Mia Maulida seorang wanita berusia 36 tahun dengan dua orang anak yang beranjak remaja menjalankan multi peran sebagai orangtua, isteri dan perempuan bekerja, entahlah lelah yang dirasa menjalankan perannya terbersit penyesalan dalam hati kenapa dirinya dulu memutuskan menikah muda yang menjadikan dunianya kini terasa begitu sempit, Astaghfirullahal'adzim..lirihnya memohon ampun kepadaNYA seraya berdoa dalam hati semoga ada kebaikan dan hikmah yang dirasakan di masa depan, kalaupun bukan untuknya mungkin untuk anak anaknya kelak.
Muhammad Harris Pratama seorang pengusaha muda sukses yang menikah dengan perempuan cantik bernama Vivi Andriani tujuh tahun lalu, nyatanya kini merasakan hampa karena belum mendapatkan keturunan. Di saat kehampaan yang dialaminya, tak disangka semesta mempertemukan kembali dengan perempuan cantik berwajah bening nan teduh yang dikaguminya di masa putih abu-abu. Terbersit tanya kenapa dipertemukan saat sudah memilki kehidupan dengan pasangan masing-masing?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mutiah Azzqa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 13
Setelah Antony keluar, di ruangan itu hanya ada Aris dan Mia, mereka terdiam beberapa saat. Lalu Aris yang mulai membuka obrolan, walaupun dengan sedikit canggung
"Ehm.. sekarang kamu sudah punya anak? Zahra anak kamu?" Aris bertanya to the point seperti tidak ingin membuang waktu sekedar berbasa-basi terlebih dahulu
"I..iya pak" Mia menjawab kaget karena Aris bertanya di luar pekerjaan
Aris menatap Mia "Kamu dulu nikah muda berarti? Lulus sekolah langsung menikah?"
Mia terdiam menatap heran ke arah Aris, ragu untuk menjawabnya "Setelah lulus sekolah..saya ambil kursus komputer akuntansi satu tahun, terus cari kerja..setelah bekerja kurang lebih dua tahun, lalu menikah. Kenapa pak?"
"Kenapa nggak lanjut kuliah sampe sarjana?" Tapi Aris melanjutkan dengan bertanya lagi
Mia menghembuskan nafas panjangnya, sambil menggeleng "orang tua saya tidak punya biaya pak, jadi saya memutuskan untuk cari kerja saja"
"Ketemu suamimu di mana? Apa kelebihannya?" Aris bertanya dengan nada bicara sedikit ketus, agak menjengkelkan menurut Mia.
Mia yang merasa kaget mendengarnya terdiam ternganga, seakan tidak mengerti arah pertanyaan bossnya "maaf, maksudnya bagaimana pak?"
Namun Aris tersenyum sinis ke arah Mia, "saya fikir kamu tidak bodoh Mia, dari jawaban kamu tentang pekerjaan kamu terlihat cerdas dan sangat menguasai. Jadi jangan berpura-pura seperti orang bodoh"
Mia tercengang mendengarkan ucapan Aris, dengan mulut ternganga Mia semakin menggelengkan kepalanya
"Maafkan saya, saya memang bodoh pak, saya benar-benar tidak mengerti arah pertanyaan bapak, apa sebelumnya kita pernah saling kenal ? Apakah saya pernah punya masalah sama Bapak?" Mia masih berusaha menahan diri, dengan sopan nada bicara Mia masih terdengar pelan tapi menghujam.
Aris menghembuskan nafasnya dengan kasar, wajahnya memanas merasakan lagi betapa terluka dan terhinanya ia ketika mengingat bagaimana dulu dirinya menyukai dan mengagumi Mia, tapi miris ia ditolak begitu saja di saat kebanyakan orang lain sangat menginginkan dirinya sekedar untuk dekat menjadi temannya.
Dan kini Mia sudah punya suami, seorang pegawai swasta biasa, dan terlihat dari pengamatan matanya memang bukan orang yang sangat istimewa, jauh dari kata kaya atau mapan. Terbukti isterinya dibiarkan bekerja dari dulu sampai anak-anaknya sudah berusia remaja, apa namanya kalau bukan karena keterbatasan ekonomi, apalagi melihat rumah Mia kemarin yang terlihat begitu sederhana jauh bila dibandingkan dengan rumah mewahnya.
Aris terdiam lama seolah mencerna gejolak rasa marah dan kecewa yang ada dalam dadanya, menyesalkan kenapa dulu dirinya terlalu pengecut dan tidak secara gentle datang menemui langsung Mia untuk mengajak berkenalan dan pendekatan. Sejenak ia berfikir, apa jangan-jangan dulu semua surat cintanya tidak sampai ke tangan Mia? Karena kalau sampai, pasti Mia mengenalinya karena di salah satu suratnya Aris menyisipkan fotonya ketika memperkenalkan diri dan mengajak ketemuan supaya Mia bisa mengenalinya.
