Rindi menatap ke luar jendela, melihat langit sore yang mulai temaram. Dalam hati kecilnya ia berdoa, semoga suatu hari nanti kedua anaknya menyadari kesalahan mereka.

Rara menatap Rindi yang masih termenung, lalu menepuk tangannya pelan.

“Sudahlah, Rin. Jangan biarkan hatimu terus tersiksa. Sekarang makan dulu, ya? Kau butuh tenaga. Soal anak-anakmu, biarkan waktu yang menegur mereka,” ujarnya lembut sambil mendorong piring ke hadapan Rindi.

Rindi menatap hidangan di depannya dengan mata sembab, lalu perlahan mulai menyuap makanan itu. Rara ikut makan, mencoba mencairkan suasana dengan sedikit obrolan ringan.

Setelah makan, Rindi menunduk lama.

“Ra... aku harus bagaimana? Aku ingin pulang ke kampung, tapi di sana aku sudah tidak punya apa-apa, juga tidak ada siapa-siapa. Di sini, aku hanya berharap pada Rudy dan Melda, tapi kamu tahu sendiri bagaimana perlakuan mereka padaku. Aku juga tidak ingin terus-menerus merepotkan mu.”

Rara menghela napas, lalu tersenyum kecil.

“Aku tahu kamu akan bilang begitu. Tapi dengar ini, tadi aku sebenarnya tidak sengaja bertemu bibiku di restoran ini. Aku sudah menanyakan pekerjaan untukmu.”

Rindi menatapnya, sedikit terkejut.

“Pekerjaan?”

“Iya,” jawab Rara antusias.

“Besok pagi kamu bisa mulai bekerja di restoran ini sebagai pelayan. Lalu malamnya, ada lowongan di hotel sebelah, jadi petugas kebersihan. Gajinya lumayan, Rin.”

Mata Rindi berkaca-kaca lagi, tapi kali ini bukan karena sedih. Ia menggenggam tangan Rara erat.

“Terima kasih, Ra... kamu satu-satunya orang yang masih peduli padaku.”

Rara tersenyum hangat.

“Kita sahabat, Rin. Dan sahabat sejati tidak akan pergi meski dunia menjauhi mu.”

Rindi mengangguk pelan. Di tengah kepedihan yang menyesakkan, secercah harapan mulai muncul kembali. Awal baru bagi dirinya—untuk bangkit dan melupakan semuanya.

Keduanya kembali setelah menyelesaikan pembayaran.

**********************************

Hari terus berganti. Rindi sudah mulai bekerja — pagi harinya di restoran sebagai pelayan, dan malamnya di hotel sebagai cleaning service. Walau terasa letih, Rindi tetap melakukannya dengan senang hati. Setiap pagi ia berangkat dengan semangat Baru, berharap hari itu berjalan lancar.

Siang itu, restoran tampak sangat ramai. Banyak pengunjung datang, suara tawa dan dentingan piring bercampur menjadi satu. Rindi sibuk mondar-mandir mengantarkan pesanan, sesekali tersenyum kepada para pelanggan.

Saat ia membawa nampan berisi minuman ke meja depan, matanya tiba-tiba terpaku pada sosok seorang perempuan yang baru saja masuk bersama teman-temanya. Wajah itu begitu familiar — teman lamanya di kampung dulu, Weni. Namun kini penampilannya jauh berbeda, lebih mewah, dengan tas dan pakaian mahal.

“Permisi, silakan duduk, Mbak,” ucap Rindi sopan, berusaha menyembunyikan rasa gugupnya.

Weni menoleh, memandang Rindi dari ujung kepala hingga kaki. Sejenak ia terdiam, lalu tersenyum sinis.

“Rindi? Astaga… ini beneran kamu? Jadi pelayan sekarang?” suaranya dibuat keras hingga beberapa pengunjung ikut menoleh.

Rindi menunduk sedikit.

“Iya, Wen. Aku kerja di sini sekarang.”

Weni tertawa kecil, lalu menatap teman-temannya yang ikut duduk di meja itu.

“Kalian dengar? Dulu dia sombong banget! Katanya, hidup di kampung itu lebih baik daripada di kota. Eh, sekarang malah kerja di kota ngelayanin orang. Kasihan banget, ya?”

