Sang Dewi Nemesis Hukum Nolite, yang jutek harus berkelahi dengan berondong teknik yang Playboy itu. Iyuuuuh .. nggak banget!!!!!
Tapi bagaimana kalau takdir berkata lain, pertemuan dan kebersamaan keduanya yag seolah sengaja di atur oleh semesta.
"Mau lo sebenernya apa sih? Gue ini bukan pacar lo Cakra, kita udah nggak ada hubungan apa-apa!" Teriak Aluna tertahan karena mereka ada di perpustakaan.
Pria itu hanya tersenyum, menatap wajah cantik Aluna dengan lamat. Seolah mengabadikan tiap lekuk wajah, tapi helai rambut dan tarikan nafas Aluna yang terlihat sangat indah dan sayang untuk dilewatkan.
"Gue bukan pacar lo dan nggak akan pernah jadi pacar lo. Cakra!" Pekik Aluna sambil menghentakkan kakinya di lantai.
"Tapi kan waktu itu Kakak setuju mau jadi pacar aku," pria itu memasang ajah polos dengn mata berkedip imut.
"Kalau lo nggak nekat manjat tiang bendera dan nggak mau turun sebelum gue nuritin keinginan gila lo itu!!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Realrf, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Aluna
Miranda mengangkat tinggi tangannya yang masih memegang botol soda yang terbuat dari kaca itu. Matanya memerah nyalang menatap Aluna dengan penuh amarah, dengan sekuat tenaga ia melemparkan botol kosong itu kearah Aluna.
Bugh
Namun sayang apa yang Miranda harapkan tidak terjadi, Aluna menangkap pergelangan tangan Miranda. Merampas botol kaca itu dengan kasar lalu ..
Pyar
Aluna melemparkan botol ke lantai, botol kaca itu hancur berserakan. Seketika semua hening, m mereka terkejut dengan apa yang Aluna lalukan. Sepertinya sang dewi benar-benar marah dan muak. Tangan Aluna mencengkram kuat tangan Miranda, membuat gadis itu meringis kesakitan, dia meronta dengan kuat tapi tetap tak bisa melepaskan tangannya dari cengkraman Aluna.
"Lo pikir lo bisa pergi begitu saja, setelah apa yang lo lakuin," ujar Aluna dingin, sedikit memiringkan kepala.Matanya tajam mengintimidasi membuat Miranda tak mampu menyahut.
Dua gadis yang tadi ikut dengannya pun sudah menghilang entah kemana.
"Lepas! Sakit Bang**t!" pekik Miranda, Aluna menyeringai menakutkan membuat siapa saja yang melihat sorot tajamnya akan merinding ketakutan.
Semua hanya bisa terdiam membeku di tempat, tak berani membuat suara apapun. Bahkan kentut saja mereka tahan.
"Willona Tolong panggil Pak Herman kemari, dengan membawa peralatannya," titah Aluna.
"O-ok Lun," sahut Willona. Ia pun bangkit dari tampat duduknya dan segera melakukan apa yang sahabatnya inginkan. Jujur saja Willona juga ikut merasa takut dengan Aura dingin Aluna saat ini.
"Lepasin!"
"Lepasin tangan gue. Dasar kating gatel!" ronta Miranda dengan sekuat tenaga.
"Jangan harap," sarkas Aluna.
Tak berapa lama Willona kembali dengan seorang pria paruh baya yang memakai seragam berwarna hijau tua, dia adalh Herman. Salah satu petugas kebersihan di Nolite yang Aluna kenal. Pria itu berjalan mendekati Aluna dengan mendorong troli kebersihan berwarna kuning.
"Non Aluna panggil saya?" tanya Herman dengan sopan.
Aluna tidak langsung menjawab, dia menghempaskan tangan Miranda membuat gadis itu sedikit terdorong sampai menabrak meja di belakangnya. Luna melihat ke troli kebersihan yang Herman bawa, dengan cepat Aluna mengambil sapu dan alat pel lalu melemparkan benda itu pada Miranda.
"Awasi dia Pak Herman, pastikan dia membersikan kekacauan yang dia buat sampai benar-benar bersih!" tegas Aluna dengan tatapan tajam pada Miranda yang masih meringis kesakitan sambil mengusap pantat yang sempat bercumbu dengan ujung meja.
"Ba-baik Non," jawab Heman terbata, dia cukup terkejut melihat Aluna yang marah seperti ini, biasanya gadis itu selalu sopan dan ramah pada semua pegawai Nolite.
Meski dia adalah cucu pemilik Nolite, tapi Aluna tidak pernah sombong atau memerintah dengan sesuka hati. Baru kali ini Herman melihat sisi Aluna yang seperti ini. Tidak semua orang tahu siapa Aluna, hanya para pekerja Nolite saja yang paham, tapi mereka juga tidak banyak bicara dan memilih untuk diam sesuai perintah, para pekerja tidak boleh sembarangan mengumbar identitas keluarga pemilik kampus. Peraturan tidak hanya berlaku untuk orang-orang seperti Herman, tapi juga untuk para pemilik kantin, satpam, bahkan Dosen, Dekan dan semua jajaran yang direksi kampus.
Aluna melemparkan senyum sinis, kemudian berbalik meninggalkan Miranda.
"Siapa lo berani merintah gue!" teriak Miranda tidak terima, gadis itu merasa marah dan malu diperlakukan seperti ini.
