Di dunia kultivasi Cangxuan, Han Wuqing bereinkarnasi dari bumi ke dunia kultivasi abadi yang penuh kekuatan dan ketidakadilan.
Setelah berkultivasi selama 10 tahun dengan susah payah, tanpa dukungan apapun. Akhirnya cheat system muncul mewajibkan dia membuat sektenya sendiri.
System aneh yang mengizinkannya memanggil kesadaran orang orang dari bumi, seolah dunia adalah game virtual reality.
Orang-orang dari bumi mengira ini hanya permainan. Mereka menyebutnya "VR immortal".
Mereka pikir Han Wuqing NPC...
Mereka pikir ini hanya ilusi...
Tapi didunia ini— Dialah pendirinya, dialah tuhan mereka. Sekteku Aturanku
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dwalkii, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kedatangan para murid baru
Di dalam Aula Kebangkitan Sekte Yuandao, udara spiritual bergetar pelan. Formasi qi di lantai mulai bersinar lembut seperti jantung dunia yang bersiap menyambut kelahiran baru.
Di atasnya, di kursi-kursi tribun giok, para pemain veteran sudah duduk menanti. Sebagian bercanda dan sebagian tegang. Tapi semua... menunggu.
Sementara itu, jauh di seberang arena, di lantai dua Paviliun Ketua, Han Wuqing berdiri di balik jendela besar. Pandangannya menembus formasi ilusi, menatap arena latihan dari kejauhan dengan mata tenang.
"Tiga menit lagi," gumamnya pelan.
Ia menoleh ke arah kursi modern yang tadi didudukinya, lalu melangkah pelan menuju pintu.
"Sudah waktunya menyambut mereka... Seperti biasa."
Langkahnya tak tergesa, tapi mantap. Sebuah senyum kecil muncul di ujung bibirnya—bukan karena gembira, tapi karena rencana berjalan sesuai jalurnya.
“Setiap kali ada batch pemain baru, akan selalu ada pidato pembuka. Biar terasa seperti awal cerita sebuah permainan. Sebuah dunia.”
Pintu paviliun terbuka otomatis saat aura qi miliknya mendekat. Han Wuqing melangkah keluar dengan tenang dan tegas dari paviliunnya. Di halaman luarnya, yang masih diselimuti cahaya keemasan senja, ia berhenti sejenak.
Dalam diam, ia memanggil nama Ziyan dalam pikirannya.
Dari langit barat, seekor burung raksasa bermantel bulu merah dengan gradiasi ungu segera menjawab panggilan itu. Suara angin berdesir ketika sosoknya meluncur turun dengan keanggunan pemangsa langit. Matanya menyala lembut, memantulkan cahaya spiritual senja.
Han mengangkat kepalanya, lalu tersenyum kecil.
“Ziyan,” panggilnya pelan. “Ayo... kita sambut para 'murid' baru kita.”
Ia melompat ringan ke punggung makhluk itu. Sayap Ziyan mengepak lebar, lalu melesat ke langit seperti anak panah dari lengkungan qi. Tubuh mereka meluncur menuju utara, ke arah arena latihan yang dari kejauhan tampak seperti kuali surgawi raksasa yang menampung takdir baru.
Di saat yang sama—
Formasi qi di lantai Aula Kebangkitan berpendar tajam.
Dan akhirnya, satu per satu, para pemain baru muncul di dunia ini. Formasi qi memancarkan cahaya menyilaukan, dan dari pusaran itu, satu per satu tubuh mulai terbentuk dari bayangan menjadi nyata, kaki menapak lantai giok dengan langkah pertama mereka di dunia ini.”
Lalu... mereka muncul.
Tubuh-tubuh mereka berdiri dengan kikuk di atas lantai berkilau. Tatapan kosong mereka perlahan berganti keterkejutan.
Seorang pemuda mengenakan baju linen sederhana menatap tangannya sendiri, matanya membelalak.
“...Wah... wah... Aku... bisa merasakan ujung jariku?” gumamnya, suaranya gemetar antara takjub dan bingung.
di sebelahnya ada seorang pemuda dengan postur tinggi, melangkah ke depan dengan langkah santai. Ia menunduk sedikit, menatap lantai batu giok yang bersih, lalu bergumam pelan, “Katanya sistem ini punya sensor rasa sakit yang dikurangi, ya? Hmm... ayo kita uji coba langsung.”
Tanpa ragu, ia mengangkat tubuhnya sedikit, hendak membenturkan kepala ke lantai.
Namun sebelum sempat menyentuh batu, sebuah tangan menarik kerah bajunya dari belakang.
“Bro, kau gila?”suara temannya terdengar tegang. “Kau mau mati? Itu kepala, tahu!”
Pemuda jangkung itu menoleh santai. “Tenang, ini cuma game. Aku cuma mau mengetes sistem rasa sakit, bukan bunuh diri beneran.”
