"Aku hamil lagi," ucap Gladys gemetar, ia menunduk tak berani menatap mata sang pria yang menghunus tajam padanya.
"Gugurkan," perintah Gustav dingin tanpa bantahan.
Gladys menggadaikan harga diri dan tubuhnya demi mimpinya menempuh pendidikan tinggi.
Bertahun-tahun menjadi penghangat ranjang Gustav hingga hamil dua kali dan keduanya terpaksa dia gugurkan atas perintah pria itu, Gladys mulai lelah menjalani hubungan toxic mereka.
Suatu ketika, ia bertemu dengan George, pelukis asal Inggris yang ramah dan lembut, untuk pertama kalinya Gladys merasa diperlakukan dengan baik dan dihormati.
George meyakinkan Gladys untuk meninggalkan Gustav tapi apakah meninggalkan pria itu adalah keputusan terbaik?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nara Diani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bagian 32
"Dasar bajingan!" desis Mita.
"Siapa yang kamu panggil bajingan?"
Gadis itu tergagap, ia menoleh pada Nick yang ternyata masih berdiri di samping kursinya. Pria itu menatap Mita intens meminta jawaban atas pertanyaan barusan.
gadis itu menelan ludah gugup, otaknya sibuk mencari-cari alasan.
"Mantan saya," jawab Mita spontan.
"Kenapa mantan kamu?"
"Dia selingkuh, maaf, Pak. Saya tidak sengaja mengumpat karena teringat kejadian itu."
Nick menatapnya dengan ekspresi yang sulit ditebak, Mita mengalihkan pandangannya ke sembarang arah karena merasa salah tingkah ditatap begitu intens.
"Begitu ya?" gumam Nick dengan nada kurang percaya, Mita meremas tangannya gelisah.
Jangan sampai Nick curiga dan tahu kalau orang yang Mita umpat tadi adalah Gustav, bisa ditendang ia dari perusaan sebelum masa magang berakhir.
"Sekali lagi maaf, Pak. Saya kurang sopan tadi."
Nick mengangguk pelan, bibirnya terangkat ke atas lantas matanya menatap ke depan pada Gustav yang sedang memberikan pidato.
"Saya kira tadi kamu mengumpat Pak Direktur."
Mita tersedak ludah sendiri, gadis itu terbatuk-batuk. Nick mengambil segelas jus dari nampan pelayan lalu menyerahkannya pada Mita.
"Minumlah ini," ujar Nick mengulum senyum kecil.
Mita meraih gelas jus itu dan menegaknya hingga tersisa setengah barulah tenggorokannya terasa lega.
Gadis itu letakan gelas ke atas meja, menarik tisu dan mengelap bibirnya, semua itu tak luput dar padangan Nick.
Mita berdeham singkat menetralkan kegugupannya, menatap Nick.
"Mana mungkin saya berani, Pak?" ujar Mita terkekeh hambar menutupi kegugupannya. Di dalam sana jantungnya berdebar kencang.
Nick tidak menjawab apa-apa, pria itu hanya menatapnya datar dan intens membuat Mita makin ketar-ketir di tempat duduknya.
"Saya mengumpat mantan bukan atasan, Pak. Lagipula Pak Direktur baik mana mungkin saya mengumpat beliau," ujar gadis itu lagi.
"Mantan saya brengsek," lanjutnya pelan.
Nick menarik kursi di sebelah Mita, pria itu mendudukkan diri di sampingnya.
"Memangnya apa yang dia lakukan sehingga kamu sangat membencinya, hem?" tanya Nick menatap Mita sambil menopang kepala pada sebelah tangan.
Mumpung bos gilanya belum mencari, Nick pikir bergosip dengan gadis muda di depannya ini mungkin akan sedikit menyenangkan.
Mita bergumam panjang mengingat-ingat mantan terakhirnya yang memang putus dari Mita karena ketahuan selingkuh.
"Hmm ... Banyak."
"Dia selingkuh dengan orang terdekat saya, selain itu saya membencinya karena dia pembohong dan kasar."
Nick tiba-tiba tertawa membuat Mita kebingungan.
"Kenapa Anda tertawa?"
"Sifat mantanmu mirip dengan seseorang yang saya kenal," ujar Nick menoleh pada Gustav di depan sana yang sudah selesai berpidato.
"Pria seperti itu memang pantas ditinggal, benar bukan?" sambungnya menoleh lagi pada Mita yang kebingungan.
Namun, meski sedikit bingung Mita mengangguk setuju.
"Benar, orang dengan muka pulu-pulu dan sifat jahanam sepertinya tidak pantas dipacari!" desis Mita.
Nick kembali tertawa. "Muka pulu-pulu?" galaknya.
Mita nyengir menampakkan giginya yang kecil dan rapi. ia tidak bohong, meski Mita akui jika wajahnya sendiri tidak cakep tapi mantannya jauh lebih jelek. Masih untung mau dipacari tapi malah selingkuh. Laki bajingan memang.
"Kalau wajahnya sejelek itu mengapa kamu mau?"
