Bismillah karya baru,
Sudah tiga tahun Elyana menikah dengan Excel Damara, seorang Perwira menengah Angkatan Darat berpangkat Kapten, karena perjodohan.
Pernikahan itu dikaruniai seorang putri cantik yang kini berusia 2,5 tahun. Elyana merasa bahagia dengan pernikahan itu, meskipun sikap Kapten Excel begitu dingin. Namun, rasa cinta mengalahkan segalanya, sehingga Elyana tidak sadar bahwa yang dicintai Kapten Excel bukanlah dirinya.
Apakah Elyana akan bertahan dengan pernikahan ini atas nama cinta, sementara Excel mencintai perempuan lain?
Yuk kepoin kisahnya di sini, dalam judul "Ya, Aku Akan Pergi Mas Kapten"
WA 089520229628
FB Nasir Tupar
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hasna_Ramarta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21 Excel Menemukan Elyana
"Elyana." Excel bergumam sambil merekahkan senyum, dia menyuruk pintu kontrakan. Namun Elyana menahannya. Dia tidak mau Excel masuk. Wajah Elyana sudah tegang dan takut. Sia-sia ia sembunyi selama hampir sebulan, kalau akhirnya ketahuan juga.
"Biarkan aku masuk," ucapnya tegas seraya mendorong pintu sampai pintu itu terbuka dan Excel berhasil masuk. Elyana kecewa, dia tidak berhasil menahan pintu.
Excel menutup kembali pintu lalu dikuncinya. Dia menatap seluruh ruangan. Yang ada di dalam ruang tengah itu tidak luput ia absen oleh matanya. Tidak ada yang luar biasa. Terakhir dia menuju tripod yang berdiri di tengah-tengah ruangan, ada Hp milik Elyana terapit.
Excel menatap Hp itu, lalu beralih pada Elyana yang penampilannya sedikit berbeda. Wajahnya dipoles make up. Cantik dan lembut. Excel sudah sering melihat wajah Elyana, malah bosan karena di dalam hatinya memang tidak ada cinta selama mereka hidup dalam satu rumah. Di dalam hatinya hanya ada kebencian, atas perjodohan yang dipaksakan kedua orang tuanya.
Tapi, kali ini ada desiran dalam hati Excel yang mampu mengguncangkan perasaan benci dan bosan menjadi sebuah rasa rindu.
"Kurang apa Elyana, dia tidak kalah cantik dengan kekasihmu itu? Belajarlah mencintai, jangan jadikan dia pelampiasan hasratmu saja, kasihan Elyana. Dia perempuan baik dan patuh selama ini."
Nasehat sang mama kembali terngiang. Excel akui, Elyana memang cantik, aura perempuan desa yang bersahaja selalu terpancar, lembut dan selalu perhatian. Selama menikah tiga tahun, Excel tidak pernah merasa kurang perhatian dari Elyana.
Namun, perhatian Elyana, hanya dianggap hal yang memuakkan baginya. Elyana tidak ubah seorang perempuan cari muka, menurutnya. Sehingga rasa muak lebih menguasai hatinya dari pada rasa cinta.
"Mana anakku?" tanya Excel sembari memasuki kamar yang ditiduri Nada.
"Jangan, jangan ganggu dia. Dia sedang tidur. Tolong, pergilah. Dia tidak kekurangan hidup apapun berdua denganku," cegah Elyana sembari menghalau langkah Excel yang akan menuju kamar.
"Akhhhhh."
Excel menangkap lengan Elyana lalu menahannya, menghimpit tubuhnya ke tembok.
"Jangan percaya diri dulu. Aku tahu Nada tidak bisa jauh dariku. Aku tidak percaya kamu mampu memberikan segalanya untuk anakku tanpa aku. Kamu menghidupi anakku hanya dari menggantungkan hidup dari sebuah media sosial. Jadi budak sebuah plat form yang hasilnya belum tentu dapat," remehnya sambil berdecih, di depan wajah Elyana.
Elyana menahan tangan Excel lalu menepisnya kuat. "Tidak perlu mengataiku dengan kalimat remeh itu, Mas. Buktinya aku masih bisa menghidupi Nada, tanpamu," balas Elyana tidak terima diremehkan Excel.
"Menyingkirlah, aku ingin memeluk Nada. Dia anakku. Dia pasti sudah rindu denganku." Excel menyingkirkan tangan Elyana yang berusaha menghalanginya.
Elyana terhempas, dia tidak bisa menghalangi Excel untuk memasuki kamar.
"Nada, Sayang," ucap Excel seraya menghampiri lalu memeluk Nada yang masih tidur.
"Mas, jangan. Aku mohon jangan ganggu dia yang sedang tidur." Elyana berusaha mencegah Ecxel yang berusaha memangku Nada.