"Oke, Apa kamu ingat sama Yuni Septiani teman sekelas kamu waktu kelas III SMA dulu?"Aris tiba-tiba memelankan suaranya saat lanjut bertanya
Mia menganggukkan kepala pelan, "orangnya tinggi semampai, hitam manis berambut panjang kan..?
Aris mengangguk, Berarti Mia masih mengingat Yuni dengan baik
"Apa kamu dulu pernah menerima surat dari Yuni? Atau Yuni pernah cerita tentang aku ke kamu?"
Mia mengernyit bingung dan menggeleng, "saya tidak pernah menerima surat apapun dari Yuni, surat apa?" Aris seketika menghempaskan tubuhnya ke sandaran sofa sambil menghembuskan nafasnya panjang.
"Lagian saya sama Yuni nggak begitu dekat, tapi seingat saya dia pernah nyamperin nanya tentang pacaran, dia pernah nanya kalau saya tertarik tidak untuk pacaran?"
"Ya.. Saya jawab memang tidak pernah berniat untuk pacaran, karena memang nggak boleh dan menurut saya pacaran hanya buang-buang waktu dan merugikan perempuan"
Dan Aris tertawa sumbang seperti menertawakan kebodohan dirinya sendiri, Aris sia-sia merasakan jatuh cinta sendirian karena pesan cintanya ternyata tidak tersampaikan sama sekali. Dan surat penolakan yang Yuni bilang dari Mia sudah bisa ditarik kesimpulan kalau itu hanya bualan, karangan dari Yuni. Harusnya ia tidak seceroboh dan sebodoh itu, sekarang sudah belasan tahun berlalu, Aris dan Mia sudah memiliki pasangannya masing-masing, menyesal pun tiada guna ibarat nasi sudah menjadi bubur.
*****
Sedangkan di ruangan Administrasi, Shanty, Nina dan yang lainnya bersiap-siap untuk istirahat keluar ruangan, karena jam istirahat mereka sudah tiba. Shanty dan Nina memilih keluar untuk membeli makanan di luar karena tidak membawa bekal,
Sedangkan Mia yang baru keluar dari ruangan bossnya, memilih tidak ikut keluar karena membawa bekal, dia berniat pergi ke sebuah ruangan yang dijadikan musholah kecil di kantornya untuk melaksanakan sholat dzuhur terlebih dahulu sebelum nantinya bisa menikmati makan siang bersama dengan temannya yang lain.
Saat hendak beranjak, terdengar dering telepon interkom di ruangannya berbunyi membuat Mia menggerutu dalam hatinya karena sudah jam istirahat, "Hallo..?"
"Mia tolong buatkan kopi dua dan bawakan ke ruangan saya" ternyata itu suara Antony di seberang memberikan perintah.
Dan Mia menghembuskan nafas pelan, sebelum menjawabnya;
"Maaf pak mau kopi apa?"
"Ada.. kopi hitam, putih, moccacino, sama cappuccino sachet pak.."
"Ooh..baik pak"
Dan Mia segera berlalu ke pantry untuk membuatkan kopi hitam pesanan bossnya dan mengantarkannya sendiri.
Sesampainya di depan ruangan Antony, Mia mengetuk pintunya dua kali dengan pelan, dan "Masuk.." terdengar suara dari dalam ruangan
Dengan pelan Mia membuka pintunya seraya menganggukkan kepala,
"Kopinya pak..?"
Aris melirik ke arah Mia dan mengangguk "Taruh di sini.." perintah Aris menunjuk meja dengan dagunya sambil menyingkirkan berkas yang berada di tengah meja, dan menggeser laptop di depannya.
Mia berjalan dengan hati-hati sambil menunduk dan meletakkan dua cangkir kopi di meja dengan pelan berusaha untuk tidak gugup berhadapan dengan kedua bossnya.
"Terimakasih Mia.." jawab Antony sedangkan Aris terlihat cuek diam saja.
"Sama-sama pak.." jawab Mia mengangguk sambil beringsut mundur hendak keluar ruangan, tapi Antony berucap lagi
"Mia, kalau suatu saat kamu ketemu Yuni tolong sampaikan salam dari pak Aris ya.." ujar Antony seraya tersenyum mengejek ke arah Aris, yang dibalas Aris dengan melempar pulpen ke arahnya sambil mengumpat "Sial.."
*****