NovelToon NovelToon
Mendadak Jadi Ibu Tiri Putra CEO Lumpuh

Mendadak Jadi Ibu Tiri Putra CEO Lumpuh

Status: sedang berlangsung
Genre:Menikah Karena Anak / Ibu Tiri / CEO / Orang Disabilitas / Ibu Pengganti
Popularitas:97.3k
Nilai: 5
Nama Author: Aisyah Alfatih

Kinara, seorang gadis berusia 24 tahun, baru saja kehilangan segalanya, rumah, keluarga, dan masa depan yang ia impikan. Diusir ibu tiri setelah ayahnya meninggal, Kinara terpaksa tinggal di panti asuhan sampai akhirnya ia harus pergi karena usia. Tanpa tempat tujuan dan tanpa keluarga, ia hanya berharap bisa menemukan kontrakan kecil untuk memulai hidup baru. Namun takdir memberinya kejutan paling tak terduga.

Di sebuah perumahan elit, Kinara tanpa sengaja menolong seorang bocah yang sedang dibully. Bocah itu menangis histeris, tiba-tiba memanggilnya “Mommy”, dan menuduhnya hendak membuangnya, hingga warga sekitar salah paham dan menekan Kinara untuk mengakui sang anak. Terpojok, Kinara terpaksa menyetujui permintaan bocah itu, Aska, putra satu-satunya dari seorang CEO muda ternama, Arman Pramudya.

Akankah, Kinara setuju dengan permainan Aksa menjadikannya ibu tiri atau Kinara akan menolak?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aisyah Alfatih, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Episode 21

Sekitar pukul 17.30, gerbang rumah terbuka perlahan. Kinara baru saja melangkah ke teras ketika sesuatu yang kecil dan hangat menghantam perutnya.

“Mommy!”

Aksa memeluknya erat, begitu kuat seolah takut Kinara menghilang lagi. Bocah itu langsung mengoceh tanpa jeda,

“Mommy kerja lamaaa … Aksa nggak bisa lihat Mommy, nggak bisa main … Daddy juga sekarang paksa Aksa ikut les…”

Kinara tertawa kecil, mengusap rambut Aksa dengan penuh rindu. “Maaf ya, Sayang. Besok Mommy pulang lebih cepat.”

Langkah kaki pelan terdengar. Nyonya Ratna keluar dari dalam rumah, tatapannya tenang namun mengamati.

“Selamat sore, Kinara,” sapanya dingin tapi sopan.

“Sore, Nyonya,” balas Kinara menunduk hormat.

Tiba-tiba terdengar suara deheman pelan dari arah belakang. Aura udara langsung berubah. Pria itu duduk di kursi rodanya, didorong oleh Rudi. Tatapannya jatuh pada Kinara, sekilas saja dan lalu berpindah ke arah lain.

“Rudi,” kata Arman pelan namun tegas, “biar Kinara yang mendorong kursi rodaku ke garasi.”

Semua orang terdiam.

Rudi jelas terkejut, Aksa mengedipkan mata bingung. Bahkan Ratna sedikit mengangkat alisnya. Padahal Rudi masih berdiri di sana.

Kinara sendiri membeku beberapa detik sebelum akhirnya mengangguk kecil. Ia menatap Rudi sejenak, lalu mendekat ke belakang kursi roda Arman dan mulai mendorongnya.

Garasi terbuka otomatis.

Dan di sanalah, sebuah mobil merah metalik berkilau di bawah lampu putih. Desainnya elegan, modern, dan sangat sempurna.

Kinara terdiam, matanya membesar, lalu berbinar tanpa bisa disembunyikan.

“Itu…” suaranya nyaris bergetar.

“Aku memilih yang matic,” kata Arman datar. “Supaya mudah kamu pakai.”

Jantung Kinara berdegup cepat. Mobil itu, mobil impiannya sejak dulu. Ia menelan ludah, menahan emosi yang tiba-tiba naik.

“Terima kasih…” ucapnya lirih, tulus.

