"Jangan harap aku akan tunduk kepada siapapun! Apalagi seorang wanita sepertimu!" Alaska Dirgantara.
"Sekeras apapun hatimu menolakku, aku tidak peduli! Akan aku pastikan hati sekeras batu itu luluh dengan caraku!" ucap Arumi Nadya Karima.
Alaska Dirgantara, merupakan pewaris tunggal Dirgantara. Pria keras dan kasar yang terpaksa harus menerima perjodohan dengan wanita pilihan Papa Farhan---ayah kandungnya, sebagai syarat untuk mendapatkan aset keluarganya.
***
Terbangun dari koma selama tiga bulan, Arumi Nadya Karima dikagetkan dengan status barunya yang tiba-tiba sudah menjadi istri dari pria kejam yang bahkan tidak dikenalinya sama sekali. Dan lebih parahnya lagi, ia hanya dijadikan alat untuk mempermudah jalannya mendapatkan aset Dirgantara dari ayah mertuanya.
Akankah Arumi mampu menjalini hari-harinya berganti status seorang istri dari pria keras dan kejam? Atau memilih pergi dari suaminya? Yuk ikuti kisah selanjutnya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lina Handayani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 10 : Membiasakan Diri
..."Terimalah apa yang menjadi takdirmu. Dan jangan bandingkan hidupmu dengan hidup orang lain, kerena semua orang mempunyai jalan takdirnya masing-masing. Jika ingin seperti yang lain, lihatlah dulu langkah terjang belakangmu."...
...~~~...
Kini mobil mewah milik Papa Farhan sudah memasuki gerbang rumah mewah yang bertingkat itu. Penjagaannya juga cukup ketat, tapi siap siaga jika sudah ada perintah dari bosnya.
Pintu mobil pun dibuka oleh penjaga yang lainnnya. Kemudian keluarlah Papa Farhan serta keluarga juga anggota baru di dalam keluarganya yang tidak lain, ialah Arumi. Gadis cantik itu tetep terlihat anggun walupun menggunakan pakaian tertutup, didampingi oleh suaminya.
Tatapan Alaska tidak pernah lepas dari Arumi. Entah kenapa penjaga kepercayaan Alaska sangat heran melihat atasnya menatap begitu dalam wanita yang sudah berstatus istri atasannya itu. Setahunya, ia tidak pernah melihat sisi ini dari dalam diri Alaska.
"Silahkan masuk Tuan, Nyonya." Suara itu mengangetkan Arumi yang tidak menyangka bahwa pelayan di rumah ini sangat banyak. Ia menjadi penasaran sebenarnya suaminya itu orang seperti apa, sampai rumah keluarganya saja semewah ini, di dalamnya bagaikan istana di negri dongeng.
"Arumi, kenapa diam saja di sana? Ayo masuk!" ajak Mama Rina yang kini sudah berada di dalam rumah bersama Papa Farhan.
"Eh iya Ma," ucap Arumi yang masih canggung.
"Alaska bawa istrimu masuk. Jangan buat dia berdiri seperti itu terlalu lama, Arumi baru sembuh nanti sakit lagi gimana? Bawa dia langsung ke kamarmu, nanti Mama bawakan makanan untuknya ke atas," ujar Mama Rina menatap Alaska yang masih di ambang pintu karena Arumi hanya diam saja.
Alaska hanya mengangguk, ia belum ingin memperlihatkan sikap aslinya terhadap Arumi. Matanya seketika menatap Arumi, lalu sedikit memaksanya masuk ke dalam rumah.
"Ayo sayang. Jangan malu-malu, ini sudah menjadi rumahmu juga," ucap Alaska yang langsung menggandeng tangan Arumi untuk segera masuk, sedangkan Arumi hanya pasrah mengikuti langkah suaminya.
Sesampainya di depan pintu kamar, Alaska membuka pintu kamarnya dengan sangat lebar. Terlihat kamarnya penuh riasan dan bunga-bunga bertebaran di atas tempat tidur juga di bawah lantai, dilengkapi dengan lilin-lilin beraroma yang membuat kesannya semakin romantis. Alaska susah yakin kalau ini adalah udah Mama Rina, ia muak melihat itu semua. Namun, ia malah menyunggingkan senyuman khasnya.
Tanpa aba-aba, Alaska menggendong Arumi secepat kilat. Untung saja tidak jatuh, karena pertahanan tubuh Alaska cukup kuat untuk memangku beban tubuh Arumi yang cukup ideal.
"Aaaa! Turunin takut!" keluh Arumi yang kaget mendapatkan perlakuan yang tidak terduga dari suaminya.
"Sudah, jangan takut istriku. Ini akan menjadi kesan indah untukmu sebelum kita pindah ke rumah baru yang sudah aku siapkan khusus untukmu," bisik Alaska yang membuat seluruh tubuh Arumi merinding. Tidak tahu kenapa, setiap Alaska berbicara membuat tubuh Arumi merinding dibuatnya.
"Rumah? Apa kamu menyiapkan rumah untukku? Tapi buat apa? Kan tadi kamu bilang kita bisa tinggal di sini," sahut Arumi kini memberanikan diri untuk bertanya.
