NovelToon NovelToon
Menantu Pilihan Untuk Sang CEO Duda

Menantu Pilihan Untuk Sang CEO Duda

Status: sedang berlangsung
Genre:Perjodohan / CEO / Romantis / Diam-Diam Cinta / Duda / Romansa
Popularitas:3.6k
Nilai: 5
Nama Author: ijah hodijah

“Fiona, maaf, tapi pembayaran ujian semester ini belum masuk. Tanpa itu, kamu tidak bisa mengikuti ujian minggu depan.”


“Tapi Pak… saya… saya sedang menunggu kiriman uang dari ayah saya. Pasti akan segera sampai.”


“Maaf, aturan sudah jelas. Tidak ada toleransi. Kalau belum dibayar, ya tidak bisa ikut ujian. Saya tidak bisa membuat pengecualian.”


‐‐‐---------


Fiona Aldya Vasha, biasa dipanggil Fio, mahasiswa biasa yang sedang berjuang menabung untuk kuliahnya, tak pernah menyangka hidupnya akan berubah karena satu kecelakaan—dan satu perjodohan yang tak diinginkan.

Terdesak untuk membayar kuliah, Fio terpaksa menerima tawaran menikah dengan CEO duda yang dingin. Hatinya tak boleh berharap… tapi apakah hati sang CEO juga akan tetap beku?

"Jangan berharap cinta dari saya."


"Maaf, Tuan Duda. Saya tidak mau mengharapkan cinta dari kamu. Masih ada Zhang Ling He yang bersemayam di hati saya."

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ijah hodijah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 10

Fio menunduk. “Maaf, Bu… saya merasa belum pantas. Lagipula saya masih banyak hal yang harus diselesaikan, dan saya—”

Pak Rendra menyela dengan nada tenang tapi tegas. “Nak Fio, istri saya ini bukan mau memaksa kamu menikah. Kami hanya ingin mengenalkan kamu pada seseorang. Biar saling kenal dulu saja, tidak harus langsung apa-apa.”

Fio menggigit bibirnya, hatinya seperti ditarik ke dua arah.

“Terima kasih, Pak. Tapi… saya merasa tidak pantas. Saya bukan siapa-siapa, dan…” ia menunduk semakin dalam, “saya cuma ingin fokus kuliah dulu, meski belum tahu bagaimana caranya.”

Bu Rania menatapnya iba. “Justru karena kamu gadis yang kuat dan punya semangat itu, saya semakin yakin kamu pantas untuk mengenal Darrel lebih jauh lagi.”

Fio terdiam. Nama itu… lagi-lagi disebut.

Pak Rendra menatap lembut ke arah Fio. “Kamu tahu, Fio… Darrel itu sebenarnya bukan pria jahat atau sombong. Dia hanya terluka. Pernikahannya dulu gagal, dan sejak itu dia menutup diri.”

Fio yang tadinya menunduk langsung mendongak. “Duda…?” katanya pelan, tanpa sadar.

Pak Rendra mengangguk. “Iya, dia duda. Tapi bukan karena hal buruk. Hanya karena perbedaan jalan hidup yang sulit dipertemukan.”

Fio terpaku di tempatnya. Matanya membesar, sementara pikirannya langsung berputar cepat — antara terkejut, bingung, dan… sedikit geli entah kenapa.

Duda? Jadi yang waktu itu sok dingin itu... duda?

Seketika bayangan wajah Darrel yang kaku dan ekspresinya yang terlalu serius muncul begitu saja di benaknya. Entah kenapa, bibir Fio hampir tersenyum — tapi buru-buru ia tahan, meneguk air minum supaya tidak terlihat aneh.

Bu Rania memperhatikan perubahan kecil di wajah Fio dan tersenyum samar. “Saya tahu ini terlalu mendadak. Tapi gak apa-apa, Nak. Kamu pikirkan lagi, ya?”

Fio mengangguk pelan, masih berusaha mencerna semuanya.

“Iya, Bu. Tapi saya belum janji…”

Pak Rendra tersenyum bijak. “Itu sudah cukup, Fio. Kadang yang terpenting bukan keputusan cepat, tapi hati yang jujur saat memilih.”

Bu Rania akhirnya berdiri sambil menepuk bahu Fio lembut.

“Baiklah, saya tidak akan maksa. Nanti saya hubungi kamu lagi, ya. Jaga diri baik-baik, Nak.”

Setelah pasangan itu pergi, Fio masih duduk di kursi yang sama.

Tangannya menopang dagu, matanya menerawang ke arah pintu.

“Duda, huh?” gumamnya pelan, bibirnya sedikit terangkat.

“Berarti… aku sudah pernah bercanda di depan duda tampan dong?”

Ia menepuk dahinya sendiri dan terkikik kecil.

“Astaga, Fio… kalau nanti beneran ketemu lagi, jangan sampe keseleo ngomong deh.”

