Di zaman sekarang ini adakah laki-laki yang serba bisa? sempurna!
jawabannya di novel kali ini ada!
Dia dijuluki Human Perfect oleh semua orang karena kesempurnaannya. Dia bernama Badai Bagaskara.
Lalu, sesempurna apakah dia?
Baca kisahnya dalam Novel Human Perfect. Dan disarankan bagi yang belum membaca Novel Tafsir Mimpi Sang Inspirator diharapkan membacanya terlebih dahulu, karena novel ini berhubungan dengan itu.
happy reading 🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Febby Sadin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bara dan Bintang
"Ini semua gara-gara kamu aku ikut-ikutan kesini, jadinya kan aku malu. Muncul diem diem, terus di cuekin pula sama perempuan itu!" kini Badai pun mengomel. Lalu Satria dia pegang tangannya.
"Ayo kita balik." ucapnya lagi.
Satria pun yang juga merasa dicuekin sama Najwa, langsung lah dia kembali ke pondok pesantren Ma'rifat Billah dengan kekuatannya.
Dan Satria langsung menghilang bersama Badai dari pondok pesantren nya Najwa.
...****************...
Keesokan harinya, rasa lelah masih ada. Namun dia tak pernah merasa hal itu menghalangi dirinya untuk bekerja mencari nafkah untuk keluarganya. Dia berangkat ke kantor masih seperti dulu, jam sembilan pagi. Ya, sebenarnya jam segitu sudah termasuk siang kalau di Indonesia. Karena orang-orang berangkat bekerja dan bersekolah rata-rata di pagi buta. Jam enam pagi.
Dari rumahnya yang cukup sederhana itu, hasil dari keringat nya sendiri bekerja dua tahun lamanya di Pulau orang, akhirnya dia dapat memiliki rumah sendiri bersama sang istri dan juga anaknya. Tapi anaknya masih menimba ilmu di kota lain, jadi hanya ada dirinya dan sang istri tercinta.
"Mas gak mau bawa bekal?" tanya istrinya saat dia sudah mulai mengenakan sepatunya.
"Iya aku buru-buru, boleh deh bawa bekal. Makasih ya sayang...." ucapnya.
Istrinya dengan cekatan segera membawakan bekal yang telah disiapkan nya.
Kemudian dia pun berpamitan untuk berangkat bekerja kepada sang istri. "Yaudah dulu sayang, kamu jaga rumah baik-baik. Nanti kamu ngajar to?" tanya nya.
Istrinya menganggukkan kepalanya. "Iya lah masuk mas. Kemarin kan sudah libur, jadi hari ini ya masuk." ucapnya.
Istrinya juga bekerja, namun hanya sebentar tidak seperti dirinya yang bekerja seharian. kalau istrinya dia izinkan bekerja, agar tidak jenuh berada di dalam rumah sendirian.
Dia pun berangkat bekerja, dan menggunakan motor maticnya yang dia beli baru juga saat setelah membeli rumah. Kampung Madu, itulah sekarang nama kampung tempat tinggalnya. Dia sejak menikah telah meninggalkan kampung Idiom, juga meninggalkan rumahnya. Karena sudah ada sang mbak disana yang tinggal bersama mamaknya.
Motor matic nya pun melaju, telah belasan tahun usia motornya itu, jadi suaranya sudah agak parau. Mungkin mesinnya juga sudah mulai tua.
Di Lampu merah jalan raya, motornya berhenti. Satu sapaan terdengar dari sisi kiri dia berada.
"Bintang!!"
Saat Bintang menoleh, dimana dia ternyata, "Bara?!! Hai bro! assalamualaikum...." balas Bintang.
Bara pun segera mengisyaratkan dengan tangannya yang mengarah ke arah pinggir jalan raya, mengisyaratkan kepada Bintang untuk menepi sejenak.
Ditengah hiruk pikuk kemacetan itu pun, segera lah Bintang permisi kepada pengendara lain untuk menepi.
Sambil mematikan mesin motor dan turun dari motornya, juga melepaskan helm nya, "Wassalamu'alaikum...." Bara baru membalas salamnya Bintang.
Bintang dan Bara pun langsung lah keduanya menghambur, berpelukan.
"Sudah lama gak ketemu. Hampir setahun!" ucap Bara. "Kamu kemana aja, mentang-mentang udah gak di kampung Idiom jadi sibuk bener!!" ucapnya lagi.
Bintang pun tersenyum, "Haha... Nggak lah, aku tetap kok Bintang yang sama gak ada yang berubah."
"Meskipun sudah CEO di perusahaan besar ya... " sahut Bara.
"Iyalah... Kamu gimana? Sehat ko?"
"Waduh gaya! pake logat NTT, udah lama banget gak pake logat itu aku." Bara menyeringai, dia begitu merindukan sosok sahabatnya itu.
Lalu dia melanjutkan kata-katanya, "Kamu mau berangkat ngantor ya Bin?"
