Quinevere King Neutron, putri Nathan Ace Neutron bersama dengan Clementine Elouise King, kini sudah tumbuh menjadi seorang gadis dengan kepribadian yang kuat. Tak hanya menjadi putri seorang mantan mafia, tapi ia juga menjadi cucu angkat dari mafia bernama Bone. Hidup yang lebih dari cukup, tak membuatnya sombong, justru ia hidup mandiri dengan menyembunyikan asal usulnya. Quin tak pernah takut apapun karena ia sudah banyak belajar dari pengalaman kedua orang tuanya. Ia tak ingin menjadi pribadi yang lemah, apalagi lemah hanya karena cinta.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pansy Miracle, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
TERJUN DRASTIS
Hari pernikahan Elon pun tiba. Pria itu masih duduk diam sambil menopang kepalanya dengan sebelah tangan. Ia menatap ke jendela, ntah apa yang sedang ia pikirkan.
Ceklekkk*
Pintu ruangan tersebut terbuka dan tampak dua orang pria dengan setelan jas berwarna hitam, datang menghampirinya.
“Kamu sudah siap, El?” tanya Harvey, sementara Kevin hanya diam mengikuti langkah Harvey, “Acara akan segera dimulai dan Aunty memintamu segera pergi ke ballroom.”
Elon diam tak menanggapi pertanyaan Harvey. Ia masih menopang kepalanya dan wajahnya terlihat kusut, tak ada bahagia yang biasa ditampakkan seorang calon mempelai pria.
“Apa aku mengambil langkah yang salah?” gumam Elon.
“Ikuti kata hatimu, El. Bukankah kamu juga yang menyetujui pernikahan ini?” jawab Harvey.
Elon menghela nafasnya pelan, namun panjang. Ia memejamkan matanya sebelum akhirnya bangkit berdiri. Ia melangkah diikuti oleh kedua temannya, menuju ke ballroom di mana acara pernikahannya dengan Gisella akan terselenggara.
***
“Quin, kamu mengambil keputusan yang tepat!” ujar Rea yang saat ini berada di apartemen Quin dan berencana akan menginap di sana.
“Setelah kupikirkan, pendapatmu waktu itu ada benarnya,” kata Quin.
Quin masih teringat bagaimana seorang pria paruh baya mendatanginya, hanya untuk memastikan bahwa dirinya mendapatkan undangan pernikahan Elon. Wajah pria itu tampak gelisah, seakan ia menanggung beban yang begitu besar. Namun, Quin yang tahu bahwa pria itu pasti diancam, malah memberikan sebuah alamat agar pria paruh baya yang merupakan supir Keluarga Bush itu, berganti pekerjaan.
“Tentu saja! Niat busuknya sudah bisa tercium oleh akal sehatku, Quin,” ujar Rea, “Bagaimana kalau kita nonton TV saja? Siapa tahu ada film bagus.”
“Baiklah, aku ambil makanan dan minuman dulu untuk menemani kita,” Quin pun bangkit menuju dapur kecil miliknya.
Rea mengambil remote kemudian mengarahkannya ke sebuah televisi yang berukuran sedang. Ia menekan tombol mengganti saluran untuk mencari acara televisi yang menurutnya menarik. Hingga matanya memicing saat melihat apa yang terpampang di layar televisi tersebut.
“Quin! Kemarilah!” kata Rea setengah berteriak.
“Ada apa?” tanya Quin.
“Cepat kemari!”
Quin yang membawa minuman dan beberapa makanan ringan pun menghampiri Rea di sofa, kemudian meletakkan makanan dan minuman yang ia bawa ke atas meja kayu di hadapannya.
“Ada apa? Mengapa berteriak?” tanya Quin.
“Lihatlah,” tunjuk Rea ke arah televisi dengan menggunakan remote.
Quin mengalihkan pandangannya dari wajah Rea ke arah televisi. Ia sedikit menautkan kedua alisnya ketika melihat bahwa acara pernikahan putra Keluarga Bush ternyata ditayangkan di salah satu saluran televisi.
“Mereka benar-benar luar biasa,” kata Rea sambil menggelengkan kepalanya, “Uang mereka benar-benar tak berseri, hingga bisa meminta saluran TV menayangkan acara pernikahan putra-putri mereka.”
“Ganti saja,” kata Quin.
“Eh jangannnn … meskipun aku memintamu tidak datang, tapi aku penasaran,” kata Rea sambil sedikit tertawa.
Sementara itu di sebuah ballroom di mana acara pernikahan tersebut digelar,
“Mana dia? Apa dia tidak datang?” gumam Anya dengan mata yang memicing dan memperhatikan setiap tamu. Ia harus memastikan bahwa Quin datang dan melihat prosesi pernikahan antara putranya dengan wanita pilihannya, wanita yang tentunya sederajat dan setara dengan keluarga mereka.
