MENANTU HINA MENJADI DOKTER HEBAT

Mendengar kalimat terakhir Martin, binar di mata Laura lenyap seketika.

Setelah jedah singkat, Martin pun melanjutkan dengan senyum mengejek di sudut bibirnya, "Pemilik toko itu tahu dan telah mengatakan dengan jelas bahwa lukisan itu adalah palsu, namun Revan bersikeras membelinya!"

Wajah Laura Barnes berubah muram, dia kemudian membentak Revan, "Revan apakah yang dia katakan itu benar?" Laura sangat marah.

"Sayang, biar aku jelaskan." jawab Revan dengan cemas.

"Laura, bagian yang menarik ada di akhir cerita!" sela Martin sambil tersenyum lebar

Martin kemudian menoleh kebelakang lalu melanjutkan, "Coba tebak, apa yang dia lakukan selanjutnya?"

"Martin, cepat beritahu kami, berhentilah berbelit-belit!" seru Jesica dengan ekspresi penasaran

penjual itu ingin menjualnya seharga seratus Dollar, tetapi menurutnya harganya terlalu tinggi jadi dia menurunkan harganya menjadi lima puluh dollar. tapi, coba tebak apa yang di lakukan Revan selanjutnya?"

"Apa?" teriak Jesica.

Revan malah membayarnya seribu Dollar untuk lukisan itu lalu memeluknya seolah-olah dia telah mendapat harta Karun lalu membawanya pulang!" jelas Martin, "Lukisan itu tidak berharga sama sekali, namun dia membawa pulang lukisan itu d Ngan gembira. penjual itu jelas ingin membantu Revan, tapi sayangnya Revan tidak mengerti itu. Bukankah itu sangat lucu?"

Gelak tawa para hadirin memenuhi aula perjamuan itu.

"Haha ... Revan kamu sangat lucu. Kamu bukan hanya tidak berguna, tapi juga idiot!"

mendengar cerita lengkapi, tubuh Laura gemetar, wajahnya memerah karena marah. Dia kemudian menghampiri Revan dengan Amara yang meluap-luap lalu mengangkat tangannya.

Plak!

Sebuah tamparan keras mendarat di pipi Revan. "Revan, dasar bajingan!" teriak Laura.

Setelah mengatakan itu, dia segera berlari keluar aula perjamuan dengan mata berkaca-kaca. Nadine sang ibu juga sangat marah. Nafasnya terengah-engah sambil memelototi Revan.

...

Di kediaman Keluarga Samos.

Saat ini, Herry sedang menikmati secangkir teh dan duduk santai di sofa. Teh itu adalah teh terbaik dan harganya sangat mahal. daun Teh itu dipetik hanya dari dua belas pohon di gunung Wuyi. Oleh karena itu, teh itu sangat berharga.

Menurut kabar yang beredar, teh yang otentik ini pernah di lelang dengan harga dua ratus ribu Dollar per 0.5 miligram. Harga itu memang harga yang tidak masuk akal.

Siapapun yang pernah meminum teh itu, kalau bukan orang yang kaya raya, pasti orang yang berkuasa.

Keluarga Samos termasuk sala satu keluarga teratas di kota Renville. Saat itu, ketika ayah Herry masih hidup, keluarga Samos hanyalah keluarga kelas bawah yang tidak penting di kota Renville.

Sejak ayahnya meninggal, Herry keluar dari ketentaraan dan mengambil alih Keluarga Samos. Dalam waktu singkat, Herry dapat membawa keluarga Samos ke status keluarga teratas di kota Renville. seperti yang di harapkan, dia menjadi sala satu tokoh berpengaruh di Renville.

Saat itu, tiba-tiba saja kepala pelayan berlari menghampiri Herry dengan ekspresi cemas. lalu melaporkan, "Tuan Samos, Penyakit Nona muda kembali Kambu!"

Kabar buruk itu menyebabkan dia kehilangan kendali pada pegangannya menyebabkan cangkir teh di tangannya terjatuh dan pecah. Dia pun buru-buru berlari keluar.

Putri kecilnya adalah satu-satunya orang yang paling dia pedulikan dan dia sayangi. Oleh karena itu, dia tidak akan membiarkan sesuatu terjadi padanya.

Saat tiba di depan pintu kamar putrinya, langkahnya terhenti lalu menoleh ke arah kepala pelayan itu sambil berteriak, "Segera pergi ke kediaman keluarga Barnes, dan bawah Tuan Santiago kesini.

"Tuan Santiago? Santiago yang mana?" kepala pelayan itu tercengang. Namun, saat dia mendongakkan kepalanya, dia tidak menemukan keberadaan Herry.

"Tuan Santiago, Kediaman keluarga Barnes?" meski tidak paham dia hanya mengingat panggilan itu. Lalu bergegas menuju kediaman keluarga Barnes. Dia tidak berani mempertanyakan perintah yang keluar dari mulut Herry.

...

Di hotel Paradise.

Revan memperhatikan Laura berlari keluar dari aula perjamuan. Baru saat itulah dia merasakan sakit diwajahnya akibat di tampar oleh Laura sebelumnya.

Dia merasa sangat kecewa saat dia berpikir, "Bahkan kamu tidak percaya padaku!" gumamnya dalam hati.

