Full Remake, New Edition 🔥🔥
Ini adalah perjalanan Iramura Tenzo, seorang pejuang yang dipanggil ke dunia baru sebagai seorang pahlawan untuk mengalahkan raja iblis.
Namun, dia gugur dalam suatu insiden yang memilukan dan dinyatakan sebagai pahlawan yang gugur sebelum selesai melaksanakan tugasnya.
Akan tetapi dia tidak sepenuhnya gugur.
Bertahun-tahun kemudian, ia kembali muncul, menginjak kembali daratan dengan membawa banyak misteri melebihi pedang dan sihir.
Ia memulai lagi perjalanan baru dengan sebuah identitas baru mengarungi daratan sekali lagi.
Akankah kali ini dia masih memegang sumpahnya sebagai seorang pahlawan atau mempunyai tujuan lain?
Ini adalah kisah tentang jatuhnya seorang pahlawan, bangkitnya seorang legenda, dan perang yang akan mengguncang dunia.
Cerita epik akan ditulis kembali dan dituangkan ke dalam kisah ini. Saksikan Petualangan dari Iramura Tenzo menuju ke jalur puncak dunia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wahyu Kusuma, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30 Kembalinya Mereka
Angin dingin bertiup di antara reruntuhan pepohonan, seolah membisikkan akhir dari pertempuran yang baru saja terjadi. Tenzo berdiri tegak, matanya tajam menatap tubuh Diomas yang kini terkapar tak sadarkan diri.
Tak lama kemudian, suara langkah kaki yang tergesa-gesa menggema di hutan. Beberapa orang muncul dari balik kabut, wajah mereka dipenuhi kepanikan saat melihat kondisi Diomas.
Tanpa menunggu lama, mereka segera mendekat, tubuh mereka gemetar saat melihat luka-luka yang diderita rekan mereka. Namun, sebelum mereka bisa membawa Diomas pergi, suara Tenzo yang dalam dan penuh tekanan menusuk udara.
“Dia tidak mati. Aku hanya membuatnya tidak sadarkan diri.”
Mereka terdiam, tetapi Tenzo melanjutkan dengan nada lebih dingin, matanya memancarkan ketegasan tanpa ampun.
"Anggap ini sebagai peringatan. Jika kalian atau siapa pun mencoba menggangguku atau orang-orang di sekitarku lagi... mungkin lain kali kalian tidak akan melihat jasad teman kalian itu.”
Sejenak, hutan terasa sunyi.
Kemudian, udara tiba-tiba berubah.
Sebuah aura mengerikan merayap dari tubuh Tenzo, memenuhi setiap celah udara di sekitar mereka. Hawa dingin menyelusup ke tulang, menusuk hingga ke dalam jiwa mereka.
Di mata mereka, bayangan raksasa muncul di belakang Tenzo.
Sosok kabur dengan sepasang mata kuning menyala, menatap langsung ke dalam relung ketakutan mereka. Cahaya itu menusuk seperti belati, membuat jantung mereka berdegup lebih cepat.
“IHHHH!!!”
Ketakutan mereka pecah dalam sekejap.
“Kita harus pergi dari sini!!”
Salah satu dari mereka berteriak panik. Tanpa berpikir panjang, mereka mengangkat tubuh Diomas dan berlari secepat yang mereka bisa, menghilang di antara pepohonan yang hancur.
Tenzo menghela napas pelan, mengendurkan auranya.
[Sepertinya kali ini mereka mengerti.]
Dia berbalik, kembali menuju ke arah Ramez.
Ketika Tenzo tiba, dia melihat Ramez tengah berusaha berdiri. Kakinya masih gemetar, wajahnya penuh kelelahan, tetapi sorot matanya menunjukkan keinginan untuk tetap bertahan.
Tanpa banyak bicara, Tenzo mengeluarkan sebuah botol kecil dari balik pakaiannya dan melemparkannya ke arah Ramez.
“Minum ini. Fokus saja pada pemulihanmu.”