Langkah Aluna terhenti, ia menoleh tanpa berucap apapaun, hanya senyum smirk yang jelas mengejek Miranda. Melihat itu Miranda sangat geram, ia berlari tangannya terulur hendak meraih rambut Aluna. Tapi dengan sigap Herman menghalangi pergerakan Miranda.
"Lepasi gue! Tua bangka!" terik Miranda kesetanan.
Miranda memberontak, memukul tubuh Herman agar bisa lepas. Tentu saja Herman tidak melepaskan dia begitu saja.
"Lepasin gue Breng**k!"
"Heh Gatel! kita belum selesai!" Teriakan Miranda menggema frustasi.
Aluan menyugar rambutnya yang lengket dan basah, ia berdecak sedikit kesal tapi juga puas. Willona menatap Aluna tanpa mengerjap, ia sungguh terkesima dengan apa yang Aluna lakukan. Satu kata untuk Aluna, keren.
"Lo mu di sini bantuin belalang pirang, Ona?" tanya Aluna dengan nada bercanda, ia mengambil tas dan paperbag yang Cakra kirimkan untuknya tadi.
"Ya kali," sahut Willona sembari mengambil tasnya.
"Mas sini." Tangan Aluna melambai memanggil salah satu penjual di kantin itu.
"Iya ada apa Non?" tanya pria itu setelah mendekat ke arah Aluna.
Aluna mengelurkan dompet lalu memgambil dua lembar uang pecahan seratus ribuan lalu memberikannya pada pemuda itu.
"Bantuin Pak Herman jaga mahluk itu ya Mas," ucap Aluna.
"Siap-siap, Makasih Non." Pria itu menerima uang dari Aluna dengan mata berbinar.
Aluna tersenyum lalu pergi bersama Willona meninggalkan kantin Fakultas teknik. Setelah Aluna pergi, para mahasiswa yang menyaksikan drama tadi mulai mencibir dan mencemooh Miranda. Betapa bodoh dan tololnya gadis tidak tahu diri itu. Miranda pun terpaksa membersihkan noda soda di lantai dan pecahan botol kaca, semua ia lakukan di bawah tekanan Herman dan pemuda yang Aluna bayar tadi.
Sementara di sisi lain, Cakra yang mendapatkan kabar dari Bahran tentang Aluna, segera berlari ke arah tempat kejadian. Dengan plaster kompres demam warna pink yang masih tertempel di keningnya Cakra berusaha mempercepat langkah meski sedikit terhuyun.
Setelah bertemu Aluna tadi pagi Cakra memutuskan pergi ke UKM (Unit Kesehatan Mahasiwa). Cakra butuh berbaring sejenak setelah meminum obat, tapi ia tidak bisa berdiam diri melihat apa yang terjadi pada kakak cantiknya.
"Kakak Cantik!" teriak Cakra saat melihat Aluna yang berjalan menuruni tangga gedung A bersama seorang gadis lain.
Aluna berhenti ia menoleh lalu melengos melanjutkan langkahnya. Amarah Aluna kembali naik saat melihat Cakra, gara-gara si kuman bakteri itu Aluna dipermalukan seperti ini. Cakra mempercepat langkahnya menghampiri Aluna, menahan kepala yang muli berdenyut tidak karuan.
"Lun, itu bukannnya si Cakra?" tanya Willona, dia berusaha mengimbangi langkah cepat Aluna yang seperti hampir berlari.
"Bodo amat," gumam Aluna kesal.
Jarak yang cukup jauh membuat Cakra harus berlari dan akhirnya ia berhasil menyusul Aluna.
"Kakak Cantik, kakak~," panggil Cakra dengan lembut, tapi tak sedikitpun Aluna ingin menoleh.
"Kak tunggu." Cakra menahan tangan Aluna.
Gadis bermayang panjang itu terpaksa menghentikan langkahnya. Dengan malas Aluna membalikan badan.
"Mau apalagi, hem?" ketus Aluna kesal. Namun, ia segera memalingkan tatapannya kearah lain menyembunyikan rasa khawatir saat melihat plaster kompres demam di kening Cakra.
Melihat situasi yang canggung Willona memutuskan untuk meninggalkan dua menusia itu. Memberikan mereka ruang untuk bicara.
"Gue tunggu di tempat biasa ya Lun," ujar Willona sebelum meninggalkan mereka berdua.
Aluna hanya mengangguk tanpa bicara. Setelah Willona pergi, Cakra menarik lembut tangan Aluna. Aluna tidak memberontak, dengan diam ia mengikuti langkah Cakra. Lidah Aluna terasa kelu untuk menanyakan keadaan Cakra.
ini juga kenapa pada Ngeliatin Aluna kaya coba.
apalagi dia yang setatusnya sebagai orang tua Cakra. kenapa gak di laporin aja kepolisi si.
Nyatanya mau Cakra tw Om Hail pun sama² keras kepala dalam mempertahankan rasa cinta mereka buat seseorang yg spesial di hati mereka,,,
Apa ini??bakalan ada Drama apalagi yg akan Luna liat???
padahal anak gak tau apa", masa ibunya kecelakaan dan meninggal kesalahan nya harus di tanggung sang anak sampai dewasa?? emang kecelakaan itu disengaja?? salut sama Cakra yg bisa kuat menjalani kehidupan yg keras tanpa kasih sayang orang tua..
padahal anak ny Cakra tapi lebih pro ke Miranda, pasti perkara uang lagi 😒😒