Arman menoleh. “Ayo di coba dulu,”

Kinara melangkah mendekat, menyentuh bodi mobil dengan hati-hati seolah takut ini hanya mimpi. Lalu, dengan spontan sebuah refleks penuh hormat dan kebahagiaan ia menoleh pada Arman.

“Mau … ikut duduk di dalam?” tawarnya lembut. “Sebelah aku.”

Sekejap, kening Arman mengerut. Ada sesuatu di matanya, bayangan lama, ketegangan yang cepat disembunyikan. Tangannya menegang di sandaran kursi roda.

“Aku tidak ikut,” jawabnya singkat.

Aksa yang sejak tadi memperhatikan langsung menyela, “Daddy ikut dong! Aksa juga mau ikut!”

Arman menoleh ke anaknya. Tatapan kecil itu penuh harap tanpa rasa takut, tanpa beban.

Hening beberapa detik. Akhirnya Arman menghela napas pendek.

“Baik.”

Wajah Aksa langsung bersinar. Kinara tersenyum lebar dan kali ini tak bisa ditahan.

Rudi membantu memindahkan Arman ke kursi penumpang depan. Aksa duduk di belakang dengan wajah paling bahagia di dunia.

Kinara duduk di balik kemudi. Tangannya sedikit gemetar saat menyalakan mesin. Mobil itu melaju pelan keluar garasi dan tanpa disadari siapa pun, itu bukan hanya mobil baru yang mulai berjalan. Tapi sebuah perjalanan, yang perlahan tanpa izin, mulai menyentuh hati Arman Pramudya.

Ratna masih berdiri di ambang garasi, matanya mengikuti mobil merah metalik itu hingga benar-benar menghilang di tikungan. Ada sesuatu yang jarang muncul di wajahnya sebuah raut pikir yang dalam, bercampur harap dan kekhawatiran.

Rudi berdiri di sampingnya, sama-sama terdiam.

“Rudi,” ujar Ratna akhirnya, suaranya lebih pelan dari biasanya. “Kau melihatnya sendiri.”

Rudi menoleh hormat. “Iya, Nyonya.”

“Kinara … dia wanita yang terlihat begitu tulus,” lanjut Ratna. “Cara dia memperlakukan Arman bukan dibuat-buat. Tidak ada ambisi, tidak ada kepentingan.” Ratna menghela napas pelan. “Aku hanya berharap satu hal.”

Rudi menunggu.

“Semoga Amira tidak kembali mengusik Arman,” ucap Ratna lirih, namun sarat luka lama. “Kepergian perempuan itu … sudah cukup menghancurkan hidup Arman. Aku tidak ingin bayangannya kembali menyeretnya jatuh.”

Rudi mengangguk pelan. “Saya mengerti, Nyonya.”

Dia lalu menambahkan dengan nada yakin, “Kinara berasal dari keluarga terpandang juga. Pendidikan dan lingkungannya baik. Hanya saja … hidupnya seperti cerita Cinderella. Segalanya direnggut darinya, satu per satu, tanpa pernah ia minta.”

Ratna menoleh, menatap Rudi sejenak. Ada keheningan singkat di antara mereka.

“Mungkin,” gumam Ratna, “justru karena itu Tuhan mengirimnya ke Arman.”

Rudi menunduk. “Semoga begitu, Nyonya.”

Di kejauhan, suara mesin mobil makin menjauh, sementara di dalam rumah besar itu, harapan kecil mulai tumbuh, pelan tapi nyata.

Aksa duduk manis di kursi belakang, kakinya bergoyang-goyang kecil sambil terus mengoceh tentang sekolah, tentang gambar yang ia buat hari ini, tentang betapa ia senang karena bisa ikut naik mobil baru bersama Mommy dan Daddy. Suaranya riang, polos, mengisi kabin dengan kehangatan yang jarang Arman rasakan.

Kinara menyetir dengan hati-hati. Tangannya mantap di kemudi, matanya fokus ke jalan. Namun di sebuah tikungan, semuanya berubah dalam hitungan detik. Sebuah mobil dari arah berlawanan tiba-tiba menyalip dengan brutal, terlalu dekat, terlalu cepat.

