Karena pertempuran antar saudara untuk memperebutkan hak waris di perusahaan milik Ayahnya. Chairil Rafqi Alfarezel terpaksa harus menikahi anak supirnya sendiri yang telah menyelamatkan Dirinya dari maut. Namun sang supir malah tidak terselamatkan dan ia pun meninggal dunia setelah Chairil mengijab qobul putrinya.
Dan yang paling mengejutkan bagi Chairil adalah ketika ia mengetahui usia istrinya yang ternyata baru berusia 17 tahun dan masih berstatuskan siswa SMA. Sementara umur dirinya sudah hampir melewati kepala tiga. Mampukah Ia membimbing istri kecilnya itu?
Yuk ikuti ceritanya, dan jangan lupa untuk memberikan dukungannya ya. Seperti menberi bintang, Vote, Like dan komentar. Karena itu menjadi modal penyemangat bagi Author. Jadi jangan lupa ya guys....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ramanda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
ISTRI KECILKU.
"Suami?" Widiya tampak begitu terkejut, setelah mendengar Herlina menyebut kata Suami. "Apa maksud Tante berkata seperti itu?" Tanyanya tampak penasaran.
"Nak, sebenarnya sebelum Ayah kamu meninggal, Beliau meminta Airil untuk menikahi kamu." Balas Herlina, yang akhirnya ia menceritakan semua peristiwa sebelum Ayahnya meninggal. Tangis Widya kembali pecah setelah mendengar penjelasan dari ibu mertuanya itu.
"Heuhuhu... Hiks... Kenapa Ayah melakukan ini pada Yunda? Hiks... Seharusnya Ayah tidak pergi meninggalkan Yunda. Hiks... Jadi Ayah akan menitipkan Yunda pada orang lain... Heuhuhu... Kenapa Yah?" Protes Widiya ditengah-tengah tangisannya. Sebenarnya dada Herlina terasa nyesek ketika mendengar kata orang lain dari mulut Widiya. Namun ia harus memakluminya keadaan menantunya saat ini.
"Astaghfirullah Nak. Kamu tidak boleh berkata seperti itu. Semuanya sudah menjadi takdir Allah. Kita harus sabar dan tabah menghadapi ujian ini. Ingatlah setiap ujian adalah bentuk kasih sayang Allah kepada hamba-Nya. Mamah tahu, kamu sangat menyayangi Ayah kamukan? Tapi kamu harus mengikhlaskannya, karena Allah lebih menyayanginya. Sekarang Dia sudah tenang disana Nak. Jadi kamu jangan tangisi lagi, karena itu memberatkan kepergiannya." Ujar Herlina, memberi pengertian pada Widiya.
Setelah mendengar nasehat dari Herlina, Widiya langsung menghapus air matanya, seraya berkata. "Hiks... Hiks... Maaf Tante. Hiks... Maaf karena perkataan saya yang kasar." Ucapnya dengan suara yang terdengar pelan. Namun masih terdengar oleh Herlina.
"Tidak apa-apa Sayang, Mamah memakluminya kok." Balas Herlina, seraya ia memeluk tubuh Widiya. Sambil mengusap-usap punggungnya. "Sekarang kita pulang yuk. Pasti mereka sudah menunggu-nunggu kita." Ajaknya. Seraya ia merangkul pundak Widiya. Lalu keduanya pun meninggalkan ruangan tersebut.
_________
Sementara itu di sisi lain.
Setelah melakukan perjalanan selama satu jam. Akhirnya Iring-iringan mobil yang membawa jenazah Ardi, telah sampai dirumah duka. Dan karena kondisi jenazah Ardi yang memiliki luka. Mereka pun langsung memproses Fardu kifayahnya, yaitu, memandikan, mengkafankan dan menyolatkan. Setelah semuanya selesai mereka pun langsung membawa Ardi ketempat peristirahatannya yang terakhir.
Sesampainya di pemakaman mereka langsung menguburkan Ardi yang kuburannya tepat disamping makam almarhumah istrinya. Karena itu permintaan dari Widiya. Setelah proses pemakaman selesai, sang Ustadz pun langsung mendoakan untuk kedua orang tua Widiya. Semuanya berjalan begitu lancar tanpa ada kendala sedikitpun. Jadi tak heran kalau semuanya terselesaikan dengan cepat. Dan tak berapa lama mereka mulai berpamitan satu persatu dan kini tinggallah Widiya berserta keluarga Andara.
"Nak, kita pulang yuk? Hari sudah sore dan sebentar lagi juga mau Maghrib loh, Nak?" Kata Herlina, yang memang pemakaman Ardi dilaksanakan setelah Ashar. Jadi tak heran kalau suasananya saat ini mulai gelap. "Nak, besokkan kamu bisa kesini lagi. Jadi sekarang, kita pulang dulu yuk, sayang?" Ajaknya dengan nada suara yang terdengar lembut dan juga sangat berhati-hati.
