Kalian Bisa Dukung aku di link ini :
https://saweria.co/KatsumiFerisu
Seorang pengguna roh legendaris, yang sepanjang hidupnya hanya mengenal darah dan pertempuran, akhirnya merasa jenuh dengan peperangan tanpa akhir. Dengan hati yang hancur dan jiwa yang letih, ia memutuskan mengakhiri hidupnya, berharap menemukan kedamaian abadi. Namun, takdir justru mempermainkannya—ia terlahir kembali sebagai Ferisu Von Velmoria, pangeran ketiga Kerajaan Velmoria.
Di dunia di mana setiap orang memiliki kesempatan untuk menjalin kontrak dengan roh, Ferisu justru dikenal sebagai "Pangeran Sampah." Tidak ada roh yang mau menjawab panggilannya. Dipandang sebagai aib keluarga kerajaan, ia menjalani hidup dalam kemalasan dan menerima ejekan tanpa perlawanan.
Tetapi saat ia masuk ke Akademi Astralis, tempat di mana para ahli roh belajar tentang sihir, teknik, dan cara bertarung dengan roh, sebuah tempat terbaik untuk menciptakan para ahli. Di sana Ferisu mengalami serangkaian peristiwa hingga akhirnya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Katsumi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 10 : Dua Bunga
Di taman belakang istana, Ferisu menghela napas panjang, berusaha mengabaikan perdebatan yang semakin memanas antara Licia dan Erica. Namun, tiba-tiba ia merasakan sebuah tangan menyentuh pundaknya dari belakang.
"Apa yang sedang terjadi di sini?" Suara lembut namun penuh rasa ingin tahu terdengar. Itu Verina, kakak perempuan Ferisu, yang tampaknya tertarik dengan suara gaduh dari halaman.
Ferisu menoleh malas. "Huft~ Kau bisa lihat sendiri, kan?"
Verina tersenyum kecil, jelas menikmati kekacauan kecil itu. "Hee~ Apa mungkin Erica-chan sedang cemburu?" godanya dengan nada menggoda.
"Hah? Cewek kasar dan bermulut pedas itu cemburu? Lucu sekali," balas Ferisu, memutar matanya dengan kesal.
Tiba-tiba hawa dingin menusuk terasa di sekitar mereka. Erica, yang mendengar ucapan itu, tersenyum dengan tatapan tajam. "Siapa yang kau sebut kasar dan bermulut pedas?" suaranya tegas, penuh amarah yang terpendam.
Ferisu melirik ke arahnya dengan malas. "Siapa lagi kalau bukan kau?" jawabnya datar, menunjukkan bahwa ia sama sekali tidak peduli dengan kemarahan Erica.
Verina tertawa canggung, mencoba mencairkan suasana yang semakin memanas. "Haha... sudah, sudah. Kalian ini selalu seperti anak-anak. Bagaimana kalau kalian pergi jalan-jalan di kota? Sekalian menghirup udara segar."
Licia, yang sejak tadi diam sambil mengamati interaksi antara Ferisu dan Erica, tiba-tiba berseri-seri. "Kupikir itu ide yang bagus! Aku juga ingin melihat-lihat ibu kota kerajaan ini," katanya penuh semangat.
Erica memalingkan wajah, mencoba menyembunyikan rasa tidak nyaman yang muncul. "Terserah. Aku hanya tidak mau membiarkan gadis polos seperti dia sendirian dengan pangeran sampah sepertimu," ujarnya dengan nada tajam.
Verina menahan tawa, lalu menatap Ferisu dengan senyum yang terasa penuh tekanan. "Kalau begitu, Ferisu, kau harus menemani mereka. Anggap saja sebagai latihan menjadi tuan rumah yang baik."
Ferisu hanya bisa menghela napas panjang. "Baiklah, baiklah. Kalau ini bisa membuat kalian diam, aku akan ikut." Meski jelas tampak bahwa ia merasa sangat terpaksa.
Verina menepuk pundak Ferisu. "Itu baru semangat, adikku!" katanya sambil tertawa kecil.