“Hentikan!” teriak Arman keras, suaranya pecah oleh kepanikan. Teriakan itu hampir membuat Kinara kehilangan konsentrasi. Jantungnya berdegup kencang, tapi reflek tubuhnya jauh lebih cepat, ia membanting setir ke arah aman, menginjak rem, lalu menepi dengan jarak tipis dari tabrakan yang nyaris tak terelakkan.

Mobil berhenti, sunyi di dalamnya, hanya suara napas yang terengah terdengar dari kursi depan.

Kinara menoleh. Wajah Arman pucat, rahangnya mengeras, kedua matanya terpejam erat seolah sedang bertarung dengan sesuatu yang tak terlihat. Napasnya tersengal, dadanya naik turun tak beraturan.

Saat itulah Kinara mengerti, bukan sekadar takut, bukan sekadar tidak suka keluar rumah. Trauma Arman ada pada mobil. Dengan lembut, nyaris berbisik, Kinara bertanya, “Pak Arman … kamu baik-baik saja?”

Tidak ada jawaban, tanpa banyak berpikir, Kinara melepaskan sabuk pengamannya dan meraih tangan Arman, menggenggamnya hangat, berusaha menyalurkan ketenangan. Refleks Arman begitu spontan, ia langsung menarik Kinara ke dalam pelukannya, memeluknya erat, seolah Kinara adalah satu-satunya jangkar yang menahannya tetap waras. Kedua matanya masih terpejam, lengannya gemetar, namun pelukannya kuat terlalu kuat untuk seseorang yang ketakutan.

Kinara membiarkannya.

Ia tidak menarik diri. Tidak bertanya, dan bahkan tidak panik. Ia hanya diam, menepuk punggung Arman pelan, membiarkan detak jantung pria itu perlahan menyesuaikan dengan miliknya.

Di kursi belakang, Aksa memperhatikan pemandangan itu dengan senyum kecil. Ia tidak mengerti apa yang membuat Daddynya begitu takut. Yang ia tahu, Daddy memeluk Mommy dan Mommy tidak menolak.

Bagi Aksa, itu sudah lebih dari cukup.

Mobil itu akhirnya tetap diam di tepi jalan, sementara di dalamnya dua orang dewasa yang sama-sama terluka sedang belajar, tanpa kata, bagaimana saling menenangkan.

Beberapa menit berlalu hingga napas Arman mulai teratur. Tubuhnya tak lagi menegang. Perlahan, pelukannya mengendur lalu benar-benar terlepas. Kinara baru saja hendak bertanya lagi ketika suara Arman memecah keheningan.

“Kamu itu kalau nyetir pakai otak!” bentaknya tajam. “Tidak lihat jalan? Hampir celaka!”

Kinara terdiam, matanya menatap lurus ke depan, jemarinya masih menggenggam kemudi. Jelas-jelas mobil lain yang menyalip sembarangan. Jelas-jelas ia sudah menyelamatkan mereka semua.

“Putar balik. Pulang sekarang,” lanjut Arman dingin, seolah insiden barusan sepenuhnya kesalahan Kinara. Dari kursi belakang, Aksa langsung menyela, suaranya kecil tapi tegas.

“Daddy jangan marahin Mommy. Tadi mobil itu yang jahat, Mommy sudah hebat…”

“Aksa!” bentak Arman, membuat bocah itu terlonjak dan langsung terdiam.

Itu titik terakhir, Kinara menoleh cepat, matanya menyala marah.

“Cukup, Pak Arman,” suaranya bergetar, bukan karena takut, tapi karena menahan emosi. “Jangan bentak Aksa. Dan jangan salahkan saya untuk sesuatu yang jelas-jelas bukan kesalahan saya.”

Arman terdiam.

“Kalau Bapak takut naik mobil, bilang. Saya akan mengerti,” lanjut Kinara, kini menatap Arman tanpa gentar. “Tapi melampiaskan ketakutan Bapak ke saya dan Aksa itu tidak adil.”