Rindi menggenggam nampan erat-erat, menahan emosi yang mulai memuncak.

“Rindi ini dulunya primadona dan bintang kelas di kampung kami. Kukira dia sudah menikah dengan orang kaya. Ternyata, oh ternyata, nasibku jauh lebih beruntung darinya,” lanjut Weni sambil tertawa keras.

“Orang kayak dia mana mungkin! Lihat aja bajunya, kayaknya itu seragam pinjaman!” timpal salah satu teman Weni, ikut tertawa terbahak-bahak.

Beberapa pelanggan mulai memperhatikan mereka. Suasana restoran yang semula ramai mendadak terasa tegang.

Dengan suara bergetar namun tetap sopan, Rindi berkata.

“Weni, kalau kamu hanya ingin mempermalukan saja, ada baiknya saya permisi. Panggil saja nanti kalau kalian sudah siap memesan.”

Rindi berbalik hendak pergi, namun belum sempat melangkah, Weni tiba-tiba menarik lengannya dengan kasar.

Tanpa diduga, Weni mengambil minuman di atas nampan yang dibawa Rindi, lalu menumpahkannya ke atas kepala Rindi. Cairan itu membasahi rambut dan seragamnya, menetes hingga ke lantai.

Weni dan teman-temannya tertawa terbahak-bahak melihatnya.

Beberapa pengunjung restoran tampak terkejut — ada yang merasa iba, ada pula yang justru ikut menertawakan Rindi.

Rindi berdiri kaku. Matanya menatap kosong, dadanya sesak, tapi ia tidak berkata apa-apa. Rindi menunduk, memungut nampan yang terjatuh.

Plak.......

Nampan itu mendarat indah ke wajah Weni membuat perempuan itu jatuh diatas meja.

1
Purnama Pasedu
Rara mana?
Widia: tidur
total 1 replies
Ayesha Almira
semoga rindi selamat...
lin s
ckck sirudi GK tau bls budi, kpn kena krma, ibu sendiri mau dimusnahin, apa gk ada rasa ksih sayang,/Right Bah!/
Erchapram
Kak Othor, 40 tahun sudah punya anak yang menjadi pengusaha sukses dan punya bayi. Apa si Rindi menikah muda umur 15 thn, atau bagaimana? Menurutku 47 thn - 50 thn lebih ideal usia untuk Rindi.
Ma Em
Dasar anak durhaka kamu Rudy demi harta kamu malah jadi anak yg tdk akan dapat keberkahan dlm hidupmu karena kamu tdk mau mengakui ibu kandungmu sendiri pasti azab akan datang untuk menghukum mu .
Ayesha Almira
kejamnya Kamu Rudy...mata hati mu sudah tertutup
Ma Em
Semoga Rindi dan anak dlm kandungan ya baik baik saja dan selamat .
Ayesha Almira
ceritanya menarik bagus
Ayesha Almira
smga janinnya baik2 ja...
Ma Em
Tegang Thor deg degan baca bab ini , semoga Rindi bisa tertolong dan bisa sehat kembali agar bisa menyaksikan kehancuran Rudy dan Melda si anak durhaka .
Ma Em
Thor hukuman apa nanti yg akan diterima anak durhaka seperti Rudy dan Melda , jgn langsung mati Thor buat Rudy dan Melda karma yg sangat pedih .
Purnama Pasedu
tuan Luis ya
Ayesha Almira
saking udh g bisa mahn sesk di dada rindi mengeluarkan kata2 sakral.smga rindi sembuh..
Jordan Nbx
Rasakan Rudy dan melda, sudah dapat kutuk.
Ayesha Almira
smga rindi g bersujud...d bersarkan dengan kasih sayang...tp pa blsnnya...yg kuat rindi,ambaikan mereka suatu saat penyesalan dtng
Ayesha Almira
ibu kandungpun ingn mempermalukan sebegitunya Melda ma Rudy...dsaat penyesalan dtng smga hati rindi tertutup buat anak durhaka sprt Melda jg rindi
Ayesha Almira
slh tangkap Aldo...smga Luis BS melindungi rindi
Ayesha Almira
slh tangkap Aldo...smga Luis BS melindungi rindi
Purnama Pasedu
waduh,,,rindi gimana ya
Ayesha Almira
duh smga rindi selamet,
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!