"Saya pikir karena jelek dia pasti setia, ternyata tidak, udahlah dibikin sakit mata sakit hati pula," gerutu Mita.
Nick tergelak lagi mendengar gerutuan gadis itu, wajah Mita mengembung kesal tiap membahas si mantannya. Lucu sekali, pikir Nick.
"Lain kali carilah pacar yang good looking dan setia, Mita. Jadi hati dan matamu aman," kelakar Nick.
Gadis itu cemberut mendengus. "Memangnya ada, Pak?"
"Ada," jawab Nick spontan.
"Saya," ucapnya lagi membuat Mita tertegun.
***
Kehadiran Gustav dan Brica malam ini sebagai pasangan pesta menguatkan opini publik tentang rumor pernikahan mereka.
Beberapa dari kolega Gustav bahkan terang-terangan memberikan selamat pada mereka, padahal belum ada pengumuman apapun tentang status keduanya.
Brica sendiri sangat senang, sore tadi Gustav tiba-tiba menghubunginya dan mengajaknya sebagai pasangan pesta ke acara ulang tahun hotel malam ini.
Tentu Brica kegirangan bukan main, dia berdandan secantik mungkin dan datang ke pesta menggandeng lengan Gustav dengan wajah pongah, menunjukkan pada seluruh dunia bahwa dialah yang dipilih oleh pria itu.
Mata Brica juga sejak tadi sibuk mencari-cari keberadaan Gladys di antara kerumunan orang-orang berpakaian glamour di dalam pesta tetapi netranya tak kunjung menemuka sosok gadis itu.
Padahal Brica mau menunjukkan pada Gladys siapa pemenangnya di sini juga memberikan peringatan lagi padanya.
"Apa yang kamu cari?" tanya Gustav meneguk wine di tangannya tanpa menoleh pada wanita itu.
Pidato sudah selesai, setelah berbincang-bincang dengan para pengusaha lain keduanya duduk di meja eksklusif yang berada di depan menikmati hidangan dan acara.
"Bukan siapa-siapa," bohong Brica tersenyum manis mengangkat juga minumannya.
Gustav tidak menjawab, ia teguk kembali wine di gelasnya hingga tandas dan wajahnya sedikit memerah.
"Gustav, Papi ku mau kita bertunangan," ujar Brica terus-terang. Tidak ada kata malu-malu dalam kamusnya, Brica lebih suka blak-blakan dalam hal apapun itu dan Gustav sudah paham sifatnya.
"Aku tahu," jawab Gustav datar menyuruh pelayan kembali menuangkan wine ke dalam gelasnya.
"Kamu mau kan?"
Gustav meneguk minumannya, lalu menoleh pada Brica.
"Kau tahu sendiri, aku bukan pria yang bisa diajak berkomitmen," jawab Gustav lugas menghempaskan angan-angan Brica jika mereka akan berjalan ke altar pernikahan.
"Kenapa kamu tidak suka berkomitmen?" tanya Brica kesal, ia alihkan wajah Gustav dengan kedua tangan padanya sehingga pria itu hanya bisa melihat wajahnya saja.
"Apakah aku kurang cantik?" ujar wanita itu, mereka saling berpandangan.
"Apakah aku cantik?"
Bukannya fokus pada Brica Gustav malah teringat pertanyaan Gladys tempo hari, matanya secara tidak sadar membayangkan wajah yang ia tatap saat ini adalah Gladys yang sedang tersenyum manis.
"Cantik," gumam Gustav tanpa sadar.
Brica melepaskan kepala pria itu dari tangannya, ia berbalik ke samping dengan pipi merona.
Gustav tersadar ketika Brica melepaskan wajahnya, ia menatap bingung karena wanita itu tiba-tiba bergeser membelakangi nya dengan pipi memerah.
Pria itu teringat kembali pada wajah murung dan kecewa Gladys yang beberapa jam lalu ia tinggalkan di apart setelah ia larang datang ke pesta ini.
"Dia sedang apa kira-kira sekarang?"
Gustav meletakkan gelasnya ke atas meja lantas berdiri meninggalkan Brica sendiri di sana. Ia menuju lorong yang cukup sepi untuk membuka ponsel.
Pria itu membuka rekaman cctv apartemen yang terkoneksi ke ponselnya, mencari keberadaan Gladys di setiap ruangan.
Gerakan tangannya berhenti ketika menemukan rekaman Gladys sedang tertidur pulas di dalam kamar, setelah puas memastikan keberadaan gadisnya Gustav mengantongi ponsel ke dalam jas.
Ia kembali ke aula pesta, para karyawan sedang heboh memperebutkan doorprize motor matic yang akan diberikan dengan sistem undian, setiap karyawan diberikan satu nomor undian.
Jika saja Gladys datang ke pesta, ia pasti juga akan mengikuti undian dengan wajah antusias karena Gladys suka sekali mendapat hadiah.
"Apa belikan saja dia mobil baru ya?" gumam pria itu lalu ketika ia menatap kembali para karyawan matanya menemukan Nick yang sedang duduk bersama seorang gadis di salah satu meja sana.