Temannya menyipitkan mata, lalu mengangkat tinjunya pelan. “Kalau begitu, gimana kalau aku saja yang bantu tes? Kebetulan aku masih kesal sama kau dari kemarin.”
Wajah pemuda tinggi itu langsung berubah. “Oke, oke, kepala dibatalkan. Bukan berarti aku suka eksperimen dengan hidung berdarah juga.”
Di sisi lain, seorang gadis berambut pendek dengan warna hitam pekat tiba-tiba berhenti melangkah. Hidungnya sedikit terangkat, matanya melebar.
“Serius…” bisiknya.
Ia menoleh ke kanan dan kiri, lalu menghirup pelan.
“Aku bisa nyium bau dupa,” ujarnya penuh takjub. “Sumpah, ini lebih nyata dari kamarku sendiri. Bahkan karpet kamarku nggak pernah bau setenang ini.”
Mereka kagum dengan reaslime game ini, dan beberapa mulai berjalan berkeliling dengan rasa penasaran. Langkah mereka masih ragu, tapi setiap langkah menciptakan gema kecil di lantai batu qi.
“Aku merasa... memasuki dunia lain. Bukan game,” gumam seorang pemain dengan suara parau. “Langitnya beneran, bukan render. Nafas ini... ringan banget.”
Tawa, decak kagum, dan langkah-langkah tak beraturan memenuhi Aula Kebangkitan. Pandangan para pemain terpaku pada langit-langit menjulang tinggi, tempat simbol-simbol qi bersinar samar, berputar perlahan sebelum menghilang ke dalam batu giok. Dinding-dinding yang dipahat halus dengan pola awan dan naga memantulkan cahaya spiritual, sementara formasi qi di lantai memudar perlahan, seolah baru saja menyelesaikan tugas suci.
Di tengah hiruk pikuk itu, seorang gadis bertubuh mungil berdiri diam.
Rambut putih keunguan terikat dalam dua ekor kuda di kiri dan kanan, bergoyang ringan mengikuti arus qi. Sepasang mata tajam berkilau layaknya kelopak bunga lily menatap lurus ke arah sisa-sisa cahaya formasi. Tubuhnya kecil, tak mencolok dibanding para pemain lain, namun ekspresi wajahnya...jauh dari kekaguman polos.
ToxicLily hanya mengedip sekali. Pelan dan datar.
Kemudian ia menoleh ke sekeliling dengan tatapan malas yang mengandung penilaian.
“...Jadi ini yang disebut VR?” gumamnya, suara lirih namun jelas.
Ia mengangkat satu kaki perlahan, lalu menjatuhkannya kembali ke lantai.
Mata sipitnya menyelidik.
—Kokoh. Nyata. Hangat. Ada tekanan... tapi tak ada rasa sakit.
Ia mengangkat tangannya perlahan, menyentuh rambutnya sendiri. Lembut, nyata. Satu helai diambil, lalu dilepas begitu saja. Helai itu melayang turun dalam lengkung lambat, jatuh ke lantai batu yang mengilap.
“…Astaga. Bahkan keterlambatan sarafnya menyerupai dunia nyata,” bisiknya datar.
Satu napas dihela pelan. Bukan karena kagum. Lebih tepatnya—karena terlalu kagum hingga tak tahu bagaimana harus bereaksi.
“Seperti mimpi jernih... hanya saja, terlalu... melekat.”
Di sebelahnya, suara nyaring meledak:
“WAAAAHH!! AKU BISA GERAK TANPA LAG! INI MIMPIKU, SURGA DIGITAL!!”
ToxicLily menoleh pelan. Tatapannya kosong. Sudut bibirnya terangkat setengah—bukan untuk tertawa, tapi karena rasa ingin mencibir yang nyaris tak tertahankan.
“Baru turun dari langit sudah berteriak seperti bocah yang melihat dewa.”
“Tingkah kalian... seperti pengawal istana yang baru tahu cara berjalan.”
Di sisi lain, dua pemain pria saling memberi tos dengan gaya berlebihan. Yang satu melompat. Yang satu lagi menangis, mengaku bisa mencium bau debu spiritual.
ToxicLily mendesah, menyilangkan tangan di dada melihat kelakuan mereka. Namun sebelum ia bisa mengejek mereka dalam hati lebih jauh, sebuah suara dingin dan lembut menembus udara.
DING!
Sebuah panel sistem muncul di udara, transparan dan bersinar lembut, terhampar di hadapan setiap pemain baru seperti gulungan perintah dari surga.
kamu harus pakai nick name trus : kalau percakapan GC. atau atasnya nickname bawahnya percakapan.
Cuma itu MC jadi admin atau jadi NPC yang mengakali sistem?
ntar rekrut player kan?