Sebuah novel romansa fantasi, tentang seorang gadis dari golongan rakyat biasa yang memiliki kemampuan suci, setelahnya menjadi seorang Saintes dan menjadi Ratu Kekaisaran.
Novel itu sangat terkenal karena sifat licik dan tangguhnya sang protagonis menghadapi lawan-lawannya. Namun, siapa sangka, Alice, seorang aktris papan atas di dunia modern, meninggal dunia setelah kecelakaan yang menimpanya.
Dan kini Alice hidup kembali dalam dunia novel. Dia bernama Alice di sana dan menjadi sandera sebagai tawanan perang. Dia adalah pemeran sampingan yang akan dibunuh oleh sang protagonis.
Gila saja, ceritanya sudah ditentukan, dan kini Alice harus menentang takdirnya. Daripada jadi selir raja dan berakhir mati mengenaskan, lebih baik dia menggoda sang duke yang lebih kejam dari singa gurun itu. Akankah nasibnya berubah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nuah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22: Kehamilan Alice
“Salam pada Duchess Corvin dan Duke Corvin, saya suksesor Duchess Zisilus,” ucapnya. Terdengar nada sombong dari kalimat yang dia ucapkan, namun ada aura yang mengerikan keluar dari tubuhnya.
“Hei, pemuda tengil di sana! Ayo kita tanding pedang! Berani tidak?” tawar Elicia dengan wajah sombongnya, menunjuk Argares yang tubuhnya jelas lebih besar dan tinggi.
“Maafkan atas ketidaksopanan putri saya. Kamu bisa tahan sebentar dan mulutmu dikunci dulu, tolong!” Alexa menjitak kepala putrinya dengan gemas, Elicia nyengir kuda.
“Mari kita istirahat dulu.” Alice mempersilakan mereka masuk. Sepanjang jalan, mata Elicia tak lepas dari sosok di depannya.
“Hai, kau! Siapa namamu?” tanya Elicia berbisik pada Argares.
“Saya, Argares,” jawab Argares dengan senyum kaku. Aneh sekali, pikirnya bocah kecil di belakangnya itu.
“Siang ini kita sparing, ya? Aku tak mau tahu!” ucap Elicia. Argares tahu mungkin sebelum Elicia merasa puas dan mendapatkan keinginannya, gadis itu tak akan menyerah begitu saja.
“Baik,” jawab Argares. Elicia tampak tersenyum bahagia, sedangkan Alexa hanya dapat menggeleng mendengar percakapan dua remaja itu.
Percakapan berlanjut di ruang tamu, di mana kini Alexa berhadapan dengan Alice dan Lucian.
“Argares, bagaimana bila Anda mengantarkan Lady Zisilus ke kamarnya untuk beristirahat?” Argares mengangguk patuh pada perintah Alice.
“Tidak, Duchess. Aku lebih ingin bermain saja. Apa sepanjang jalan terus istirahat di kereta kuda, bahkan mataku sampai belekan terus karena sepanjang perjalanan hanya terus tidur dan rebahan. Apa saya boleh bermain ke tempat latihan para kesatria?” Semangat tampak berkobar di mata Elicia.
“Elicia!” gertak Alexa dengan mata tajamnya yang langsung membuat Elicia menunduk.
“Tidak masalah. Saya juga mengembangkan beberapa senjata. Anda dapat mencobanya di sana,” ucap Alice mempersilakan.
“Wah, terima kasih, Duchess. Ehem! Saya permisi.” Elicia menunduk layaknya seorang Lady yang terhormat, sedangkan Argares memimpin jalan di depan Elicia.
“Tempat ini lumayan juga, meski terlalu sepi. Woaaah!” Elicia menganga saat melihat tempat latihan para kesatria dari lantai dua.
“Lady!” Argares hampir jantungan saat Elicia tanpa aba-aba langsung berlari dan melompat dari ketinggian hampir 6 meter itu, namun Elicia tampak mendarat dengan sempurna dan langsung celingukan.
“Jangan khawatir.” Elicia mengangkat jempolnya. Dia melihat tombak dengan besi berkualitas tinggi dan mengangkatnya.
Berat tombak itu hampir 25 kg, namun Elicia mengangkatnya dengan begitu mudah seolah mengangkat beban tak berarti.
“Lumayan berat, hmm...” Elicia memainkan tombak itu dengan lihai, bahkan seolah memainkan mainan saja.
Elicia beralih ke tempat di mana pedang para kesatria berada. Dia mengangkatnya dan memainkannya layaknya seorang kesatria. Dia menganggukkan kepalanya dan menjentikkan jarinya ke arah pedang tersebut.
“Besi yang cukup berkualitas, namun pengolahannya terlalu sederhana.” Elicia menilainya dengan benar. Satu demi satu senjata dilihat oleh Elicia.
Elicia menatap jubah dan membengkokkannya. Dengan cepat, Elicia memahami cara kerja semua alat dan senjata di sana.
“Bagaimana kekuatan perisai ini?” tanya Elicia pada Argares yang baru saja turun.
“Ini adalah perisai yang dibuat langsung oleh Duchess Corvin. Belum ada orang yang dapat menembusnya, Lady.” Elicia tampak bersemangat, matanya berbinar.
“Wah, boleh dicoba.” Seringai tercipta di bibir mungilnya. Dia melengkungkan jubah itu dan meminta semua orang menjauh.
