NovelToon NovelToon
12th Layers

12th Layers

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Fantasi / Sci-Fi / Misteri
Popularitas:1.2k
Nilai: 5
Nama Author: GrayDarkness

Maelon Herlambang - Pria, 16 Tahun.

Dibesarkan di lapisan pertama, panti asuhan Gema Harapan, kota Teralis. Di sekeliling kota ditutupi banyak tembok besar untuk mencegah monster. Maelon dikhianati oleh teman yang dia lindungi, Alaya. Sekarang dia dibuang dari kota itu dan menjadi umpan monster, Apakah Maelon bisa bertahan hidup didunia yang brutal dan tidak mengenal ampun ini?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon GrayDarkness, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 23: Anak Baru

“Jadi kau anak baru itu?” tanyanya dengan suara serak yang tak terlalu keras, namun dalam dan mantap.

Maelon sedikit mengangguk. “Ya… namaku Maelon,” jawabnya dengan nada sopan, menunduk sedikit sebagai bentuk hormat yang masih ia pertahankan dari masa lalu di panti.

Pria itu tertawa kecil, nada ramah tapi tidak berlebihan. “Namaku Daniel Windmil. Aku salah satu penjaga desa ini… dan hari ini, tugasku adalah melatihmu.”

Mata Daniel tampak tajam, bukan karena sinis, tapi seperti orang yang telah lama mengamati dunia dari sudut-sudut berbahaya dan tahu persis mana yang rapuh, mana yang kuat, dan mana yang bisa ditempa.

“Ayo, ikuti aku,” ucapnya singkat sambil berbalik dan mulai berjalan menyusuri jalur tanah yang mengarah ke barat desa.

Langkah Maelon mengikuti dari belakang, menyusuri jalan setapak yang diapit ladang kecil di satu sisi dan pagar kayu lapuk di sisi lainnya. Kabut pagi mulai menipis, memperlihatkan bentuk samar dari beberapa bangunan desa yang tersembunyi di baliknya. Aroma tanah basah bercampur dengan bau kayu bakar yang samar dari dapur-dapur yang mulai bernafas.

Mereka tiba di sebuah tanah lapang tak jauh dari ladang, di mana beberapa manusia jerami berdiri tegak seperti boneka mati yang bersiap dihantam oleh kekuatan yang lebih besar dari mereka. Beberapa di antaranya sudah rusak—bagian kepala hancur, tangan terlepas—bekas latihan atau mungkin ujian dari orang-orang sebelum Maelon.

Daniel berhenti, menoleh sambil menunjuk ke arah manusia-manusia jerami itu.

“Inilah tempatnya,” ucapnya singkat. “Tidak istimewa, tapi cukup untuk mengukur dasar dari kekuatanmu.”

Ia berjalan mendekat ke salah satu boneka jerami, lalu menepuknya ringan seolah memperkenalkannya. “Aku ingin melihat seberapa jauh kau bisa mendorong kekuatanmu. Gunakan Aetheron-mu. Tak perlu menahan. Anggap ini medan perang. Anggap mereka adalah musuh yang ingin membunuhmu.”

Maelon berdiri diam beberapa detik. Angin pagi berembus pelan melewati tengkuknya, seperti napas dunia yang menunggu. Napasnya ia tarik dalam-dalam. Dada terasa sedikit berat, tapi bukan karena takut—lebih karena kesadaran… bahwa ini bukan lagi tentang bertahan. Ini tentang berkembang. Tentang membentuk.

Matanya kini terpaku pada salah satu manusia jerami itu.

Dan hari ini… ia akan menunjukkan bahwa ia bukan lagi anak panti yang tak berdaya.

Tapi seseorang yang sedang dilahirkan kembali di jalan kekuatan yang sunyi dan kelam—jalan Doctrina.

 

Di dalam bangunan kumuh yang berderit dan penuh dengan bau tanah lembap serta kayu lapuk, sinar pagi menyelinap lewat celah-celah dinding yang tak sempurna. Asap tipis dari dapur arang melayang di udara, menciptakan suasana suram namun hangat—tempat di mana kehidupan mencoba bertahan dengan caranya sendiri. Beberapa penduduk tampak sibuk: ada yang membersihkan sayuran, ada yang menambal pakaian, dan sebagian hanya duduk diam, memandangi lantai seperti menatap masa lalu yang tak pernah benar-benar hilang.

Di tengah ruangan itu, berdiri Jeffrie Nova. Tubuhnya tegap, jubahnya menjuntai samar ke lantai tanah, dan sorot matanya tenang, tapi penuh dengan penilaian. Di hadapannya, tiga sosok yang pernah mereka selamatkan dari pabrik terbengkalai kini berdiri diam, tubuh mereka masih lemah, tapi tidak sepenuhnya kosong. Di balik mata mereka, hidup itu kembali bergetar, meski belum kuat.

Jeffrie berbicara dengan nada lembut namun jelas, “Aku punya satu pertanyaan untuk kalian.” Ia menatap mereka satu per satu, memberi waktu pada kata-katanya untuk meresap. “Adakah dari kalian… yang ingin berjalan di jalan Doctrina?”

Hening beberapa saat. Angin dari celah atap menyusup masuk, mengangkat debu halus ke udara.

“Ini bukan jalan yang mudah,” lanjut Jeffrie. “Ini jalan yang bisa membawamu menjadi sesuatu yang luar biasa… atau membuatmu kehilangan semua yang tersisa dari dirimu. Hanya mereka yang benar-benar bersedia… yang boleh melangkah.”

