“15 menit, lakukan semuanya untuk membuatmu hamil dalam kurun waktu itu! Saya tidak menerima waktu lebih dari itu” Suara dingin dari seorang pria berhasil membuat wanita yang tengah berdiri gugup dengan pakaian renda tipis itu mematung.
Bau alkohol yang sangat keras menyeruak di indra penciumannya. Tidak pernah Layla sangka hidupnya akan berakhir seperti ini.
Menikahi siri dengan suami orang hanya untuk menyewakan rahimnya karena pasangan ini tidak bisa memiliki keturunan.
Tapi, apa katanya tadi? 15 menit untuk melakukan semuanya? Bagaimana bisa?
Melihat tak ada sahutan sama sekali dari wanita ini membuat pria itu menghela napas panjang dan hendak berbalik pergi, namun Layla, wanita itu menahan tangan pria itu.
“P-pak Saka…saya akan berusaha melakukannya dalam waktu 15 menit, asalkan Pak Saka bisa memberikan saya 300 juta setelah ini,” ujar Layla dengan suara yang bergetar, bahkan matanya tak berani menatap mata tajam nan dingin milik pria berkuasa yang ada di depannya ini.
Adisaka Tahta Hirawan, mendengar namanya saja sudah membuat Layla tertohok. Bagaimana tidak? Pria ini adalah salah satu pebisnis paling sukses yang diberkati dengan wajah tampan bak malaikat.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon serena fawke, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CH. 10
“Jangan banyak bicara, sembunyi saja disana sebelum istri saya melihatmu,” titah Saka sembari mendorong pelan bahu Layla menuju ke arah ruangan lain yang Layla juga baru ketahui.
Namun, sebelum Layla sempat berjalan dan Saka menuju ke arah pintu masuk, suara Meira, istri Saka sudah terdengar dari luar hendak menerobos masuk membuat keributan.
Brak!
“Awh!” Layla meringis sambil menutup mulutnya ketika Saka malah menariknya dan menekan tubuhnya untuk bersembunyi dibawah meja kerjanya, tepat diantara kedua kaki pria itu.
“Saka!” Suara keras dari Meira memenuhi ruangan itu, membuat jantung Layla berdetak semakin tak karuan. Keringat dingin mulai membasahi dahinya. Keadaan ini benar benar diluar dugaan.
“Pecat pegawai wanita itu, bisa bisanya dia melarang istri CEO masuk ke ruangannya hanya karena ada tamu, siapa memangnya yang datang?” tanya Meira dengan nada suara yang sangat keras.
Saka berusaha duduk dengan tenang di kursi kebesarannya, berlagak seakan tidak ada apa apa yang terjadi. “Tenanglah sayang. Kamu tidak datang saat pelantikanku dan memilih marah marah seperti ini? Bagaimana tadi? Sudah puas berbelanja, hm?” tanya Saka dengan nada yang sangat lembut berusaha mengalihkan topik pertanyaannya.
Layla mendengar itu semua entah perasaan aneh apa yang mulai menjalar. Rasanya sungguh tak nyaman duduk diam diam diatara kaki Saka dan mendengar percakapan pribadinya dengan istrinya.
“Ahhh….mungkin sekarang aku harus pergi untuk memijat wajahku. Marah marah membuat wajahku cepat berkerut,” kesal Meira sambil melempar tasnya asal keatas sofa, lalu menyandarkan tubuhnya.
Sementara Saka berusaha menyibukkan dirinya dengan komputer dan berkas bekas yang bertumpuk di mejanya walau sebenarnya dia tidak ada pekerjaan karena ini baru awal mula dia mengambil alih jabatan. Tetapi, keadaan memaksanya untuk bersandirwara. Saka tidak ingin istrinya melihat Layla disini, paling tidak untuk saat ini.
Saka mengambil dompetnya yang ada di kantong jasnya dan mengeluarkan black card andalannya untuk menyuap istrinya seperti biasanya. “Pakai ini sayang, lakukan apapun yang membuatmu bahagia,” ucap Saka penuh kelembutan pada Meira.
Wajah Meira yang awalnya kesal berubah berbinar ketika melihat kartu itu. Namun, sedetik kemudian, wajahnya kembali kusut. “Aku tidak akan tergoda lagi. Apa kamu pikir aku bisa melupakan masalah ini setelah kamu memberiku uang itu hah?” bentak Meira.
Wanita itu bangkit membuat Saka memajukan kursinya, hingga membuat Layla terhimpit dan terpaksa memeluk kaki Saka. Sungguh posisi keduanya sangat dekat dan intim secara bersamaan.
Saka berusaha bersikap senetral mungkin. “Percayakan semuanya padaku, setelah aku membutikkan kemampuanku aku akan mulai berbicara pada kakek jika memang itu yang kamu mau,” jawab Saka, entah masalah apa yang mereka bicarakan tapi Layla mau tidak mau harus mendengarkannya.
“Mas, aku sudah sangat sabar selama bertahun tahun ini kakek terus memaksa kita agar memiliki anak atau mengadopsi anak dan mengancam tidak akan memberikanmu sepeserpun jika kamu tidak memiliki seorang pewaris tapi apa? Kamu malah menuruti perintah kakek, Mas. Kamu setuju jadi CEO, mana janji janji manismu itu dulu?” kesal Meira.
