Viona mendapati sang mama yang tiba-tiba menikah lagi tanpa persetujuan darinya, membuat gadis itu menolak tegas dan menentang pernikahan itu. Ia yang awalnya sangat membenci ayah barunya karena usia sang ayah tiri jauh lebih muda dari ibunya, kini justru kepincut ayah tiri nya sendiri. Yuk kepoin bagaimana ceritanya!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arish_girl, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
penolakan Steven
Steven menggigit bibir begitu melihat Fiona menurunkan tanktopnya hingga sedada, menunjukkan bulatan besar miliknya yang begitu menggoda. Saat menatapnya hasrat Stevent langsung naik, Ia adalah pria yang normal apalagi sudah lama ia tidak bermain semenjak Rossa mamanya Fiona meninggal dunia. Melihatnya begitu bulat dan kenyal, ingin sekali Steven meremasnya sekali saja, namun nalurinya terus berkata bahwa Fiona adalah anak tirinya yang seharusnya ia lindungi bukan di miliki.
"Ayolah aku sudah tidak tahan, please!! kumohon!rengek Fiona sembari menjatuhkan diri dipelukan Steven.
Steven terjatuh ke atas sofa dengan Fiona berada di atasnya. Bulatan besar yang menggantung di dada Viona menempel tanpa jarak menekan pada jantung Steven. Tak dipungkiri jantung Steven tiba-tiba berpacu dengan cepat tubuhnya gemetar. Ini bukan pertama kali Steven bermain dengan seorang perempuan, akan tetapi kali ini ia merasakan hal yang sangat berbeda.
Dulu, awal bersama Rossa, Steven tidak merasa sepanas malam ini, mungkin karena status Fiona sebagai anak tiri membuat Steven merasa berbeda. Gesekan gesekan lembut yang Viona berikan menembus kulit leher Steven membuat Steven semakin panas, apalagi bibir mungil Viona tak mau berhenti terus bermain liar mencari sensasi pada bibir Steven.
"kenapa?" lirihnya tepat di telinga Steven. nafas Fiona begitu hangat menyapu kulit Steven yang mulai merinding.
"Vio jangan!" tolak Steven.
Viona tidak menggubris, Gadis itu mulai bersikap nakal, jari-jari lentik Viona mulai Kebablasan, dia menarik tank topnya dan melepaskannya sehingga hanya menyisakan bagian dalamnya saja. Bulatan jumbo yang tergantung di dadanya menyembul memenuhi kain dalaman yang hanya menutup sebagian. Steven menggigit bibir, "jumbo sekali!" batinnya setengah memuji gunung kembar yang memang berukuran sangat besar, melebihi milik Rosa mamanya Viona.
Tangan Fiona menarik kedua tangan Steven, kemudian meletakkan tangan itu di dadanya. Steven tanpa sadar, tangan itu mulai meremas lembut bulatan itu membuat Fiona mengejang diiringi dengan desahan suara lembut. "ah... ah...
"lebih keras!!" tangan Viona mendorong tangan Steven agar lebih menekan bola jumbo itu, agar terasa lebih terasa.
"Bagaimana? kamu suka?" tanya Steven tiba-tiba.
Viona mengangguk dengan tersenyum menggoda, lidahnya menjulur nakal menikmati sensasi yang menurutnya sangat Fantasi.
"sudah cukup aku harus pergi!" tiba-tiba Steven menurunkan tangannya namun dengan cepat Fiona melarang dan tak membiarkan Steven pergi.
"jangan pergi! lirihnya dengan nada memohon.
Viona memegangi kedua Bukit kembarnya berharap agar Steven melanjutkan permainannya.
"tidak Vio, cukup! jangan buat aku melanggar batasan." kata Steven menolak.
"Tapi aku ingin melanggar batasan itu?" sergah Fiona, Fiona sudah benar-benar tidak kuat, ia dengan segera menarik tangan Steven dan meletakkan tangan besar itu diantara selangkangannya yang sudah mulai berkedut kedut.
Stevent merasakan kehangatan di sana, ia menelan saliva dengan kasar, tentu saja Steven juga tidak akan menolak. Tapi akal Sehatnya masih mendominasi. "Maafkan aku, Vio. aku tidak bisa!" ucapnya sembari mendorong viona.