Tangan Anya mengepal dan semakin kesal karena acara akan segera dimulai tapi tetap tak melihat keberadaan Quin.
Supir tua itu benar-benar siallann! Lihat saja nanti dia akan langsung kupecat tanpa pesangon sama sekali. - batin Anya.
Tanpa ia ketahui, Chad sang supir, telah menyerahkan surat pengunduran dirinya pada asisten pribadi suaminya, tertanggal hari ini.
MC acara mulai melancarkan aksinya. Anya pun akhirnya berjalan dan berdiri dekat keluarganya, di mana janji pernikahan antara Elon dan Gisella akan diucapkan. Ketika keduanya telah selesai, acara langsung dilanjutkan dengan resepsi di tempat yang sama.
Kemeriahan acara pernikahan tersebut membuat decak kagum para pencari berita. Mereka mengabadikan acara tersebut dan dengan mudahnya tersebar di media sosial.
“Tersenyumlah,” bisik Anya pada putranya, “Bukankah kamu ingin memperlihatkan pada Quin bahwa menikah denganmu adalah suatu kebanggaan? Buat dia menyesal.”
Elon hanya bisa menghela nafasnya pelan kemudian membentuk senyuman di wajahnya, meskipun dengan terpaksa. Ia menatap ke sekeliling, dengan hati yang gusar, saat melihat begitu banyaknya media dan para pencari berita.
Apa kamu melihat semuanya, Quin? Bukankah seharusnya kamu yang berdiri di sini? Mengapa kamu malah memutuskan hubungan denganku? Dasar jallang!! - Ntah mengapa hati Elon tiba-tiba menjadi panas saat mengingat bagaimana Quin memeluk seorang pria yang usianya begitu jauh dengan mereka.
Hingga akhirnya seorang wanita naik ke atas panggung. Dengan gaun panjang yang memiliki belahan hingga ke pahha, juga bagian bahu yang sengaja dibiarkan terlihat, mendekati pasangan pengantin tersebut.
“Elon, sayang. Apa kabar?” Jemari lentik Carol bermain di pipi Elon, membuat Gisella yang bwrada di sampingnya menjadi panas. Dengan cepat ia langsung menarik tangan Carol dan menghempaskannya.
“Lepaskan tanganmu dari suamiku,” kata Gisella dengan tatapan nyalang.
“Suamimu? Dia kekasihku,” kata Carol dengan tatapan meremehkan Gisella.
“Hentikan ucapanmu, Carol!” kata Elon. Ia tak ingin acara pernikahannya berantakan dan menyebabkan kedua orang tuanya dan juga keluarga mertuanya marah.
“Tapi apa yang kukatakan itu benar! Kamu adalah kekasihku! Kita sering berbagi peluh bersama, kita saling menghangatkan!” suara Carol begitu kencang hingga menjadi pusat perhatian para tamu undangan yang hadir.
“Diam, Carol!” Sekali lagi Elon berucap.
Harvey dan Kevin yang melihat keberadaan Carol pun langsung naik ke atas panggung dan menarik wanita itu dari sana.
“Lepaskan aku! Kalian siallann! Aku pastikan pernikahanmu tidak akan baik-baik saja,” ancam Carol.
Elon menarik nafas panjang saat melihat Harvey dan Kevin telah membawa Carol keluar dari ballroom. Namun, tatapan tajam ia dapatkan dari keluarganya, terutama Mom Anya. Selain itu, kedua orang tua Gisella juga seakan memintanya menjelaskan semua.
MC yang melihat kecanggungan pun akhirnya kembali turun tangan dengan memajukan jadwal acara, yakni berfoto bersama dengan diiringi lagu dari penyanyi terkenal yang sengaja dihadirkan di acara tersebut.
Tampak Bill, asisten pribadi George, suami Anya, berlari mendekat. Ia membisikkan sesuatu di telinga George yang membuat raut wajah Kepala Keluarga Bush itu berubah seratus delapan puluh derajat. Ia langsunh bangkit kemudian mendekat pada istrinya.
“Aku harus pergi dulu,” bisik George pada Anya.
“Pergi?! Apa maksudmu? Ini acara pernikahan putra kita,” ujar Anya tak terima.
“Ada masalah besar di perusahaan. Kalau tidak segera ditangani, kita akan mengalami kerugian yang sangat besar. Mengertilah,” pinta George.
“Tidak!!” Suara Anya tiba-tiba terdengar karena musik baru saja berhenti, membuat semua mata mengarah padanya.
Sayup-sayup terdengar suara,
“Saham Perusahaan Bush terjun drastis.”
🌹🌹🌹