Arman tidak menjawab, tidak membela diri. Tidak membentak balik. Rahangnya mengeras, matanya memalingkan wajah ke jendela.

Kinara menghela napas kasar, lalu menyalakan kembali mobil dan memutar arah, membawa mereka pulang dengan jarak yang kini terasa lebih dingin, meski mereka duduk begitu dekat.

Kinara melirik Arman sekilas dengan mata tak berkedip, pria itu duduk dalam diam dengan tangan yang masih gemetar.

1
Naufal Affiq
pintar kamu arman,aku suka gaya mu
Yensi Juniarti
baguuus ...
pilih yg pasti pasti Ajja Arman..
yg sudah jelas tulus tanpa syarat 👍👍
Sunaryati
Itu mantan Arman, jangan gentar Kinara,mentalmu telah lama teruji, kau dulu kalah karena sendirian. Kini saatnya kemenangan hatii selalu kamu genggam ingat ada suami yang punya kekuatan.
Rokhyati Mamih
setuju Ar yang di rumah itu lebih baik
Oma Gavin
jgn tergoda lagi dgn amira ingat perjuangan istrimu saat ini yg rela melakukan berbagai cara untuk memberikan kamu semangat sembuh dan mencintai aksa dgn tulus, lupakan orang yg pergi saat kamu terpuruk
Naufal Affiq
mak lampir pulang dari london,alasan mau jumpa aksa
sryharty
laaah uget2 mulai mengusik
Kimo Miko
jempol sepuluh maju bareng arman..... tetap yang di rumah yang terbaik. kamu sudah tahu siapa kinara seorang gadis yang tidak nemanfaatkan kekayaanmu . kinara tulus menyayangi aksa yang memang mwmbutuhkan kasih sayang.
Tri Handayani
langkah yg bagus arman'kalau ada yg mau menerima apa adanya dan tulus sama kamu ngapain mengharap yg menyakiti.
Kimo Miko
maaf ya amira jangan harap ada balasan secepatnya karena pak arman lagi ngadon ngempleng ngempleng gitu. gak malu tuh sudah ninggalin eee mau balik lagi dengan alasan aksa karena dirimu tahu pak arman sudah sukses. jangan jadi pelakor kinara bukan tandinganmu
Aditya hp/ bunda Lia
bagus 👍👍👍
Rita Tani
dikit banget perasaan thor🤭😄
Aisyah Alfatih: nggak sempat ngetik 😭
total 1 replies
Teh Euis Tea
cieeeee arman kinara abis buka segel🤣🤣🤣🤣🤣🤣
vivinika ivanayanti
Mantaappp Armaann....😍😍😍
Al Fatih
Betul pak Arman...,, sekarang,, besok dan selamanya fokuslah sama yang d rumah....
Mineaa
good job Arman.....awas aja kalau kamu iba dan luluh dengan seribu satu alasan dari mantan mu nanti.....tak sentil ginjal mu nanti..... pokoknya jaga jarak....
jangan dekat dekat mantan itu ibarat sampah.....masa iya kamu mau tercemar dengan aroma nya yang menjijikan....
Siti Amyati
betul ,Iihat kedepan ngga usah tenggok belakang
Al Fatih
Syukurlah kalian berdua jujur dgn perasaan kalian. Karna biasanya cerita2 yg berlatar belakang pernikahan kontrak,, begitu sudah main perasaan,, biasanya d pendam,, hanya berbicara d dlm hati....,, ntar kalo terjadi apa2 baru nyesel karna ga mengungkapkan.

Kini kalian telah menjadi satu...,, satu hati,, satu rasa dan satu pemikiran. Harus saling percaya dan jujur dgn pasangan,, karna ke depannya si Mak Lampir ibu kandungnya Aksa akan merongrong ketenangan,, kedamaian dan kebahagiaan keluarga kalian.
Waspada lah ....
Al Fatih
Pengen ngerti reaksi dan responnya Amira dan rome begitu mereka tau siapa suaminya Kinara....,, waow...
Erni Zahra76
keren sekali kinara...
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!