NovelToon NovelToon
The Vault : Organisasi Penyeimbang Dunia

The Vault : Organisasi Penyeimbang Dunia

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Fantasi / Sci-Fi / Misteri / Mata-mata/Agen
Popularitas:344
Nilai: 5
Nama Author: Saepudin Nurahim

The Vault membawa pembaca ke dalam dunia gelap dan penuh rahasia di balik organisasi superhero yang selama ini tersembunyi dari mata publik. Setelah markas besar The Vault hancur dalam konflik besar melawan ancaman luar angkasa di novel Vanguard, para anggota yang tersisa harus bertahan dan melanjutkan perjuangan tanpa kehadiran The Closer dan Vanguard yang tengah menjalankan misi di luar angkasa.

Namun, ancaman baru yang lebih kuno dan tersembunyi muncul: Zwarte Sol, sebuah organisasi rahasia peninggalan VOC yang menggabungkan ilmu gaib dan teknologi metafisik untuk menjajah Indonesia secara spiritual. Dengan pemimpin yang kejam dan strategi yang licik, Zwarte Sol berusaha menguasai energi metafisik dari situs-situs kuno di Nusantara demi menghidupkan kembali kekuasaan kolonial yang pernah mereka miliki.

Para anggota The Vault kini harus mengungkap misteri sejarah yang tersembunyi, menghadapi musuh yang tak hanya berbahaya secara fisik, tapi juga mistis, dan melindungi Indonesia dar

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Saepudin Nurahim, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Brifing Semua Tim

“Duduk semua. Kita mulai.”

Suara Dira tenang, tapi tegas. Semua agen The Vault memenuhi ruang taktis utama, dinding-dinding kaca transparan memantulkan cahaya hologram dari layar utama yang kini menampilkan logo baru: simbol Vault bersilangan dengan pola matahari hitam.

Arka, AI berbentuk humanoid transparan, berdiri di samping layar.

Bagas berdiri di sebelah Dira. Mereka tidak duduk di kursi pemimpin.

Sengaja.

“Gue tahu ini pertama kalinya kita kumpul tanpa bayangan Vanguard di atas kita,” kata Bagas. “Tapi kita nggak sendiri. Kita keluarga. Seperti yang Taki—The Closer—selalu bilang: Vault bukan tentang siapa yang paling kuat, tapi siapa yang paling siap berdiri bareng.”

Dira melanjutkan, “Zwarte Sol bukan organisasi baru. Mereka lebih tua dari semua yang kita tahu. Lebih tua dari negara ini. Didirikan VOC buat nyerap kekuatan tanah ini—secara harfiah. Metafisik. Dan sekarang mereka bangkit.”

Arka menggeser layar. Muncul peta Indonesia dengan titik-titik merah.

“Ada enam lokasi yang aktif secara metafisik dalam tiga hari terakhir,” ujar Arka. Suaranya tak beremosi, tapi setiap kata seperti palu. “Aktivitas ini tidak terdeteksi sistem modern. Tapi ada resonansi dari energi yang pernah digunakan di zaman penjajahan.”

Rendi mengangkat tangan. “Maksudnya... kayak ilmu-ilmu kolonial zaman dulu?”

“Lebih buruk,” kata Bagas. “Ilmu hitam. Ditambah teknologi metafisik yang mereka simpan selama ratusan tahun.”

Noval maju. “Jadi kita dibagi ke mana aja?”

Dira menunjuk layar. “Noval dan Intan ke Muara Jambi. Rendi dan Rivani ke Toraja. Tim lainnya akan gue beri arahan khusus setelah ini. Semua lokasi kemungkinan besar terhubung ke jejak Para Penjaga Batas.”

“Para apa?” tanya salah satu agen baru di belakang.

“Lima pahlawan sebelum era kita. Sebelum Vanguard. Sebelum Taki,” jelas Bagas. “Mereka pernah segel Zwarte Sol. Tapi segelnya mulai retak.”

Suasana ruangan mendadak berubah.

Bukan karena kata-kata Bagas.

Tapi karena pintu belakang terbuka dengan suara klik lembut.

Semua menoleh.

Seorang wanita masuk. Hitam dari ujung rambut sampai sepatu. Jumpsuit taktis dengan motif batik samar di lengan dalam. Jalan dengan tenang, tapi mata tajamnya mengamati semua. Wajahnya familiar—tapi tak bisa langsung dikenali.

“Siapa—” Intan bangkit setengah badan.

Wanita itu angkat tangan. “Sebelum kalian refleks nembak, santai. Aku bukan musuh.”

Dia melemparkan sesuatu ke meja briefing. Sebuah pisau—keris modern yang dilipat.

Rivani memicingkan mata. “Itu... keris milik—”

“Yuni Arshavin,” jawab wanita itu sendiri. “Alias Black Sundari. Adik tiri Agent Liana. Kakak kalian... lagi di orbit Mars. Jadi... aku mewakili dia.”

Hening sesaat.

Yuni nyengir setengah. “Aku nggak punya hak jadi bagian resmi Vault. Tapi kalau Zwarte Sol mau bangkit di sini, kalian nggak akan hadapi mereka sendiri.”

Rendi masih bengong. “Tunggu... lo ini... yang waktu itu muncul di Batara Raya? Yang ngebantai geng pisau di pelabuhan cuma pake dua jarum dan daun kecubung?”

Yuni angkat alis. “Ah, kabar jalan cepat juga ya.”

Dira melangkah mendekat. “Kenapa sekarang?”

Yuni menatapnya. Matanya tak sekeras sebelumnya. “Karena aku pernah lari dari semua ini. Sekarang... udah nggak bisa lagi.”

Bagas mengangguk pelan. “Kalau gitu... selamat datang. Kita butuh semua yang mau berdiri bareng.”

Arka kembali bicara. “Aktivitas Zwarte Sol meningkat cepat. Estimasi bentrokan dalam lima hari.”

Dira memutar ke semua agen. “Mulai sekarang, kalian bukan cuma The Vault. Kalian garis pertahanan terakhir.”

Yuni melirik layar. “Dan kita baru main di babak pertama.”

Semua menoleh padanya.

Dia tersenyum tipis.

> “Kalau ini perang... kita harus jadi yang paling gelap sebelum kegelapan itu datang duluan.”

Seketika, lampu ruangan mati.

Arka bergetar. “Interferensi—”

Layar berubah. Simbol matahari hitam berkedip.

Lalu muncul satu kalimat dalam bahasa Belanda kuno, lalu berubah ke Indonesia modern.

> “Kami tidak kembali. Karena kami tidak pernah benar-benar pergi.”

Dira menggenggam kerah bajunya.

Yuni sudah menghunus keris.

Dan peta di layar menunjukkan satu titik baru menyala.

Lembah Bada, Sulawesi Tengah.

Bersambung....

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!