Ferisu berdiri, berjalan menuju pintu taman dengan langkah malas, sementara Licia tampak sangat antusias dan Erica berjalan di belakangnya dengan sikap angkuh. Suasana canggung tampaknya tidak akan mudah hilang dari perjalanan ini.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
...----------------...
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Di Kota...
Ferisu berjalan di antara jalanan sibuk dengan Licia menggandeng lengannya erat, senyumnya berseri-seri seperti mawar yang mekar sempurna. Di sisi lain, Erica tampak berjalan dengan jarak sedikit lebih jauh, tatapannya dingin, dan aura canggung terasa di udara. Dua pengawal berjalan mengawasi dari belakang dengan sikap tegas namun tetap menjaga jarak yang sopan.
Licia tampak sangat nyaman, memeluk lengan Ferisu seolah mereka adalah sepasang kekasih yang telah lama bersama. Sementara Erica, meski berusaha menjaga wibawa, tak dapat menyembunyikan tatapan sesekali yang mengarah tajam kepada Licia.
"Kenapa gadis ini begitu lengket dengan Pangeran Sampah ini?" gumam Erica lirih, cukup pelan namun tetap tertangkap oleh telinga Ferisu.
Alih-alih membalas, Ferisu hanya mendesah pelan, memilih untuk mengabaikan kata-kata Erica agar tidak memperkeruh suasana yang sudah cukup tegang.
Namun tiba-tiba, suara hangat seorang pria memecah konsentrasi mereka.
"Ferisu-sama! Wah, Anda berkunjung ke kota lagi hari ini!"
Ferisu menoleh dan mengenali pria itu—pemilik kedai sate yang sering ia datangi. Senyum hangat pria itu begitu khas, menambah kesan ramahnya yang tulus.
"Pagi, Paman," sapa Ferisu, wajahnya berubah lebih santai. Ia melangkah mendekat, meninggalkan dua gadis di belakang yang kini memandang penasaran.
"Wah, wah! Jarang sekali melihat Anda keluar seperti ini, apalagi ditemani gadis-gadis secantik mereka," ujar Paman sambil melirik ke arah Licia dan Erica.
Ferisu menggaruk kepalanya, tampak sedikit canggung, tapi sebelum ia sempat menjawab, Licia sudah mengambil langkah lebih dulu.
"Perkenalkan, saya Licia Elvengarden. Saya adalah tunangan Ferisu-sama," ujar Licia sambil membungkukkan badan sedikit, senyumnya penuh keanggunan seorang putri.
Erica, yang merasa terprovokasi oleh sikap Licia, langsung menyusul. "Erica Astrea. Saya juga tunangan Ferisu," katanya dengan nada datar namun diselipkan rasa jengkel.
Ekspresi Paman berubah seketika. Mulutnya sedikit menganga, dan suara pelan yang tidak sengaja terucap, "T-tunangan...? Dua?"
Reaksi Paman ternyata menular ke warga sekitar yang mendengar percakapan tersebut. Dalam sekejap, orang-orang mulai berkumpul. Suasana yang tadinya tenang berubah menjadi riuh penuh antusiasme.
"Wah! Selamat ya, Ferisu-sama!"
"Seperti yang diharapkan dari Ferisu-sama, selalu mengejutkan kami!"
"Punya dua gadis cantik di sisi Anda, benar-benar membuat iri!"
"Ayo, ayo! Berikan hadiah untuk Ferisu-sama dan para tunangannya!"
Dalam waktu singkat, berbagai hadiah mulai berdatangan. Ada yang memberikan buah segar, roti hangat, bunga, bahkan kain sutra yang indah. Licia tersenyum lebar melihat sambutan hangat dari warga, sementara Erica tampak kebingungan, jelas tidak mengerti bagaimana Pangeran yang ia anggap “sampah” ini bisa begitu dihormati oleh rakyatnya.
"Apa yang terjadi?" gumam Erica dengan nada bingung, matanya melirik ke arah Ferisu yang terlihat cukup santai menerima semua perhatian itu. Dalam hatinya, ia bertanya-tanya, "Kenapa Pangeran Sampah dan Pemalas seperti dia benar-benar disukai oleh rakyat?"
