"The Secret Behind Love." adalah sebuah cerita tentang pengkhianatan, penemuan diri, dan pilihan yang sulit dalam sebuah hubungan. Ini adalah kisah yang menggugah tentang bagaimana seorang wanita yang bernama karuna yang mencari cara untuk bangkit dari keterpurukan nya, mencari jalan menuju kebahagiaan sejati, dan menemukan kembali kepercayaannya yang hilang.
Semenjak perceraian dengan suaminya, hidup karuna penuh dengan cobaan, tapi siapa sangka? seseorang pria dari masa lalu karuna muncul kembali kedalam hidupnya bersamaan setelah itu juga seorang yang di cintai nya datang kembali.
Dan apakah Karuna bisa memilih pilihan nya? apakah karuna bisa mengendalikan perasaan nya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon jhnafzzz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10. Kehidupan Baru.
Karuna duduk di tepi ranjang kecil yang baru saja ia susun di dalam kamar yang sempit. Matanya menatap ke sekeliling, melihat dinding yang tak begitu terawat, lantai yang sedikit berdebu, dan jendela yang tak cukup besar untuk memberi banyak cahaya. Ini adalah rumah baru mereka, sebuah rumah sederhana di sebuah kompleks yang jauh dari kemewahan yang dulu ia kenal. Namun, meskipun tak ada kemewahan di sini, Karuna merasa ada kedamaian yang mulai tumbuh di dalam dirinya. Tempat ini mungkin bukan rumah impian, tetapi di sinilah ia akan mulai membangun hidup baru—untuk dirinya dan Ethan.
Ethan sedang duduk di lantai, asyik dengan mainan kecil yang ia bawa, tertawa kecil saat berhasil menyusun balok-balok warna-warni menjadi sebuah menara kecil. Senyum lebar menghiasi wajahnya, meskipun Karuna tahu, di balik tawa itu, ada kekhawatiran dan kebingungannya sendiri. Karuna mendekat, menyentuh bahu anaknya dengan lembut.
“Ethan, sudah waktunya tidur, sayang,” katanya dengan suara lembut, berusaha memberi kenyamanan meskipun dirinya sendiri merasa tak tenang.
Ethan mengangguk dan mengikuti Karuna ke tempat tidur. Sebelum tertidur, ia menatap ibunya dengan mata yang tampak penuh tanya. “Mama, apa kita akan tinggal di sini?”
Karuna menunduk, menyisir rambut Ethan dengan jemarinya. "Ya, sayang. Ini rumah baru kita. Kita akan membuatnya nyaman, pelan-pelan. Yang terpenting, kita bersama-sama."
Ethan tertidur dengan tenang, dan Karuna duduk di sampingnya, membelai kepalanya sambil berdoa dalam hati. Ia berdoa agar mereka bisa bertahan, agar anaknya bisa tumbuh bahagia meskipun di tengah segala keterbatasan. Setelah beberapa saat, Karuna beranjak dari tempat tidur, matanya menatap jam dinding yang menunjukkan pukul sepuluh malam. Ia tahu, hari esok akan penuh dengan tantangan baru.
Pagi-pagi sekali, sebelum fajar menyingsing, Karuna sudah bangun. Ia mempersiapkan sarapan sederhana untuk Ethan—roti bakar dengan telur dan secangkir susu. Setelah anaknya selesai makan, ia memberinya ciuman di kening, dan melangkah keluar dengan langkah cepat, menuju pekerjaan pertamanya.
Di kompleks perumahan ini, ada sebuah toko kelontong kecil milik Pak Hasan, seorang pria paruh baya yang sudah cukup lama tinggal di kawasan ini. Pak Hasan baru saja mencari pekerja untuk menjaga toko dan membersihkannya setiap hari, dan Karuna, yang memang sedang membutuhkan pekerjaan, tidak berpikir panjang. Ia menerima tawaran itu meskipun dengan bayaran yang sangat kecil, hanya cukup untuk biaya hidup sehari-hari.
Toko itu terletak di sudut kompleks, tidak jauh dari rumah kontrakan mereka. Saat Karuna tiba di sana, Pak Hasan sudah menunggu di depan, mengenakan kaos lusuh dan celana pendek, tampak seperti orang yang tak begitu mempermasalahkan penampilan.
"Selamat pagi, Karuna," sapanya dengan ramah, meskipun wajahnya terlihat lelah. "Jadi, kamu sudah siap bekerja hari ini?"
"Selamat pagi, Pak Hasan," jawab Karuna, tersenyum kecil. "Saya siap. Apa yang harus saya lakukan?"