“Apa yang akan Anda lakukan, Lady?” Elicia tersenyum penuh arti. Dia mengambil benda kecil dari balik kaus kakinya.
“S-senjata?” gumam Argares tertegun. Elicia terkikik.
“Ini hanya uji coba,” ungkap Elicia dengan senyumannya itu.
Sementara itu, di ruang tamu kediaman Corvin, Alexa menatap lembaran kertas di hadapannya dan beberapa contoh batu sihir.
“Ini memang batu sihir dengan kelas terbaik. Meski tidak berada di puncak terbaik, namun batu ini cukup untuk membuat alat sihir,” ucap Alexa. Lucian dan Alice menghela napas lega.
“Saya ingin memastikan sendiri tempat tambangnya. Apa kalian bisa menunjukkannya?” Lucian menghela napas kasar, dia menggelengkan kepalanya.
“Bukan tak ingin, namun kondisi tubuh istri saya sedang tidak baik-baik saja.” Alexa terkekeh mendengarnya. Dia memberi kode pada bawahannya.
“Baik, Nyonya,” jawab kesatria itu setelah mendengar bisikan dari Alexa.
“Sebenarnya saya sangat yakin dengan kemampuan saya sendiri, dan saya juga cukup yakin dengan intuisi saya. Duchess Corvin tidak sakit, dia hanya kelelahan dan kondisinya lemah karena tengah mengandung,” ucap Alexa. Mata Lucian dan Alice langsung terbelalak.
“H-hamil?” kembali terkejut keduanya. Itu sudah kedua kalinya Alexa mengatakan hal yang sama. Bahkan saat pertama bertemu, Alexa langsung mengucapkan selamat.
“Ya,” jawab Alexa. Seorang kesatria datang dengan bola kristal dibalut kain merah.
“Ini bola kristal dari menara sihir. Aku meminjamnya karena putriku sering sakit perut. Dia sering melakukan banyak percobaan ekstrem pada tubuhnya sendiri. Bila kalian tidak percaya, lihatlah ini.” Alexa membuat pemindaian pada tubuh bawahannya dan memperlihatkan hasilnya.
Mata Alice terbelalak. Benda itu sejenis alat rontgen, namun kemampuannya melebihi rontgen dan USG di era modern.
“Kau mengisap cerutu?” singgung Alexa pada bawahannya, menunjuk paru-paru bawahannya yang tampak berflek.
“I-itu, saya belum bisa berhenti, Nyonya,” jawabnya pasrah. Dia juga tak dapat mengelak, apalagi berbohong.
“Ya, asal bila kau mati jangan susahkan saya.” Alexa tak ambil pusing. Dia menatap Alice yang tampak terkesima sekaligus kagum.
“Apa Anda paham dengan struktur organ manusia, Duchess?” tanya Alexa. Alice mengangguk cepat.
“Baguslah, jadi saya tak perlu menjelaskannya.” Alice mengangguk. Alexa memindai tubuh Alice dan terlihatlah bagaimana di perut Alice kini terdapat janin yang tengah tumbuh.
“Wah, mungkin usia kandungannya sudah sekitar 15 minggu,” ucap Alexa. Alice terkesan. Dia mengulurkan tangannya hendak menyentuh hasil pemindaian perutnya.
Berrrr!
Tiba-tiba, seolah tersengat listrik, gelang di tangan Alice bergetar dan bola kristal itu juga ikut bergetar.
“Woaah, itu naga?” Sosok gadis yang mungkin masih berusia 20 tahun dengan rambut perak dan mata biru kagum pada gelang Alice. Sosok itu tiba-tiba muncul dalam bola kristal.
“Astaga!” Alice terkejut bukan main. Alexa menghela napas kasar.
“Kak, Anda membuat Duchess Corvin terkejut,” peringat Alexa. Mata Alice tertegun. Melihat dari segi wajah, tampak jelas perbedaannya, di mana sosok yang ada di dalam bola kristal tampak jauh lebih muda. Namun dia malah menyebutnya kak.
“Wah, Alexa, Anda sudah sampai di sana? Tapi itu beneran naga, loh,” ucap lagi sosok tersebut. Alexa mengusap wajahnya.
“Kak, Anda seharusnya memberi salam saat pertama kali bertemu. Ehem!” gerutu terdengar dari mulut Alexa.
“Ah ya ampun, aku lupa. Aku terkesima dengan gelang yang memiliki kesadaran naga es itu. Aku mencarinya sudah sangat lama, namun dia malah muncul dalam bentuk artefak,” gerutu lagi sosok tersebut dengan wajah yang kesal.
“Salam kepada kalian berdua. Saya Eleanor Von Astria. Semoga berkah tercurah dan keselamatan menyertai kalian,” ucapnya dengan senyum mengembang.
Mata Alice terbelalak, begitu pun dengan Lucian. Eleanor Von Astria. Siapa yang tak mengenal wanita itu? Dia adalah Duchess Astria yang begitu terkenal. Usianya kini sudah 60 tahun, namun lihatlah wajahnya yang tampak masih 20 tahun itu.
“Senang berjumpa Anda, Duchess Astria. Semoga kejayaan melimpah terhadap Anda.” Eleanor tersenyum dan tampak menghela napas sembari duduk santai di kursinya.
...Kata kata hari ini untuk kalian yang berbadan dua:...
...“Dalam setiap detak jantung kecilmu, I hear a promise of a brighter tomorrow.”...