"Saya ingin disini dulu Tante. Kalau Tante dan semuanya ingin pulang, silahkan saja." Balas Widiya tanpa melihat Herlina sedikit pun. Karena tatapan matanya saat ini hanya mengarah ke kuburan Ayahnya saja.
"Ya sudah sebaiknya Mamah dan Papah pulanglah lebih dulu." Sambung Chairil.
"Baiklah Nak, tolong jagain Yunda ya?" Balas Herlina.
"Baik Mah. Oh iya Mah, Pah. Tolong rahasiakan semua kejadian hari ini. Termasuk pernikahan dengan Yunda." Kata Chairil , sedikit berbisik pada kedua orang tuanya. Membuat kedua orang tuanya. Membuat kedua tampak bingung.
"Kenapa harus dirahasiakan Nak?" Tanya Andara yang paling penasaran.
"Pah, Kitakan belum mengetahui siapa yang ingin membunuh Airil. Jadi untuk melindungi Yunda, sebaiknya kita rahasiakan dulu. Sampai kita menemukan dalang dari pembunuhan itu Pah." Jelas Chairil. Yang akhirnya kedua orang tuanya pun memahaminya.
"Ooh, baiklah kalau begitu Nak. Kamu hati-hati ya bersama Yunda, jaga dia seperti janjimu pada Ayahnya." Balas Andara, sambil menepuk pundak Chairil.
"Baik Pah, kalian juga hati-hati dijalan ya?"
"Iya Nak, ya sudah kamu pamit ya, Assalamualaikum."
"Wa'alaikumus salam." Ucap Chairil, membalas salam kedua orang tuanya.
"Ren, tolong antar mereka ya? Dan rencana yang kita bicarakan tadi, segera laksanakan. Telpon gue kalau ada yang mencurigakan, oke?" Katanya lagi pada sahabatnya yang kebetulan ikut menghadiri pemakaman Ardi.
"Oke Ril, kalau gitu gue pergi ya." Balas Rendi, dan ia pun langsung pergi menyusul kedua orang tuanya Chairil setelah mendapatkan anggukan dari sahabatnya itu. Kini tinggallah mereka berdua yang berada di pemakaman tersebut.
Untuk sesaat, Chairil hanya diam saja dan membiarkan istri kecilnya yang masih terhanyut dalam kesedihannya. Hingga akhirnya ia mendengar sayup-sayup orang mengaji di mesjid, tanda Maghrib akan datang, barulah ia menghampiri Widiya.
"Yunda, kamu dengar jugakan, suara orang ngaji di mesjid? Berarti sebentar lagi akan Adzan Maghrib. Jadi sebaiknya, ayo kita pulang." Ujar Chairil yang akhirnya buka suara.
"Anda saja sana yang pulang. Saya masih ingin disini!" Balas Widiya terdengar ketus.
"Ooh... Baiklah kalau begitu saya akan pulang duluan. Tapi kamu harus hati-hati ya? Soalnya kata orang, diwaktu Maghrib, setan-setan pada keluar. Karena hanya di waktu itu mereka diberi kebebasan." Kata Chairil, seraya matanya melihat-lihat disekelilingnya.
Mendengar perkataan Chairil, pandangan Widiya langsung mengarah padanya. "Huh! Itu mitos tau!" Katanya terdengar masih ketus. Tapi saat ia melihat mata Chairil yang melihat ke sana-sini. Ia pun akhirnya ikut memperhatikan sekeliling, makam yang terlibat begitu sunyi dan mencekam.
"Benarkah, itu hanya mitos? Tapi itu apa yaa? Yang putih-putih disana?" Goda Chairil. Sambil tangan seperti menunjuk sesuatu. Namun Widiya tak berani menolehkan wajahnya. Bahkan ia langsung bangkit dari duduknya, dan langsung ngacir meninggal Chairil.
"Huaaaaa.... Ayaaah Yunda takuut!!" Teriaknya, sembari berlari sangat kencang tanpa menoleh kebelakang sedikitpun. Membuat Chairil langsung tertawa terbahak-bahak melihat tingkah laku istri kecilnya.
"Uhahahaha... Akhirnya dia mau pulang jugakan? Hahahaha.... Lucu banget sih istri kecilku?"
Bersambung
┈┈••✾•◆❀◆•✾••┈┈
Jangan lupa tinggalkan jejaknya ya guys. Kasih bintang, Like, Vote, dan komentar, kalau suka dengan novel baru Author ini, oke? Syukron 🙏🏻
thor prasaan dkit bngt dah up ny, ga terasa/Grin/
double up kk/Grin/
prsaan trsa dkit ya mmbca krya tiap bab ny/Grin/.
brhrap ada double up, triple up. pisss hny brcnda tpi smga diwujudkn/Grin/