"Shuttt! Jangan banyak bicara! Nanti kamu akan tahu semuanya, karena itu adalah sebagian mahar dariku," kata Alaska dengan santainya membawa masuk tubuh Arumi yang berada digendongannya.
Arumi cukup kaget mendengar penuturan suaminya, ia diberikan mahar rumah. Tidak pernah disangka olehnya bahwa banyak hal yang tidak terduga terjadi sebelum ia tersadar dari koma.
Sekian lama Arumi memikirkan semua itu, dikagetkan lagi dengan tubuhnya yang tiba-tiba saja sudah dibaringkan di atas tempat tidur oleh Alaska dengan lembut. Bahkan, ia juga sampai tidak menyangka Alaska sebaik dan seromantis itu. Sangat berbeda jauh pada saat pertama kali melihatnya.
"Terimakasih," ucap Arumi malu-malu. Alaska sekilas tersenyum, lalu mengangguk.
Tidak lama, pintu kamar Alaska ditutup rapat. Laki-laki bertubuh tegap itu menghampiri istrinya yang masih duduk di tepian tempat tidur. Tidak berubah, masih sama seperti pada saat ia menurunkan tubuh gadis itu.
"Kenapa diam saja? Istirahatlah, nanti Mama akan datang kemari. Aku bersih-bersih dulu," ucap Alaska yang mulai berbeda. Ia juga langsung masuk ke dalam kamar mandi tanpa berkata lagi.
"Emm ... iya, sebentar lagi aku tidur," ucap Arumi ragu-ragu dengan menutupi bahwa ia kini merasa sangat lapar karena belum memakan sesuatu lagi dari tadi, sehingga membuat perutnya sakit.
Tok! Tok! Tok!
"Arumi sayang, ini Mama. Tolong buka pintunya!" ujar Mama Rina di luar pintu kamar Alaska.
"Iya Ma, tunggu sebentar!" Arumi bergegas turun dari tempat tidur, lalu berjalan ke arah pintu yang sempat ditutup Alaska tadi.
Dengan tangan halusnya, ia membuka pintu itu cukup lebar. Matanya tiba-tiba menatap makanan yang dibawa oleh mama mertuanya, sempat Arumi meneguk lidah dibuatnya. Singgung pas sekali, ia sedang lapar.
"Mama bawakan ini untuk kamu. Mama masuk ya?" tanya Mama Rina sembari terseyum ramah.
"Masuk saja Ma, suami Arumi juga masih di kamar mandi," ucap Arumi yang masih bingung harus memanggil apa kenapa suaminya.
"Loh kamu ni, panggil saja Mas Alaska gitu. Kan sekarang dia sudah menjadi suamimu masa gitu bilangnya," ujar Mama Rina menyarankan kepada menantunya.
"Emm ... iya Ma, nanti Arumi panggilnya Mas Alaska," cicitnya sedikit ragu.
"Nah gitu dong kan enak didengernya. Sekarang kamu makan ya? Ini sekalian Mama siapkan obat kamu, nanti langsung di minum jangan sampai lupa! Mama enggak mau menantu Mama sakit lagi," ucap Mama Rina sembari menyimpan nampan penuh makanan, dan juga satu gelas susu yang di simpan di meja depan sofa.
"Terimakasih Ma. Maaf Arumi jadi ngerepotin Mama bukannya bantu," ujar Arumi yang sangat malu dilayani seperti itu oleh Mama Rina.
"Tidak apa sayang, kamu sekarang anak Mama juga. Jadi, sudah sepantasnya Mama seperti ini. Kedepannya kamu harus mencoba membiasakan diri di sini ya? Karena sekarang ini adalah keluargamu," ucap Mama Rina lembut soraya memberikan pengertian.
"Iya Ma, insyaallah Arumi mencoba membiasakan diri di sini Ma. Mama sangat baik kepada Arumi sama seperti Ummi. Terimakasih ya Ma sudah menerima Arumi sebagai menantu Mama di sini, Arumi bersyukur mendapatkan mertua baik seperti Mama juga Papa," ucap Arumi terharu melihat sikap kedua mertuanya begitu mengutamakan dirinya, walaupun baru hari pertama.
"Sama-sama sayang, kamu juga menantu terbaik buat Mama. Sudah jangan menangis begitu, kamu harus istirahat. Cepat makanlah! Nanti Alaska marah sama Mama karena buat kamu sedih seperti ini." Mama Rina mengucap air mata yang hendak jatuh di pipi Arumi.
"Mama tinggal dulu ya? Nanti kalau kamu butuh apa-apa panggil saja Mama di bawah," ujar Mama Rina yang kini kembali meninggalkannya kamar Alaska.
Arumi hanya mengangguk menjawab ucapan Mama Rina, ia tidak ingin jika merepotkan mertuanya lagi. Sudah dipikirkan, Arumi ingin cepat pulih lagi supaya bisa membantu mertuanya, dan juga melayani kebutuhan suaminya nanti. Walaupun begitu, Arumi belum bisa terbiasa dengan rumah barunya sekarang, karena masih ingat rumah kedua orang tuanya yang sering kali penuh santriwan dan santriwati, sedangkan di sini banyaknya pelayan.