Bella, seorang gadis ceria berusia 21 tahun, diam-diam menyukai Alex, pria berusia 33 tahun yang sukses menjalankan perusahaan keluarganya. Perbedaan usia dan status sosial membuat Bella menyadari bahwa perasaannya mungkin hanya akan bertepuk sebelah tangan. Namun, ia tak bisa mengingkari debaran jantungnya setiap kali melihat Alex.
Di sisi lain, Grace, seorang wanita anggun dan cerdas, telah mencintai Alex sejak lama. Keluarga mereka pun menjodohkan keduanya, berharap Alex akhirnya menerima Grace sebagai pendamping hidupnya. Namun, hati Alex tetap dingin. Ia menolak perjodohan itu karena tidak memiliki perasaan sedikit pun terhadap Grace.
Ketika Alex mulai menyadari perhatian tulus Bella, ia dihadapkan pada dilema besar. Bisakah ia menerima cinta dari seorang gadis yang jauh lebih muda darinya? Ataukah ia harus tetap berpegang pada logika dan mengikuti kehendak keluarganya? Sementara itu, Grace yang tak ingin kehilangan Alex berusaha sekuat tenaga untuk memiliki Alex.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dewi Adra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Cinta Diam-Diam
Bella duduk di tepi tempat tidurnya, merenungkan percakapan yang baru saja ia dengar. Dari nada suara Alex, jelas sekali kalau pria itu tidak menyukai wanita bernama Grace. Tapi jika Grace menginginkannya, kenapa Alex menolaknya?
"Sebenarnya, wanita seperti apa yang dia inginkan?" pikir Bella.
Ia menggigit bibirnya, penasaran. Grace terdengar seperti wanita yang sempurna—mampu bepergian ke luar negeri, membawa oleh-oleh dari Italia, dan cukup dekat dengan keluarga Alex hingga membawakan sesuatu untuk ibunya. Seorang wanita yang elegan, cantik dan berkelas.
Bella menatap bayangannya di cermin. Dibandingkan dengan Grace, ia merasa dirinya tidak ada apa-apanya. Ia hanya gadis sederhana, tanpa kemewahan, tanpa status sosial tinggi. Alex adalah pria sukses, tampan, kaya, dan punya segalanya. Jika ia mau, pasti mudah baginya menemukan wanita mana pun yang diinginkannya.
"Jadi, kenapa dia tidak menginginkan Grace?"
Bella semakin tenggelam dalam pikirannya.
seperti biasa isi hatinya ia curahkan ke teman setianya yaitu diarynya..
Dear diary
Hari ini Kak Alex datang ke rumah... dan aku lagi-lagi ngerasa kayak orang paling bodoh sedunia. Pas dia datang, jantungku udah kayak drum konser, deg-degan nggak karuan. Aku pengen keliatan biasa aja, tapi sumpah susah banget!
Terus, aku nggak sengaja denger dia nelpon. Ada cewek namanya Grace yang nyariin dia. Dari cara dia ngomong, jelas banget dia nggak suka sama cewek itu. Tapi... kok bisa sih? Maksudku, Grace itu kayaknya tipe cewek sempurna, deh. Cantik? Pasti. Kaya? Jelas. Punya kelas? Udah pasti selevel sama dia.
Jadi sebenernya, cewek kayak gimana sih yang Alex mau?
Aku tahu, aku nggak ada di daftar itu. Mana mungkin juga, kan? Dia tuh kayak langit, aku cuma rumput liar yang nggak penting. Kapan pun dia bisa dapet cewek yang jauh lebih baik dari aku.
Tapi kenapa aku masih aja berharap? Duh, Bella, sadar woy!
Bella masih sibuk menulis di diary ketika tiba-tiba suara Edward terdengar dari luar kamar.
“Bella! Alex mau pamit!”
Dia langsung menutup bukunya dengan cepat. Hatinya berdebar, tapi kali ini bukan karena gugup, melainkan perasaan senang yang tiba-tiba memenuhi dadanya. Alex... mau pamit padanya? Itu berarti dia dianggap, kan?
Tanpa pikir panjang, Bella berlari keluar kamar dan melihat Alex sudah berdiri di dekat pintu. Ia hampir saja pergi.
“Tunggu sebentar!” seru Bella.
Alex menoleh, sedikit bingung. “Ada apa?”
Bella buru-buru ke dapur dan kembali dengan sebuah wadah kecil. “Ini... aku buat sendiri. Camilan sederhana aja. Kakak bisa makan di jalan,” katanya sambil tersenyum.
Alex menerima wadah itu, menatapnya sejenak sebelum akhirnya mengangguk. “Terima kasih, Bella.”
Setelah berpamitan, Alex masuk ke mobil dan melaju pergi. Awalnya ia tidak terlalu memikirkan wadah itu, tapi di tengah perjalanan, matanya tanpa sadar tertuju ke jok samping. Wadah camilan dari Bella masih tergeletak di sana.