"Lihatlah, bahkan kamu tidak bisa memberikan dia tempat tidur yang nyaman. Begini yang dinamakan tidak hidup kekurangan. Bahkan tubuh Nada saja terlihat menyusut. Aku tidak bisa membiarkan dia denganmu," dengus Excel seraya meraih tubuh Nada dan membawanya keluar kamar.
"Mas, tolong, jangan bawa Nada. Aku tidak bisa hidup tanpa Nada," mohon Elyana dengan wajah sedih.
"Aku tidak akan memisahkan kalian, kamu ikut denganku dan kembali ke rumah," tukas Excel seraya membuka kunci pintu dan bermaksud keluar.
"Tidak, bukan seperti itu. Aku hanya ingin Nada bersamaku. Hubungan kita sudah tidak aku pikirkan lagi. Aku sudah tidak berharap dicintaimu lagi. Aku mohon, jangan bawa Nada."
Excel berhenti, lalu menatap wajah Elyana dalam. Kalimat tidak berharap dicintainya lagi, seketika membuat Excel merasa direndahkan. Dulu, Elyana begitu memujanya dan berharap ada cinta dari Excel. Tapi, kini Elyana sanggup mengatakan itu tanpa ragu lagi.
"Selama tidak ada kata talak atau cerai dariku, maka kamu istriku. Dan harus patuh denganku." Excel berkata tanpa mau dibantah.
Elyana menggeleng. Sungguh dia tidak mau dirinya kembali dengan Excel. Dan diapun tidak rela Nada dibawa Excel.
"Kembalikan Nada. Tolong, jangan sakiti lagi perasaanku. Sudah cukup tiga tahun aku membersamaimu tapi sia-sia karena ternyata tidak pernah ada cinta untukku. Jadi, aku mohon, jangan ambil Nada," mohon Elyana dengan permohonan teramat sangat.
"Tiga tahun sudah berlalu, bahkan kini aku pastikan ada cinta untukmu. Aku akan berusaha mencintaimu dan berusaha menjadi suami yang kau inginkan," tukas Excel.
"Tidak, aku mohon. Aku hanya ingin berdua dengan Nada. Tolong, Mas." Elyana memegangi lengan Excel, sehingga Nada yang berada di pangkuan Excel, terbangun.
"Sayang, kamu bangun, Nak? Ini papa, kita pulang, ya. Kita kembali ke rumah dan bersama lagi," ucap Excel bahagia saat melihat Nada terbangun.
Nada menatap lama wajah Excel seakan belum sadar sepenuhnya dari alam mimpi.
"Papaaaa." Sebuah pelukan seketika menghujani leher Excel, pelukan kerinduan dari seorang anak balita yang memang begitu dekat dengan papanya.
Elyana melihatnya terharu, dia sedih, ternyata keberadaannya di samping Nada, masih dikalahkan dengan kehadiran Excel.
"Kita pulang," seru Excel seraya menoleh ke arah Elyana sekilas lalu berjalan meninggalkan Elyana yang sedih dan bengong.
"Mas, Mas. Tolong, jangan bawa Nada," kejar Elyana sembari menahan lengan Excel. Excel tahu, hanya Nada kelemahan Elyana. Tanpa harus memaksa Elyana untuk ikut, dengan sendirinya Elyana akan mengikuti dirinya, sebab ada Nada bersamanya.
"Masuklah, tidak perlu seperti ini. Kita bisa memberikan kasih sayang pada Nada secara bersama-sama tanpa harus berpisah seperti ini," ujar Excel enteng, tapi hati Elyana sakit Excel seakan tidak memahami apa yang dialami Elyana selama tiga tahun ini, dan sekarang dengan gampangnya Excel berkata seperti itu. Mengajaknya kembali membesarkan Nada, sementara hatinya sudah terluka.
Elyana tidak berdiri mematung, dia tidak mau mengikuti Excel. Hatinya terlanjur sakit. Dia ingin berpisah dengan baik-baik, tidak dipersulit seperti ini dengan alasan anak.
Namun bagaimana dengan Nada? Elyana tidak mau jauh dari Nada, dia tidak mau berpisah dari Nada.
"Aku tidak akan biarkan kamu bawa Nada. Kamu juga tidak bisa mengatur hidupku lagi setelah apa yang kamu berikan selama tiga tahun. Tidak mudah bagiku melupakan perlakuanmu itu, Mas. Terlebih setelah aku mendengar pengakuanmu terhadap kekasihmu itu. Aku sudah tidak mau mengharapkan cintamu lagi."
Elyana mengejar Excel dan mengatakan itu. Excel menatap Elyana kecewa dan murka.
"Amankan dan bawa," kodenya pada anak buahnya yang sudah bersiap di sekitar mobilnya berada.
"Huhhh. Tidak kekurangan katamu. Kamu kasih makan dari uang hasil menjadi seorang yang pekerjaannya tidak nyata?" Excel berdecih, terdengar meremehkan.
"Aku tidak ikhlas jika anakku kau beri makanan yang tidak bergizi. Aku tidak bisa biarkan dia denganmu," dengusnya s