Alice Alison adalah salah satu anak panti asuhan yang berada di bawah naungan keluarga Anderson.
Lucas Anderson merupakan ahli waris utama keluarga Anderson, namun sayang dia mengalami kecelakaan dan membutuhkan donor darah. Alice yang memiliki golongan darah yang sama dengan Lucas pun akhirnya mendonorkannya.
Sebagai balas budi, kakek Anderson menjodohkan Lucas dengan Alice.
Menikah dengan Lucas merupakan impian semua perempuan, tapi tidak dengan Alice. Gadis itu merasa tersiksa menjalani pernikahannya dengan pria itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon kikoaiko, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 29
Pagi itu, udara di ruang makan terasa begitu berat. Elena, Lucas, dan Alice, masing-masing tenggelam dalam pikiran sendiri, seolah setiap orang membawa awan mendung di atas kepala mereka. Tidak ada percakapan yang mengalir, hanya suara sendok dan garpu yang sesekali bersentuhan dengan piring menjadi musik latar yang tidak diinginkan.
Elena mencoba beberapa kali untuk memulai pembicaraan, namun kata-kata itu terasa berat untuk diucapkan. Sementara itu, Lucas tampak serius memandangi isi piringnya, seolah-olah mencari jawaban dari masalah yang tak terucap.
Suasana menjadi semakin tegang ketika Alice, dengan tas tangannya yang sudah siap, berdiri dan memperbaiki posisi duduknya. Tanpa menoleh kepada Elena, Alice berbicara dengan nada yang dingin namun jelas terdengar sinis.
"Aku pergi dulu. Kamu juga harus segera berangkat ke kantor, karena tidak baik berduaan dengan seorang gadis di rumah, apalagi istrinya gak ada," ucapnya dengan tatapan tajam kepada Lucas.
Kemudian, tanpa menunggu jawaban, Alice berjalan meninggalkan ruangan dengan langkah cepat dan tegas. Lucas hanya bisa menghela napas, menatap punggung Alice yang semakin menjauh. Dia kemudian menoleh ke Elena, mencari kata-kata yang tepat, namun hanya bisa memberikan senyuman pahit.
Elena, yang merasa semakin tidak nyaman, memilih untuk menundukkan kepala, berharap agar tanah bisa menelannya saat itu juga. Suasana yang dingin dan kata-kata Alice tadi terasa seperti es yang menyebar di seluruh ruangan, meninggalkan kebekuan yang sulit untuk dipecahkan. Namun, di dalam hatinya dia tidak perduli dengan ucapan wanita itu.
Elena menatap Lucas, dia merasa bersalah atas kejadian semalam antara dia dan sahabatnya itu.
Elena menelan ludah, matanya berkaca-kaca. Saat ia menghadapi Lucas, hatinya terasa remuk. Tangannya gemetar ketika ia mencoba menjelaskan perasaannya yang sesungguhnya. "Lucas, aku minta maaf atas kejadian tadi malam. Aku melakukannya karena aku mencintaimu," kata Elena dengan suara yang bergetar.
Lucas menghela nafas dalam, seakan mencoba menenangkan diri. Dia membalas tatapan Elena dengan ekspresi yang penuh penyesalan. "Elena, aku sudah katakan kepadamu, kita ini sahabat tidak lebih. Aku tidak mau persahabatan kita hancur karena perasaanmu itu," ucap Lucas dengan lembut namun tegas.
Wajahnya tampak pucat, seolah berat untuk mengucapkan kata-kata itu. "Aku juga sudah menikah, Elena." tambah Lucas, suaranya sedikit bergetar. Dia menatap ke lantai, berusaha menghindari kontak mata lebih lanjut dengan Elena.
Elena memandang Lucas dengan rasa kehilangan yang mendalam. Air mata mulai mengalir perlahan di pipinya, sementara ia mencoba untuk tersenyum pahit. "Aku mengerti, Lucas. Aku hanya... aku hanya tidak ingin kehilanganmu," bisik Elena dengan suara yang hampir tidak terdengar.
Lucas mengangkat wajahnya, menatap Elena dengan rasa iba. "Kita tidak akan kehilangan satu sama lain sebagai sahabat, Elena. Tapi, tolong jangan ulangi apa yang terjadi tadi malam. Itu bisa merusak segalanya," kata Lucas, seraya mengulurkan tangan untuk menghapus air mata yang mengalir di pipi Elena.
Elena mengangguk perlahan, menerima nasihat Lucas dengan hati yang berat. Mereka berdua duduk dalam diam sejenak, masing-masing tenggelam dalam pikiran mereka sendiri, mencoba mencari jalan untuk memperbaiki apa yang telah retak di antara mereka.
"Ayo berangkat, aku akan mengantarmu" ucap Lucas.
Elena mengangguk, dia dan Lucas pun berjalan beriringan keluar rumah menuju ke mobil. Elena bertekad tidak akan melepaskan Lucas, dia akan berjuang untuk mendapatkan sahabatnya itu.
*****
Alice yang berjalan menuju halte tiba-tiba terhenti. Matanya membelalak, tidak percaya saat melihat mobil Lucas, suaminya, melaju perlahan di depannya. Lebih menyayat hati, dia melihat sosok Elena, sahabat suaminya, duduk di samping Lucas. Ada tawa renyah yang terdengar meski samar dari dalam mobil itu. Hatinya terasa dirobek-robek.