Ia mengambilnya, membuka tutupnya, dan melihat makanan yang dibuat Bella. Sederhana, tapi terlihat dibuat dengan penuh perhatian.
Pikiran Alex mulai melayang. Bella memang gadis yang perhatian. Ia teringat saat melihatnya membeli vitamin di apotek, khusus untuk Edward. Lalu cara Bella membangunkannya dengan lembut di cafe waktu ia tertidur kelelahan. Dan sekarang, gadis itu bahkan memberikan makanan kecil untuknya sebelum ia pergi.
Alex tersenyum tipis. Sebenarnya, perhatian-perhatian kecil seperti inilah yang ia butuhkan.
Ia menyandarkan kepalanya ke jok, memandang ke luar jendela.
"Bella ini... cantik juga ya. Padahal dia nggak pakai riasan apa pun."
*****
Alex mencoba mengalihkan pikirannya dari Bella dan fokus pada pekerjaan. Ia membuka beberapa berkas di mejanya, lalu kembali memanggil William untuk membahas perkembangan bisnis eksport-import perusahaan.
William masuk ke ruangan dengan membawa tablet berisi data terbaru. "Bos, ini laporan tentang eksport-import yang Anda minta."
Alex mengangguk, menyandarkan punggungnya ke kursi. "Baik, beri saya ringkasan. Ada kendala di mana?"
William mulai menjelaskan. "Untuk ekspor, pengiriman barang ke beberapa negara Asia Tenggara berjalan lancar. Produk-produk kita, terutama di bidang elektronik dan tekstil, mendapat respons positif. Namun, ada sedikit kendala dalam pengiriman ke Eropa, khususnya Jerman dan Prancis."
Alex mengernyit. "Apa masalahnya?"
"Ada regulasi baru tentang standar keamanan produk yang lebih ketat. Kita harus menyesuaikan dokumen sertifikasi agar produk bisa masuk tanpa kendala bea cukai. Saat ini tim legal sedang mengurusnya, tapi butuh waktu."
Alex mengetuk-ngetukkan jarinya di meja. "Pastikan tim legal mempercepat prosesnya. Kita nggak bisa kehilangan pasar di sana."
"Baik, Bos. Lalu, untuk impor, ada beberapa bahan baku dari China dan Jepang yang tertunda karena peraturan baru mengenai pajak impor. Kita sedang mencari solusi apakah lebih baik tetap impor dari sana atau mencari supplier lain yang lebih stabil."
Alex berpikir sejenak. "Kita harus pastikan rantai pasokan tetap lancar. Coba cari opsi lain dari negara yang punya regulasi lebih stabil, mungkin Korea Selatan atau Vietnam."
"Baik, Bos. Saya akan koordinasikan dengan tim."
Alex mengangguk. "Bagus. Kalau ada update terbaru, segera laporkan."
"Siap, Bos," kata William sambil merapikan tabletnya. "Kalau begitu, saya permisi."
Setelah William keluar, ruangan kembali sunyi. Alex menghela napas, melemaskan bahunya, lalu tanpa sadar menatap wadah makanan dari Bella yang masih ada di mejanya.
Tangannya kembali meraih wadah itu. Ia menatapnya cukup lama, seolah makanan itu bisa menjawab pikirannya sendiri.
"Apa Bella menyukaiku? Atau dia memang seperti itu ke semua orang?"
Pertanyaan itu tiba-tiba memenuhi benaknya.
*****
Bella duduk di sudut kafe, jemarinya memainkan sedotan dalam gelas minumannya. Matanya beberapa kali melirik ke arah pintu masuk.
"Apa Alex akan datang ke sini?"
Ia tahu ini bukan hal yang bisa ia harapkan begitu saja. Tapi entah kenapa, sejak pagi, hatinya tak bisa tenang. Ia terus memikirkan Alex, tentang bagaimana reaksi pria itu setelah mencoba makanan yang ia buat.
"Apa dia menyukainya? Apa dia sadar kalau aku benar-benar memperhatikannya?"
Bella menghela napas, merasa dirinya konyol. Namun, di tengah lamunannya, suara pintu cafe terbuka, dan seseorang masuk.
Jantungnya langsung berdebar kencang.
Alex!!
Dengan tampilan santai, hanya kemeja putih yang digulung hingga siku dan celana panjang kasual, tapi tetap terlihat begitu memikat. Rambutnya sedikit berantakan dengan cara yang justru semakin menambah pesonanya.
Bukan hanya Bella yang memperhatikannya. Beberapa wanita di kafe itu juga mulai melirik ke arahnya, membisikkan sesuatu sambil tersenyum kecil.
Alex memang selalu punya aura yang menarik perhatian. Ia berjalan dengan tenang, seolah tidak peduli dengan tatapan orang-orang di sekelilingnya.
Bella langsung duduk lebih tegak, merasa panas dingin sendiri.
"Dia benar-benar datang..."
sama kayak rinduku selalu menanti karyamu Thor.../Good/