Saka terlihat sangat tenang. Seumur hidupnya selama bertahun tahun hal ini sudah biasa menjadi permasalahan. Meira selalu mengoceh karena dia tidak bisa hamil alias mandul dan selalu menyalahkan kakeknya dan semua orang yang bisa dia salahkan, termasuk Layla.
Layla, adalah salah satu bentuk kemarahan Meira waktu itu. Dia sangat jengah memikirkan tidak bisa memiliki putra dari rahimnya sendiri dan dia juga tidak sudi mengadopsi anak kecil tetapi dia juga sangat tergila gila dengan uang. Oleh karena itulah dia memaksa Saka menikahi Layla agar memiliki putra yang nantinya akan mereka rawat sehingga Saka memenuhi kualifikasi sebagai pewaris utama semua kekayaan Keluarga Hirawan namun semua itu pupus.
Meira benar benar ingin memiliki semuanya, entah itu anak dan uang. “Meira…tenang, semua bisa mendengar jika kamu berteriak seperti ini,” ucap Saka dengan tenang. “Kamu berlibur selama seminggu lebih ke Singapura tanpa memberitaku dan aku berniat menjelaskan ini saat kamu kembali.”
“Apa? Apa yang akan kamu katakan sekarang hah?” bentak Meira, wajahnya sudah memerah apalagi ketika dia meliha berita pelantikan suaminya itu untuk pertama kalinya saat dia masih diluar negeri. ”Mas, kalau kayak gini bisa bisa adik kamu yang bakal jadi ahli waris kakek. Iya memang sekarang dia mengatakan tidak akan menikah segera tapi bagaiamana kalau adikmu berubah pikiran dan menikah lalu punya seorang putra?”
Meira terlihat sangat khawatir. Alasannya selalu ingin bersama Saka, akan tetapi sebenarnya jauh dilubuk hatinya dia hanya menginginkan uang.
Saka menghela napasnya, lagi lagi masalah ini. Entah sudah berapa kali Meira membawa bawa adik Saka yang sekarang ada di Amerika itu. “Aku pasti bisa membujuk kakek, sayang. Dia hanya sedang marah karena kesepian selama ini dan menginginkan seorang cucu,” jelas Saka, masih dengan posisi duduk dan merasakan dengan sangat jelas tubuh Layla terdesak di bawah sana.
Keringat dingin juga muncul di dahi Saka. “Sudah, jangan memikirkan itu lagi. Pulanglah terlebih dahulu, kita tidak akan pernah kehabisan uang sayang. Jika memang warisan tidak atas namaku aku punya cukup uang untuk membangun bisnisku sendiri kamu tidak perlu pusing memikirkan itu.”
“Mas….” Lirih Meira sembari mendekat membuat seluruh tubuh Saka menegang. Wanita itu dengan santainya duduk di pangkuan Saka, hingga membuat Layla terpaksa menutup matanya walau dia tak yakin apa yang sedang terjadi.
Saka dengan lihai memeluk pinggang Meira dan menempatkan tangannya diantara pahanya seperti itu adegan yang biasa mereka berdua lakukan. “Mas….jawab pertanyaanku jujur, apa kamu ingin memiliki seorang anak sama seperti kakek?”
Pertanyaan Meira membuat Saka terdiam. Sungguh pertanyaan yang sangat sulit baginya, tapi mengingat temperamen istrinya, Saka lebih memilih mencari aman. “Tidak, itu bukan fokus utamaku,” jawab Saka.
Layla yang mendengar itu entah kenapa hatinya terasa diremas remas. Saka benar benar hidup selama bertahun tahun tanpa tahu kalau sebenarnya dia memiliki seorang putra, yang sangat mirip dengannya.
Meira menghela napasnya. “Aku tidak mau mengadopsi anak, ingat itu. Pokoknya aku tidak mau tahu selesaikan masalahmu dengan kakek aku sudah capek, Mas sama kakekmu itu!” kesal Meira kembali.
“Iya sayang, sekarang kembalilah aku akan pulang pukul 7 nanti,” ucap Saka berusaha menurunkan tubuh Meira yang menempel padanya itu tapi wanita itu malah semakin mengeratkan pelukannya membuat Saka terpaksa berhenti.
“Tadi siapa tamu yang katanya datang? Kenapa tidak ada?”
Deg!
Baik Saka maupun Layla mematung. “Tidak….aku tadi ada rapat online yang cukup penting, tidak ada tamu,” jawab Saka cepat.
“Baiklah! Aku akan pergi sekarang, belakangan ini aku sering setres sepertinya aku harus segera ke klinik untuk perawatan wajah, mana kartumu?” Meira mengulurkan tangannya, seperti biasa Saka mengeluarkan black card adalannya yang akan dipakai foya foya oleh Meira.
“Pakai saja semuanya, asal kamu bahagia,” ucap Saka dengan tulusnya. Wanita itu melenggang pergi dengan wajah berbinar Meira keluar dan mengambil tasnya.
Sebelum akhirnya dia menyadari ada aroma parfum aneh saat dia memeluk Saka tadi. “Tadi itu bukan aroma parfum Saka….Apa hanya perasaanku?”