Kedua pria kurus yang berdiri di sisi kanan saling pandang. Ragu. Takut. Dan kemudian mereka menggeleng pelan, hampir serempak. Salah satu dari mereka berkata lirih, “Kami hanya ingin… hidup seperti orang biasa…”

Jeffrie mengangguk kecil, tanpa penilaian. “Itu pilihan yang layak dihormati.”

Lalu ia menoleh ke arah wanita yang berdiri paling kiri—wanita dengan tubuh kurus, bibir yang masih pecah-pecah, dan sorot mata yang telah terbakar oleh dunia namun belum padam. Ia tidak bergeming. Tidak menggeleng. Tidak bicara. Hanya menatap Jeffrie dengan mata yang keras, seolah dunia telah memutuskan untuk menelannya, tapi ia belum siap menyerah.

Jeffrie bertanya lagi, lebih pelan kali ini. “Kau… benar-benar yakin?”

Wanita itu menjawab, suaranya kering namun kokoh, “Jika aku tidak melangkah… maka apa yang tersisa dariku?”

Jeffrie Nova tersenyum. Perlahan. Tulus. “Aku suka niatmu yang membara itu, lad.” Ia memberi isyarat. “Ikut aku.”

Mereka berjalan melewati lorong sempit ke sebuah gubuk kecil di belakang bangunan utama, tempat Roy biasanya menghabiskan waktu dalam diamnya. Pintu terbuka perlahan, dan aroma lilin hangus segera menyambut mereka. Roy duduk di kursinya, cahaya remang menyinari topeng putihnya. Ia tidak bicara, hanya menatap dengan tenang, seolah sudah tahu tujuan kedatangan mereka.

Jeffrie Nova membuka kantong kulit dari sabuknya, dan dari dalamnya, ia mengeluarkan delapan batu berukuran sebesar telapak tangan. Setiap batu memancarkan aura berbeda—tidak menyilaukan, tapi cukup kuat untuk membuat udara di ruangan terasa lebih padat.

Ia meletakkannya satu per satu di atas meja. “Ini… adalah inti Doctrina.”

Suaranya berubah menjadi nada pengantar sakral, seperti seorang penjaga altar yang sedang menyebutkan nama-nama makhluk purba:

“Umbraweave—manipulasi bayangan.

Ignisthal—api purba, tak bisa dipadamkan.

Sanguira—darah sebagai senjata dan kekuatan.

Nullis—anti-kekuatan, peniadaan.

Vitravale—ilusi dan emosi, kekuatan jiwa.

Ferravox—kendali atas logam dan mesin.

Chronodein—waktu yang dilipat dan diurai.

Morteflux—kematian dan arwah, penjaga batas akhir.”

Wanita itu menatap batu-batu itu seperti seseorang yang berdiri di tepi jurang gelap, tapi tetap memilih melompat bukan karena ia tidak takut… tapi karena ia tahu di belakangnya tidak ada lagi tanah untuk berpijak.

Tangannya gemetar sedikit saat ia mengangkat batu Nullis. Cahaya kehitaman samar langsung merambat dari batu ke kulitnya, seperti kabut yang mengalir dalam nadi. Tapi matanya tetap tenang. Tidak satu pun dari mereka menghentikannya.

Jeffrie Nova menatap Roy, dan Roy mengangguk pelan dari balik bayangan topengnya.

Perjalanan gadis itu… baru saja dimulai.

 

Maelon berdiri terpaku di hadapan sosok penjaga itu, napasnya belum sepenuhnya teratur setelah ledakan energi sebelumnya yang memusnahkan lengan boneka jerami. Asap tipis masih melayang dari sisa-sisa jerami yang hangus, dan aroma rumput terbakar mencampur udara pagi yang dingin. Tangannya yang menggenggam tombak lusuh bergetar, bukan karena takut, tapi karena kehabisan daya. Serangan itu adalah yang terkuat yang bisa ia lepaskan dalam kondisinya sekarang—dan hanya boneka mati yang menjadi korbannya.

1
Aisyah Christine
pasti susah utk memahaminya. bagaimana maelon bisa bersatu dan berkomunikasi dgn kekuatan baru
Aisyah Christine
ini kulivator moden thor😂
Aisyah Christine
perjuangan yang belum tuntas.. smoga bisa bekerjasama dgn tubuh yang baru.
Aisyah Christine
entah ini 1 keberkahan atau kutukkn tapi yg jelas maelon semakin kuat
Aisyah Christine
apa kayak parasit? tubuhnya udh pindah ke ank remaja itu?
angin kelana
survival..
angin kelana
pertama baca coba lanjut..
GrayDarkness: terima kasih banyak, semoga suka.
total 1 replies
Aisyah Christine
terus bertahan untuk hidup
Aisyah Christine
tanda dr makhluk aneh itu
Aisyah Christine
lebih baik mencoba sesuatu dr mati sia²😂
Aisyah Christine
cerita yang menarik. lanjut thor
GrayDarkness: terima kasih, do'ain aja biar bisa dieksekusi dengan baik. kalo ada kesalahan bilang aja biar nanti langsung diperbaiki.
total 1 replies
GrayDarkness
terima kasih sarannya akan diperbaiki secepatnya
azizan zizan
kekuatan ini datang bukannya dengan paksaan.. di ulang2 terus..
GrayDarkness: done, sedang direview terima kasih. kalo ada yang lain bilang aja, biar langsung diperbaiki.
total 1 replies
GrayDarkness
Betul, puitis.
Aisyah Christine: gaya bahasa nya lebih pada malay. maka aku faham😂
total 1 replies
azizan zizan
ini novel peribahasa kah apa ini.. alurnya berbelit-belit..
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!