"Iya... Seperti biasa. Ngomong-ngomong, kamu kok pake baju biasa... Gak kerja ta?" tanya Bintang.
Bara pun tersenyum, "Aku kerja ... Tapi kan perusahaan Ayahku, jadi ya pake baju santai aja." sahut Bara.
Dengan berat hati, namun Bintang tetap ingin mengucapkan nya. Dia pun berkata, "Kamu gimana? masih betah sendiri? Gak pengen cari istri baru lagi?" tanya nya, dimana seketika mendengar pertanyaan Bintang, Bintang mengira Bara akan tersinggung. Tapi ternyata....
"Hahahah..." malah tertawa terbahak-bahak, "Kamu ini dipikir kita masih mudah ko?! Be su tua na... Anak ju sudah mau lulus SMA di pondok." ucap Bara.
"Nah gitu dong, keluar bahasa dan logat NTT nya." ucap Bintang, yang juga sambil tertawa. Kemudian Bintang melanjutkan, "Ngomong-ngomong Bar, anakmu siapa namanya itu?? Lupa..."
"Badai Bagaskara..."
"Mondok dimana dia?"
"Mondok di Ma'rifat Billah, Deket kok sama pondok anakmu Najwa." ucap Bara.
"Wah kamu tidak lupa sama nama anakku." Bintang menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Malu, karena dia sering pelupa kalau di depan teman-temannya.
"Ya sama to, aku juga tidak berubah kok." ucap Bara kemudian, dia tak mau menyombongkan diri. Seperti biasa, dia memang bijaksana.
"Yaudah dulu Bar, kita lanjutkan di wa aja. Udah lama ya kita gak chatingan. Okey?!!" ucap Bintang, menyudahi pertemuan keduanya pagi itu. Pagi yang sudah menjelang siang.
"Baiklah Bintang. Selamat bekerja!" ucap Bara.
Sembari melepaskan kepergian Bintang dari hadapannya, dia pun kembali ke rumah nya yang juga sekaligus berangkat bekerja. Setelah perbincangan dirinya dengan Bintang, membuatnya teringat banyak hal yang sudah terjadi. Di tengah perjalanan yang masih memakan waktu lima belas menit untuk sampai, pikirannya pun melayang ke masa lalunya.
...****************...
Dimana kala itu, Bara dan juga bersama dengan Bintang, Permata, Naz, Zulfa, Rangga dan Riz mereka berbondong-bondong pergi ke rumah Nur untuk menghibur keluarga Nur, karena Nur telah dibawa kabur oleh para bangsa Jin.
Semuanya dengan raut wajah yang dipenuhi dengan kekhawatiran, terutama Bara. Karena dia bertanggungjawab untuk mengatakan kepada pihak keluarga Nur, alasan Nur menghilang. Entah apa yang akan dikarang olehnya. Entah cerita yang seperti apa.
Dan setelah sampai di rumah Nur, tepatnya di depan rumah Nur. Betapa terkejutnya mereka semua saat mereka lihat.
"Nur?!!" pekik Permata. Yang dimana mereka yang tak tahu apa-apa tentang rencana jahat dari Roro. Permata malah langsung berlari ke arah Nur, dan memeluknya.
Sedangkan Nur, yang sebenarnya adalah jin dari rohnya Fandi, dia malah tercengang mendapatkan pelukan dari seorang perempuan. Terlebih yang memeluknya adalah Permata.
Namun bukan hanya Permata yang menghambur memeluk Nur, akhirnya Zulfa dan Naz pun juga ikutan berlari dan memeluk Nur. Seorang Zulfa pun juga tak sadar jika itu bukan Nur.
Dan Bara, yang awalnya begitu tegang karena memikirkan apa yang hendak dia katakan kepada orangtuanya Nur, akhirnya dia langsung merasa lega.
Tak lama kemudian ibunya Nur keluar dari dalam dapur, "Loh banyak tamu. Kok gak disuruh duduk Nur teman-teman mu? terus kenapa kalian malah peluk pelukan? Bukannya baru saja ketemu, liburan bareng. Memangnya ada apa?" ibu Nur menghujani Permata, Zulfa dan Naz dengan pertanyaan nya. Karena memang aneh, baru ketemu kok sudah saling rindu.
Pertama, Zulfa dan Naz pun langsung menutupi apa yang terjadi dengan tertawa bersama.
Permata pun beralasan, "Hehe gak bu... cuma Nur tadi pulang buru-buru, aku takut Nur kenapa kenapa... Ternyata dia sehat." ucap Permata.
Ibu Nur mendengarnya pun tak curiga apapun, beliau langsung saja mempersilahkan mereka semua untuk duduk dulu sebentar.
Namun Bintang langsung menyahut, "Nggak usah repot-repot Bu... Kita semua cuma mau mengecek keadaan Nur. Takut dia kenapa-kenapa betul apa yang Permata katakan." dengan menguatkan alasan Permata.
Dan mereka pun berpamitan untuk pulang.
...----------------...
Lanjutannya secepatnya 😘 insyaallah