Pak Hasan mengangguk dan menunjuk ke arah rak-rak yang berantakan. "Cukup banyak pekerjaan yang harus diselesaikan, Karuna. Kalau bisa, kamu bisa mulai dengan membersihkan lantai dan merapikan barang-barang di rak. Kalau ada yang perlu dijaga atau dibantu, kamu tinggal duduk di sini. Toko ini memang kecil, tapi pelanggan kadang banyak yang datang juga."
Karuna mengangguk, mengambil sapu dari sudut toko dan mulai menyapu lantai yang berdebu. Meski pekerjaannya sederhana, ia merasa bahwa ini adalah langkah yang benar—satu-satunya cara untuk memberikan kehidupan yang lebih baik untuk Ethan. Terkadang, di tengah kerja kerasnya, ia merenung sejenak—betapa jauh perjalanan hidupnya kini. Dari seorang istri yang dulu hidup di rumah besar, kini ia harus berjuang keras hanya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Namun, ia tidak boleh menyerah. Untuk Ethan, ia harus kuat.
Setiap hari, setelah bekerja di toko, Karuna akan kembali ke rumah dan meluangkan waktu bersama Ethan. Ia tak lagi memiliki waktu untuk diri sendiri, tak ada waktu untuk menangis atau mengeluh. Semua perhatian dan energinya dicurahkan untuk memastikan bahwa Ethan mendapatkan yang terbaik. Meskipun ia merasa lelah setiap malam, meskipun terkadang ada perasaan hampa yang menyelinap masuk, ia tetap berusaha memberikan kehidupan yang penuh kasih untuk anaknya.
Di malam hari, ketika Ethan tertidur, Karuna sering duduk di meja dapur kecil yang ada di sudut ruang tamu mereka, menulis catatan kecil tentang apa yang harus dilakukan esok hari. Ia mencatat pengeluaran mereka, apa yang mereka butuhkan, dan bagaimana ia bisa menghemat lebih banyak uang untuk keperluan lainnya. Ia tahu, tidak ada yang bisa mengubah masa lalunya, tetapi masa depan mereka masih terbuka lebar.
Suatu malam, setelah selesai mencuci piring, Karuna duduk sejenak, menatap jendela kamar yang menghadap ke halaman kecil yang rindang. Di luar, suara angin malam terdengar tenang. Dalam keheningan itu, ia merasakan sebersit kesepian, tetapi juga ada rasa damai yang mulai ia rasakan. Mungkin hidup ini tidak akan mudah, tetapi ia sudah membuat pilihan. Ia telah memilih untuk melangkah maju, untuk tidak lagi terjebak dalam kenangan yang hanya akan menyakitkan.
Seiring berjalannya waktu, Karuna mulai terbiasa dengan rutinitas barunya. Pagi-pagi sekali, ia akan pergi bekerja di toko, membersihkan setiap sudut, menjaga rak-rak barang, dan kadang melayani pelanggan yang datang. Ia tidak lagi merasa malu dengan pekerjaan ini, meskipun dulu mungkin ia merasa lebih dari cukup untuk hidup tanpa harus bekerja keras. Namun, kini, setiap senyuman dari Ethan dan kebahagiaan kecil yang mereka rasakan bersama di rumah kontrakan sederhana ini sudah cukup membuatnya merasa bahwa ini adalah pilihan yang tepat.
Satu bulan berlalu. Karuna sudah mulai beradaptasi dengan kehidupan baru mereka. Walaupun sering merasa lelah, terutama setelah bekerja sepanjang hari, ia merasa bahwa ada kemajuan yang perlahan tercipta. Ethan semakin ceria, meskipun sesekali, ketika ia bertemu dengan teman-temannya yang masih memiliki ayah, ada kesedihan yang terlihat di matanya. Karuna selalu berusaha menjelaskan bahwa mereka masih memiliki keluarga—meskipun tidak lengkap—dan bahwa ia akan selalu ada untuk Ethan, apapun yang terjadi.
Suatu sore, setelah Karuna selesai bekerja dan bergegas pulang ke rumah, ia melihat seorang anak kecil berlarian di sekitar kompleks. Anak itu tertawa riang, dan dalam hatinya, Karuna merasa sedikit lega. Mungkin, meskipun hidup mereka sekarang kekurangan ekonomi, mereka tetap bisa menemukan kebahagiaan dalam hal-hal kecil.
Ethan berlari mendekat, tersenyum lebar, "Mama, lihat! Aku bisa naik sepeda tanpa bantuan!"
Melihat senyum itu, Karuna merasa seperti hidupnya mulai kembali berputar pada jalurnya. Ada banyak hal yang masih harus ia hadapi, banyak tantangan yang belum terselesaikan, tetapi dengan setiap langkah kecil ini, ia tahu bahwa ia dan Ethan akan bisa menjalani hidup baru mereka—selangkah demi selangkah.