"Bahkan kamu lebih perduli dengan sahabatmu daripada aku, istrimu sendiri," gumam Alice dalam hati sambil menatap punggung mobil yang semakin menjauh.
Kepalanya terasa berat, dunianya seakan berputar. Alice mendongak, menatap langit yang mulai cerah, berusaha mengusir air mata yang hendak menetes. Dia menarik napas dalam, mencoba mengumpulkan kekuatan. Di tengah kebisingan kota yang tak pernah tidur, dia merasa sangat sendiri.
Alice melambaikan tangan dengan tegas saat sebuah taksi berwarna biru melintas di depannya. Napasnya masih berat, tapi ada keteguhan di matanya yang biasanya penuh beban. Hari ini, dia memilih untuk tidak ke galeri.
Rasa lelah dan kesepian yang menumpuk membuatnya ingin mencari sejenak ketenangan di tempat yang selalu memberinya harapan—panti asuhan tempat ibu asuh dan adik-adiknya tinggal.
Sebelum sampai ke sana, Alice berhenti di sebuah supermarket kecil di pinggir jalan. Tangannya gemetar saat memilih satu per satu barang kebutuhan, dari beras hingga susu dan biskuit—semua yang ia tahu bisa membuat suasana di panti itu sedikit lebih hangat. Setiap barang yang dia letakkan ke dalam keranjang seolah menghapus sedikit beban yang menekan dadanya selama ini.
Senyumnya tipis saat memikirkan wajah ibu Lena yang selalu menyambutnya dengan pelukan hangat, dan tawa riang adik-adiknya yang begitu polos. Meski luka di hatinya belum sembuh, langkahnya kini terasa lebih ringan.
Dengan tas belanjaan di tangan, Alice melanjutkan perjalanan menuju panti, berharap hari ini bisa mengisi kembali harapan yang sempat redup dalam dirinya.
"Kak Alice" pekik anak panti ketika melihat Alice yang baru saja keluar dari dalam taksi.
Wanita itu merentangkan kedua tangannya, dan membiarkan semua anak panti datang memeluknya. Alice tertawa keras ketika tubuhnya tidak bisa bergerak, karena di peluk oleh mereka.
"Bagaimana kabar kalian? kakak merindukan kalian" ucap Alice sambil mengusap kepala mereka satu persatu.
"Kabar kami baik kak, bagaimana kabar kakak? kami juga merindukanmu kak Alice" ucap mereka.
"Kak Alice juga baik" jawabnya terpotong ketika seorang anak kecil berlari mendekat, membawa sebuah lukisan kertas.
"Kak, ini aku gambar untuk Kak Alice," ucapnya dengan mata berbinar.
Alice mengambil lukisan itu dan memperhatikannya dengan seksama. "Wah, ini sangat indah, terima kasih ya!" ucapnya, sambil memberikan pelukan kecil kepada anak itu.
Senyum lebar terpampang di wajah Alice ketika dia melihat sekeliling, melihat wajah-wajah bahagia anak-anak yang telah dia anggap seperti keluarga sendiri. Dia merasa sebuah kehangatan yang tak tergantikan, sebuah rasa kembali ke rumah yang sebenarnya.
Pagi itu, tawa dan cerita menggema di panti asuhan, membuat setiap sudutnya terasa lebih hidup. Alice berbaur dengan mereka, mendengarkan cerita sekolah, mimpi, dan kekhawatiran mereka, memberikan nasihat dan canda tawa.
Ibu Lena datang memberikan cemilan untuk mereka, setelah itu dia mengajak Alice mengobrol di taman belakang dan membiarkan yang lain menikmati cemilan yang dia buat.
"Bagaimana pernikahanmu dan Lucas? apakah dia memperlakukan mu dengan baik?" tanya Ibu Lena mengingat pernikahan mereka berlangsung karena paksaan.
"Baik kok bu, hanya saja dia masih sedikit kaku. Kami masih butuh banyak penyesuaian" jawab Alice bohong, dia tidak mau ibu panti merasa khawatir.
"Syukur kalau begitu, ibu lega mendengarnya" ucap ibu Lena.
Alice tersenyum, mereka berdua mengobrol banyak hal, sambil menghabiskan waktu bersama.
Ketika matahari mulai terbenam, Alice berdiri di tengah-tengah mereka, mengambil foto bersama, menjanjikan bahwa dia akan kembali lagi. "Jaga diri kalian baik-baik, ya. Nanti kalau ada waktu kak Alice main lagi," pesannya sambil melambaikan tangan, meninggalkan jejak keceriaan yang akan dikenang oleh setiap anak di panti tersebut.
jgn cuma 1 episode,bikin penasaran dan greget gitu thor🙄
tekdung kah
nyesel kan kamu luc
semoga masih berjodoh ma mantan kalau tidak ku do"akan kamu gila 😠
.dan biarkn lucas tambah dalam penyesalany,,biar lucas jg bebas tuh ngurusin sahabat terbaik buat dia
TPI kenapa Alice meraba perutnya?
apa Alice sedang Hamidun?
TPI tak apalah
biarkan Lucas menjalani kehidupannya dengan penuh ke pahitan