Ramez menangkap botol itu tanpa berpikir panjang. Dengan sisa tenaganya, dia membuka tutupnya dan meneguk cairan di dalamnya. Dalam hitungan detik, sensasi panas mengalir ke seluruh tubuhnya. Mata Ramez melebar.
"Apa-apaan ini...?!"
Tubuhnya bercahaya redup, luka-luka di sekujur tubuhnya sembuh dalam sekejap, dan rasa sakit yang menusuk pun menghilang seolah tak pernah ada.
Bahkan, kelelahan yang mengikat tubuhnya seketika lenyap.
"Ini bukan ramuan biasa..."
Ramez menatap Tenzo dengan keterkejutan.
Dia pernah menggunakan ramuan penyembuh sebelumnya, tetapi efeknya tidak pernah secepat ini. Biasanya, butuh beberapa botol dan waktu istirahat panjang untuk benar-benar pulih. Namun, dengan satu tegukan saja, tubuhnya kini terasa lebih segar daripada sebelumnya.
"Apa ini ramuan pemulihan tingkat tinggi?"
Sementara Ramez masih terkejut, Tenzo hanya tersenyum kecil, seolah itu bukan hal yang luar biasa.
"Baiklah, sekarang kita bisa berbincang.”
Setelah beberapa saat, Ramez akhirnya bertanya dengan penuh rasa penasaran,
“Tuan Tenzo, bagaimana kau bisa menciptakan serangan seperti itu? Serangan yang bahkan membelah langit, dan kau melakukannya tanpa pedang?”
Tenzo tersenyum tipis, menatap langit yang masih terbelah oleh serangannya tadi.
“Yah... itu adalah salah satu teknik berpedangku. Kalau kujelaskan semuanya, mungkin akan panjang lebar. Tapi...”
Dia lalu mengangkat satu tangannya, mengacungkan jari telunjuknya seperti sedang menggenggam sesuatu yang tak kasat mata.
“Aku menggunakan teknik yang disebut Mind Sword. Ini adalah kemampuan untuk menciptakan pedang dari ketiadaan, menggunakan kemauan dan energi sihir.”
Mata Ramez menyipit, mencoba memahami konsep tersebut.
"Jadi... kau menggunakan pedang yang tak terlihat?”
“Kurang lebih begitu.”
Lalu, Tenzo melanjutkan,
"Dan serangan tadi... The Gentle Breeze... adalah gabungan dari Mind Sword dan elemen sihir anginku. Aku mengayunkan pedang ini, menciptakan angin lembut yang tampak tak berbahaya...”
“Tapi sebenarnya itu adalah tebasan yang begitu tajam hingga bisa membelah segalanya.”
Ramez terdiam.
Dia kembali mengingat serangan Tenzo sebelumnya.
Satu ayunan ringan.
Tidak ada suara ledakan besar.
Tidak ada tekanan dahsyat.
Hanya angin lembut...
Namun dalam sekejap, cakar raksasa Diomas hancur, tubuhnya terluka, dan bahkan sampai langit pun terbelah.
"Angin lembut?"
Ramez mendengus kecil.
"Lebih cocok disebut angin pelumpuh yang mematikan. Daya rusaknya emang kelihatan mengerikan!"
Tenzo hanya terkekeh.
“Heh, coba lihat Diomas tadi. Dia tidak mati, bukan? Hanya pingsan. Begitulah teknik ini bekerja.”
Ramez tak bisa membantah.
Serangan itu memang terlihat brutal, tetapi pada akhirnya, Tenzo tetap menahan kekuatannya. Jika dia mau, mungkin Diomas sudah tak bernyawa saat ini.
Sungguh, betapa mengerikannya pria ini...
***
Tiba-tiba, suara langkah kaki terdengar dari kejauhan.
Dua anak kecil muncul, berlari dengan penuh semangat menuju Tenzo.
"Paman! Paman! Anda sangat hebat!!"
"Iya, paman! Langit sampai terbelah! Uwooooh, aku kagum melihatnya!"
"Bisakah paman mengajariku teknik itu?!"
"Ajari aku juga, paman!!"