***

Pagi ini kampus sudah mulai ramai. Mahasiswa lalu lalang dengan wajah serius sambil membawa map dan buku catatan. Fio berjalan pelan menuju ruang dosen sambil memeluk map birunya erat-erat. Jantungnya berdegup lebih cepat dari biasanya — bukan karena takut dimarahi, tapi karena cemas soal satu hal: uang ujian.

Begitu mengetuk pintu dan masuk, Dosen Pembimbingnya, Pak Rehan, langsung mengangkat wajah dari tumpukan berkas.

“Ah, Fio. Tepat sekali. Saya baru mau menghubungi kamu,” katanya tanpa basa-basi.

Fio berusaha tersenyum, meski hatinya bergetar.

“Iya, Pak. Ada apa, ya?”

Pak Rehan melepas kacamatanya pelan. “Kamu sudah tahu kan, dua hari lagi ujian akhir gelombang pertama. Bapak sudah cek data, dan kamu belum juga melunasi biaya ujian itu. Padahal seminggu yang lalu sudah saya ingatkan.”

Fio langsung menunduk. “Iya, Pak. Saya tahu. Tapi saya masih berusaha mencari uangnya, Pak. Saya janji sebelum ujian pasti saya bayar.”

Dosen itu menghela napas. “Fio, saya tahu kamu anak yang rajin dan nilaimu bagus, tapi peraturan kampus tidak bisa dilanggar. Kalau sampai besok kamu belum bayar juga, kamu tidak bisa mengikuti ujian. Saya tidak bisa bantu kalau sudah masuk sistem.”

Fio menelan ludah, suaranya lirih, “Iya, Pak… saya mengerti.”

“Baik. Saya berharap kamu segera mengurusnya, ya. Sayang kalau harus menunda ujian cuma karena hal ini.”

Fio mengangguk pelan, lalu keluar ruangan dengan langkah gontai. Hatinya terasa berat — seperti ada batu besar yang menekan dadanya. Begitu sampai di taman kampus, ia duduk di bangku kayu yang mulai pudar warnanya.

Tangannya menggenggam map biru itu kuat-kuat.

Besok... Aku harus punya uang. Dan hari ini aku harus mencarinya. Tapi dari mana?

Ia menatap ke langit. Awan kelabu seperti ikut menertawakannya.

Mencari kerja lagi kayaknya gak bakal fokus. Belum tentu keterima langsung. Minta sama ayah? Gak usah berharap. Apa aku harus berhenti kuliah dulu?

Namun seketika, wajah Bu Rania melintas di benaknya — dengan tawaran lembutnya yang masih terngiang.

"Justru karena kamu gadis yang kuat dan punya semangat itu, saya semakin yakin kamu pantas untuk mengenal Darrel lebih jauh lagi.”

Dan ucapan Pak Rendra yang tenang tapi bermakna:

"Kadang yang terpenting bukan keputusan cepat, tapi hati yang jujur saat memilih."

Fio memejamkan mata, mengingat kembali kata-kata itu.

Hatinya berperang — antara logika dan perasaan.

"Kalau aku terima tawaran itu, apa aku menjual diri demi uang? Tapi kalau tidak, aku gagal ujian… gagal lulus. Semua perjuangan Ibu akan sia-sia." Fio menarik napas panjang, menatap ke depan dengan mata berkaca-kaca.

“Bu, Fio gak mau nyerah…” bisiknya pelan, suaranya bergetar.

“Tapi kalau ini satu-satunya jalan, apa aku harus mencobanya?”

Ia menggenggam ponselnya, membuka kontak “Bu Rania” yang baru disimpannya kemarin. Jarinya berhenti di atas tombol call, tapi tak juga ditekan.

Hatinya berdebat lagi.

"Jangan dulu deh. Aku harus meminta pendapat ayah. Tidak mungkin kalau ayah tidak memberikan saran sama aku." Fio memasukkan ponselnya ke tas. Dia tidak boleh mengambil keputusan sendiri. Setelah itu ia memilih pulang ke kos-kosannya.

***

Langit sore terlihat redup saat Fio berdiri di balkon kecil kontrakannya. Angin lembut mengibaskan ujung rambutnya yang masih sedikit basah setelah mandi. Ia menatap ponselnya lama—jempolnya ragu di atas layar, menimbang-nimbang sesuatu yang berat.

Setelah menghela napas panjang, akhirnya ia menekan nama kontak yang sudah beberapa hari ini memutuskan untuk tidak menghubunginya lagi. Ayah.

Nada sambung terdengar. Sekali, dua kali… sampai lima kali. Tapi tidak juga diangkat.

Fio menatap layar yang kini berganti tulisan Panggilan Berakhir. Dadanya terasa sesak.

Ia menekan panggilan lagi. Kali ini lebih lama, tapi hasilnya sama.

Tidak dijawab.

Akhirnya, dengan gemetar, ia membuka pesan.

Matanya mulai berkaca-kaca, tapi ia mengetik juga.

[Ayah... Fio akan menikah saja]

Kirim.

Pesan itu terkirim dengan cepat. Namun waktu terasa berjalan lambat. Fio memandangi layar ponsel itu lama sekali—menunggu, berharap ada tanda “mengetik…” muncul.