Steven segera pergi meninggalkan Fiona di kamarnya, Fiona terpaku ia meneteskan air mata melihat Steven yang diharapkannya tiba-tiba pergi. entah mengapa Fiona sangat mengharapkan Steven menemaninya malam ini, mungkin saja itu karena pengaruh dari alkohol.
Fiona menangis sesegukan seorang diri di dalam kamar itu, ia beranjak menuju ranjang kemudian menarik selimut dan menutupi seluruh tubuhnya. Viona menangis meratapi kebodohannya, Ia baru menyadari bahwa ia terlalu mengemis Cinta dari ayah tirinya. Entah mengapa Sampai detik ini Fiona tak pernah menganggap Steven sebagai seorang ayah, dia inginkan lebih dari seorang ayah.
***
Di pagi hari, Fiona menuruni tangga, ia sudah siap dengan rok mini yang biasa ia kenakan. Kemeja putih sengaja menutupi tubuhnya dengan kancing baju yang tidak terpasang namun di ujung bagian bawah Viona mengikatnya sehingga menunjukkan pusaran miliknya terlihat menonjol. Tanktop putih di bagian dalam terlihat transparan sehingga bra dalam terlihat mendominasi membungkus Bukit kembar jumbo milik Viona.
"mau ke mana Vio?" tanya Steven yang sedang menunggunya di ruang makan.
"aku mau pergi. Hari ini ada balapan bersama teman-teman." kata Vio dingin.
"sebaiknya kau jangan pergi, Vio! Lihatlah pakaianmu sungguh tidak sopan. kalau kamu mau pergi, gantilah pakaian yang lebih sopan." kata Steven memperingatkan.
" tidak mau, aku mau menggunakan pakaian ini." sahut Viona.
Viona mengabaikan Steven, Ia terus melangkah keluar di mana Di depan rumah Sisil sudah menunggunya.
"Ayo, Vio! buruan!" teriak Sisil dari dalam mobilnya.
Viona melambai meminta Sisil untuk menunggunya.
"eh Vio! ngomong-ngomong kenapa gue tadi pagi tiba-tiba berada di hotel? apakah mungkin Om Chandra pakai gue?" tanya Sisil keheranan. Sisil bercerita tentang pagi tadi yang tiba-tiba mendapati dirinya Tengah tidur di sebuah hotel padahal seingatnya terakhir kali ia bersama Viona dan juga Om Chandra sedang berada di sebuah bar.
"gue juga gak tahu!" sahut Viona dingin.
"kok bisa gak tahu?" tanya Sisil tak mengerti.
"Sudahlah tidak perlu membicarakan kejadian semalam, gue yakin kok. Om Chandra belum memakai lo. lo masih perawan!" kata Viona dengan dingin.
Sisil menatap sahabatnya, lu habis nangis?" tanya Sisil begitu mendapati mata Viona terlihat membengkak.
Fiona terdiam.
"Ayolah Vio, Apa yang sebenarnya terjadi? kenapa kita tiba-tiba bisa berada di tempat yang terpisah, bukankah kita semalam bersama? Lalu kenapa lu bisa berada di rumah Sedangkan gue di hotel? gue nggak ngerti Vio?" Sisil mendesak agar menceritakan kejadian semalam.
"Gue nggak tahu Sisil, gue juga sama mabuknya seperti lu, sahut Fiona. Meskipun Sebenarnya dia tahu bahwa Steven lah yang sudah membawanya pulang Namun sepertinya si Vio enggan untuk menceritakan kejadian semalam, rasa kecewanya pada Steven terlalu dalam.
"ya sudah kalau begitu, ayo mending kita lanjutkan menuju lokasi. Kita happy happy...! let's go!!" teriak Sisil sembari menarik pedal gas, mobil pun melaju dengan kencang sehingga bisa sampai tepat waktu di mana teman-temannya sudah berkumpul untuk menyaksikan pertarungan balapan sepeda motor antara tim Alex melawan tim Pedro.
"Gimana? Apakah sudah bisa dimulai? Taruhan sudah siap!" tanya April sebagai pemandu balapan. Ia menatap Fiona dan Sisil yang baru saja datang.
Alex dan Pedro juga menatap kehadiran Fiona dan Sisil, Pedro dan Alex sama-sama menyeringai kemudian sama-sama mengangguk sebelum permainan balapan itu dimulai.