Mereka berdua menghambur ke arah Tenzo, memeluknya erat seperti anak kecil yang melihat pahlawan mereka.
Tenzo mencoba menjauhkan mereka dengan ekspresi kesal.
“Oi, oi! Jaga jarak sedikit. Ada hal yang lebih penting daripada itu.”
Ramez tertawa kecil melihatnya.
Setelah percakapan singkat, mereka akhirnya mengetahui identitas anak-anak itu. Mereka adalah Reon dan Nadila, kakak-beradik yang datang ke hutan untuk mencari tanaman obat guna menyembuhkan ibu mereka.
Tenzo menatap mereka dengan serius.
"Kami akan membawa kalian kembali ke ibu kota. Tapi ingat, jangan pernah masuk ke tempat berbahaya tanpa persiapan lagi. Keberuntungan tidak selalu berpihak pada kalian.”
Anak-anak itu menunduk dengan wajah sedikit lesu.
>“Baik...”
Dan dengan begitu, mereka pun memulai perjalanan kembali ke ibu kota, menuju Kerajaan Servar.
***
Langit mulai merona jingga, menandakan sore telah tiba. Dari kejauhan, kerajaan Servar berdiri megah, dengan gerbang besarnya menjulang tinggi, dihiasi lambang kerajaan yang berkilau tertimpa sinar matahari.
Di depan gerbang itu, Tenzo, Reon, dan Nadila berhenti.
"Sekarang kita sudah sampai di sini," ujar Tenzo, tatapannya tegas. "Kalian berdua, pulanglah ke rumah dan jangan lupakan pesan yang sudah kuberikan tadi."
Reon dan Nadila saling bertukar pandang sejenak sebelum menatap Tenzo dengan penuh keseriusan.
""Baik!!"" jawab mereka serempak, suara mereka penuh tekad.
Mendengar itu, Tenzo hanya mengangguk. Setidaknya, kali ini mereka menjawab dengan keyakinan, tidak seperti sebelumnya yang penuh keraguan.
Lalu, dengan gerakan cepat dan ringan, Tenzo merogoh kantongnya.
Dari dalam, ia mengeluarkan dua botol kecil berisi cairan berwarna merah dan biru.
"Tangkap."
Dengan satu gerakan santai, ia melemparkan botol-botol itu ke arah Reon.
Reon menangkapnya dengan sedikit terkejut, lalu menatapnya dengan bingung.
"Ini..."
Tenzo menyelipkan tangan ke sakunya dan berkata, "Kudengar dari kalian, ibu kalian sedang sakit. Mungkin ramuan ini bisa membantunya pulih lebih cepat."
Sejenak, waktu terasa berhenti bagi Reon dan Nadila.
Mata mereka membelalak, menatap cairan dalam botol itu dengan tangan gemetar.
"Ini... obat untuk ibu...?"
Butuh beberapa detik bagi mereka untuk menyadari apa yang baru saja terjadi.
Kemudian—
Air mata mulai menggenang di sudut mata mereka.
Reon mengepalkan botol itu erat di tangannya, seolah takut itu akan menghilang. Nadila menutup mulutnya dengan kedua tangan, berusaha meredam isakannya.
"Paman Tenzo!" seru Reon, suaranya bergetar karena emosi. "Terima kasih atas obatnya!"
"Jika ibu kami sembuh, kami pasti akan membalas kebaikanmu suatu hari nanti!" lanjutnya, suaranya penuh tekad.
"Iya! Kami pasti akan membalasnya!" teriak Nadila dengan penuh semangat, meski air mata masih mengalir di pipinya.
Namun, Tenzo hanya melambaikan tangannya tanpa menoleh.
Langkahnya tetap stabil, mantap, dan penuh keyakinan.
Dalam hitungan detik, sosoknya menghilang di tengah keramaian, meninggalkan mereka berdua di depan gerbang.
Reon dan Nadila hanya bisa berdiri di sana, menggenggam erat hadiah berharga itu.
Untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama—
Mereka merasa ada harapan.