Beberapa menit kemudian, notifikasi muncul.

Jawaban yang singkat, datar, tanpa emosi.

[Itu hidup kamu, Fio. Ayah tidak mau ikut campur.]

Fio membeku.

Air matanya yang tadi hanya menggantung, kini perlahan jatuh membasahi pipi.

Tangannya menggenggam ponsel itu erat.

“Gak mau ikut campur?” gumamnya pelan. “Aku anakmu, Yah… kenapa selalu harus berjuang sendiri?”

Tapi setelah menutup matanya sejenak, Fio menarik napas panjang. Ia mengusap air matanya cepat-cepat, menatap ke depan dengan pandangan yang mulai tegar.

Ia membuka pesan baru lagi. Kali ini kalimatnya pendek tapi penuh makna.

[Ayah, kalau begitu... Fio minta Ayah menjadi wali nikah Fio nanti.]

Tidak lama kemudian, balasan datang.

[Biar diwakilkan saja. Ayah tidak bisa ke sana]

Bersambung

1
Dar Pin
adu duh tuan duda marah deh asli Thor hiburan banget bacanya 😄
Ilfa Yarni
aduh tuan duda kulkas knp sih orang lg belajar kelompok malah di suruh pulang katanya ga cemburu trus knp marah2 ga jelas dasar bilang aja cemburu pake gengsi sgala aduh duh duh tuan duda
Dar Pin
bacanya ngakak terus deh lucu lucu gemes 🙏💪
Ilfa Yarni
jiaah darrel blingsatan ga karuan cemburu ya fio jln sama laki2 lain sampe ga fokus ngantor dan marah2 ga jelas wah seperti kemakan omongan sendiri nih ngomong ke fio jgn mengharap cinta dariku eee ternyata km yg mengharapkan cinta fio mang enak kena panah asmara
Ilfa Yarni
wah perkembangan darrel cepat ya udah ada aja tuh getar2 cinta fi hatinya buat fio buktinya dia merasa ga suka fio deket2 laki2 lain
Ilfa Yarni
hahahaha trus aja ngocehfio biar tuan duda kulkas kesel tp lama2 suka
Ilfa Yarni
hahahaha kata2nya fio ada gerakan yg mencurigakan di sudut bibirmu dikirain td dimana ga taunya di sudut bibir kata2nya itu loh yg bikin ketawa fio bukan cerewet tuan duda tp, bar bar kan asyik duniamu jd berwarna ga dingin dan kaku lg
Ilfa Yarni
aku klo baca celotehan fio ini ketawa sendiri ada aja yg keluar dr mulutnya itu fio sangat cocok sama tuan duda yg dingin dgn judul pria kutub dan gadis bar bar
Ijah Khadijah: Semoga terhibur kakak🥰
total 1 replies
Ilfa Yarni
aduh bener2 kasian fio klo kyk gini cepat darrel hapus berita2 itu sebelum fio membacanya to tmnnya udah kasih tau aduh gmn ini
Ilfa Yarni
fio km trus terang aja sama sahabat2mu biar mereka ga salah paham km sudah menikah dgn duda kulkas
Ilfa Yarni
tuan duda es batu lama2 akan mencari jgn tingkah dan sifat fio yg ceria dan bar bar malah nanti dia bakal bikin aku deh eh eh eh temen2nya fio kepo nih fio turun dr mobil mewah temenya pasti syok klo tau fio udah nikah sama tuan duda
Ilfa Yarni
hahahaha aku suka karakter fio SD aja jawabannya yg bikin aku ketawa lama2tuan duda jatuh hati jg sama fio tunggu aja
Ilfa Yarni
walinya diwakilkan saja krna ayahnya fio ga mau tau dgn anknya fio krn dia punya istri baru ank kandung ditelantarkan dan ga diacuhkan lg
Ilfa Yarni
mereka sama2 memendam rasa tp mereka blom menyadarinya aplg dikulkas 12 pintu itu alias darrel blom sadar dia hatinya udah kecantol fio krn luka lama dia menyangkal apa yg dia rasakan
Ilfa Yarni
dasar ayah tak bertanggung jwb mentang2 ada istri baru ank kandung dilupakan semoga kdpnnya hidup pak tua sengsara
Ilfa Yarni
dicoba ya fio jgn nolak siapa tau darrel memang jodoh km
Ilfa Yarni
hahahaha cewek seperti fio yg ceria cocok sama darrel sipria kulkas 12 pintu agar hidupnya mencair dan berwarna segitu aja sudut bibirnya udah mulai terangkat lama2 jg bucin aku yakin banget deh
Ilfa Yarni
bu rajia lg gencar2nya mendekatkan fio dgn darrel semoga sukses ya bu
Ijah Khadijah: Aamiin🤲🥰
total 1 replies
Ilfa Yarni
darrel msh ga mau km sama fio yg polos dan lucu itu rugi km
Ilfa Yarni
kasian skali nasib fio ga dianggap Sa ayahnyabegitulah klo orangtua punya istri kedua pasti prioritasnya istri keduanya itu yg pandai cari muka
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!