Ferisu hanya bisa menghela napas panjang, berusaha menghadapi situasi yang tidak kunjung berhenti menambah dramanya. "Hidup tenang? Hah, itu hanya mimpi," pikirnya sambil melirik ke arah dua gadis yang kini mulai menerima hadiah dari warga dengan cara yang bertolak belakang. Licia dengan senyum lembut, Erica dengan sikap dingin tapi tetap menerima.
.
.
.
Setelah menghabiskan waktu berjalan-jalan santai mengelilingi kota, menikmati suasana ramai dan mengunjungi beberapa toko, mereka memutuskan untuk kembali ke istana saat siang mulai menjelang. Namun, langkah mereka terhenti ketika Ferisu tiba-tiba berbicara.
"Maaf, tapi aku tidak ingin kembali ke istana sekarang," ujar Ferisu dengan nada datar. Ia menunjuk ke sebuah restoran kecil di ujung jalan.
Licia dan Erica memandang ke arah yang ditunjuk. Restoran itu sederhana, dengan papan nama kayu yang bertuliskan "Restoran Arlen". Bangunannya tidak mewah, namun terlihat nyaman dan ramai dengan pelanggan yang keluar masuk.
"Kita makan di sana saja," lanjut Ferisu.
Licia mengangguk dengan semangat. "Tentu saja! Aku ingin mencoba makanan khas di sini."
Erica, meskipun tampak tidak terlalu antusias, tidak punya alasan untuk menolak. "Terserah, asalkan cepat," katanya dengan nada dingin.
Ferisu melangkah menuju restoran tersebut, diikuti oleh dua gadis dan para pengawal mereka. Saat mereka masuk, aroma makanan yang menggugah selera langsung menyambut.
"Selamat datang!" suara seorang wanita terdengar dari arah dapur. Seorang gadis muda keluar, mengenakan apron dan membawa nampan berisi makanan. Dia memiliki rambut cokelat keemasan yang diikat rapi, mata hijau cerah, dan senyum hangat yang memancar dari wajahnya.
"Ferisu-sama!" serunya dengan antusias. Gadis itu adalah Melia, anak pemilik restoran yang lebih muda empat tahun dari Ferisu.
Melia segera mendekat dengan langkah ringan. "Sudah lama tidak melihat Anda di sini! Apa Anda baik-baik saja?" tanyanya sambil tersenyum lebar.
Ferisu mengangguk pelan. "Aku baik. Tempat ini masih sama seperti biasanya, ya."
"Ya, Ayah dan Ibu masih menjalankan restoran seperti biasa. Tapi tunggu, siapa mereka?" Melia melirik Licia dan Erica yang berdiri di samping Ferisu.
Sebelum Ferisu sempat menjawab, Licia dengan senyum penuh percaya diri segera memperkenalkan diri. "Saya Licia Elvengarden, tunangan Ferisu-sama."
Erica yang sudah mulai merasa terbiasa dengan situasi seperti ini menambahkan, meskipun nadanya terdengar agak malas, "Erica Astrea. Tunangannya juga."
Melia terdiam sejenak, matanya membesar. "T-tunangan? Dua?!" Suaranya cukup keras sehingga beberapa pelanggan menoleh.
Ferisu menutup wajah dengan tangannya. "Tolong jangan buat keributan," gumamnya, merasa situasi seperti ini akan terus terulang di mana pun ia pergi.
Melia terkekeh kecil, lalu menggoda Ferisu. "Seperti biasanya, Anda selalu membuat kejutan, Ferisu-sama."
"Lupakan itu. Apa ada meja kosong di sini?" tanya Ferisu, mencoba mengalihkan pembicaraan.
"Tentu saja! Ikuti aku," kata Melia, lalu memimpin mereka ke meja di sudut yang cukup tenang.
Saat mereka duduk, Melia kembali dengan senyum ceria. "Aku akan memberikan menu spesial untuk kalian. Tunggu sebentar, ya!"
Ferisu hanya mengangguk lelah, sementara Licia tampak bersemangat melihat suasana restoran, dan Erica... yah, dia hanya mengamati Melia dengan tatapan tajam. "Gadis ini tampaknya terlalu akrab dengan Ferisu," pikir Erica dalam hati.
raja sihir gitu lho 🤩