Dia ingin bergegas keluar untuk mengejarnya. Namun, kakinya terasa sangat berat. Dia bahkan tidak bisa bergerak satu langkah pun.

Tidak apa-apa jika orang lain tidak percaya padaku. Tapi, bagaimana mungkin kamu tidak percaya padaku? Selama satu tahun terakhir, sejak pertemuan pertama, tidak bisa kah kamu melihat diriku yang sebenarnya?

Aku bukan seorang penipu. Jika aku mengatakan bahwa lukisan ini adalah karya asli Tang Bohu, maka itu memang benar. Tidak ada yang perlu diragukan.

Ketika Revan sedang merenung, tiba-tiba sebuah suara dingin terdengar dari sampingnya, "Revan, kenapa kamu masih disini? pergilah ... Apa kamu ingin terus mempermalukan dirimu sendiri disini?"

Dengan Tubuh yang gemetar, wajah yang memerah, suara dingin Nadine langsung membuat Revan tersadar kembali dari lamunannya. saat melihat ekspresi kemarahan sang mertua, Revan bergidik.

"Sampah tidak berguna ini, mengesampingkan fakta bahwa, dia telah hidup dan makan gratis di rumahku. Dia masih berani-berani mempermalukan keluargaku dengan membawa lukisan sampah yang tidak berguna dari pasar Barang Antik, lalu memberitahu semua orang bahwa lukisan itu adalah lukisan asli karya Tang Bohu. apakah dia benar-benar berpikir dia bisa menipu mata nyonya Besar hanya karena dia sudah tua?"

Dari kursi utama, ekspresi Nyonya Besar Barnes terlihat sangat muram. Namun, dia mengabaikan Revan dan tatapannya mengarah kepada Nadine sambil berkata, "Apakah begini sikap menantumu?"

Mendengar suara dingin Nyonya Besar, tubuh Nadine bergetar hebat. keringat dingin membasahi punggungnya. Dia bisa merasakan tatapan tidak senang dari Nyonya Besar Barnes.

Sejak suaminya meninggal, Nyonya Besar Barnes telah mengabaikan keberadaan keluarganya. Sekarang Nyonya Besar sangat marah. dia takut jika dirinya dan Laura akan segera di usir dari keluarga Barnes.

Memikirkan hal itu, Nadine dengan cepat melangkah maju dan berkata, "Nyonya Besar, mulai saat ini, Revan bukan lagi menantuku. Aku akan memastikan mereka akan segera bercerai setelah saya kembali ke rumah hari ini. Dan Martin adalah menantu sejatiku!"

Mendengar itu, Revan langsung menatap Nadine dengan tatapan tajam.

Bagaimana dia bisa mengumumkan bahwa dia bukan lagi suami Laura di depan begitu banyak orang?

Mendengar nama Martin disebut, kemarahan Nyonya Besar Barnes seketika berkurang. Namun, dia tidak mengatakan apa-apa. Dia hanya duduk tenang di kursi utama.

Mendapat pengakuan Nadine di depan semua orang, segera Martin berdiri tegak, sambil melirik Revan dengan jijik.

Saat itu tiba-tiba seorang pemuda tampan dengan aura superioritas berdiri di antara kerumunan dan menarik perhatian banyak orang. "Revan, apakah kamu tidak mendengar apa yang di katakan bibi Nadine? cepat keluar dari tempat ini. Bibiku sudah mengatakannya dengan jelas bahwa kamu bukan lagi menantunya. Ini adalah pesta ulang tahun Nenek dan yang berkumpul di deretan meja ini adalah anggota keluarga Barnes. Karena kamu adalah orang luar, kamu harus keluar dan tidak diperbolehkan untuk bergabung dengan keluarga kami!"

Pemuda itu adalah, Ciko Barnes. Dia mengunakan kesempatan ini untuk menghina Revan. Karena dia juga sala satu orang yang tidak suka dengan keberadaan Revan di keluarga Barnes.

Mendengar itu, Revan mengalihkan pandangannya kepada Ciko. melihat tatapan itu, Ciko seketika merinding seolah-olah ditatap oleh seekor binatang buas.

Tanpa sadar dia mundur selangkah sambil bergumam, "Bagaimana Revan memiliki aura seperti itu?"

Ciko merasa ini sangat aneh.

Revan kemudian menyapu pandangannya kepada semua orang yang ada di aula itu dengan aura yang mendominasi. Dia sangat kecewa pada keluarga Barnes. Dia adalah suami sah Laura, namun mereka memperlakukannya seperti orang asing dan selalu m rendahkannya.

Huh!

Jika bukan karena Laura telah menyelamatkan ibunya, dan jika bukan karena permintaan ibunya agar tidak menceraikan Laura, apakah mereka pikir dia akan peduli dengan keluarga Barnes?

"Benar! Revan, mengapa kamu tidak segera pergi dan membawa lukisan menyedihkan itu bersamamu? Berhentilah mempermalukan dirimu sendiri. Kamu tidak diterima disini." cibir Jesika yang sejak awal memang sudah terus memprovokasi Revan dan Laura.

Revan mengamati sekeliling, namun dia tidak merasakan emosi apapun. Sekarang istrinya telah pergi, dan dia sudah tidak memiliki keterikatan dengan dengan tempat ini. Karena itu, Tanpa ragu, dia pun berbalik dan pergi meninggalkan aula perjamuan itu.

**********