Puncak Kesabaran

Batal Umroh

Perempuan berbaju abaya hitam itu berlari menuju kafe tempat temannya menunggu, mendengar kabar yang tidak terduga dari Ayah temannya membuat dia ingin cepat-cepat minta penjelasan kebenarannya.

Bagaimana bisa teman yang bahkan ketakutan dan menghindari laki-laki itu menikah secara tiba-tiba, sebenarnya ada apa? pikirannya berkecamuk memikirkan keadaan ini. Bagaimana bisa dia tidak memberi kabar apa-apa, bahkan yang mengkabarinya adalah Ayahnya itupun bukan karna membangi undangan namun untuk pembatalan jadwal Umroh.

Aghni bekerja di agen travel milik keluarga besarnya di bagian administrasi pendaftaran. Mengetahui dengan jelas jadwal keluarga temannya itu akan pergi umroh dua bulan yang akan datang. Surat-surat yang sudah diurus sejak satu bulan yang lalu itu, tiba-tiba saja satu nama dibatalkan. Yang semakin membuat dia kaget yang dibatalkan adalah nama Fidzah, teman dekatnya. Rasa-rasanya nyaris tidak mungkin Fidzah sendiri yang membatalkan niatnya, dia sangat tau bagaimana semangatnya anak itu tiap kali bercerita tentang rencana keberangkatannya yang sudah di rancang sejak tahun lalu.

Lalu kenapa tiba-tiba saja jadwalnya dibatalkan? Padahal minggu depan adalah jadwalnya untuk mengurus paspor dan visa. Fidzah sebenarnya kenapa? hanya dalam beberapa minggu semua rencana yang kamu bangun tiba-tiba saja berubah.

Aghni menatap tajam perempuan yang sedang duduk sendirian di dekat jendela itu, dia tidak terima kalau harus tiba-tiba ditinggal nikah tanpa persiapan begini, dia belum biaa membayangkan dengan siapa lagi dia akan healing time Ziarah jika bukan dengan Fidzah.

"Zah kenapa tiba-tiba batalin jadwalnya coba? Aku gak tau seburu apa kamu mau nikah, tapi ya setidaknya tunggu dulu sampai selesai jadwal umroh kita." Aghni terus mencecar Fidzah dengan pertanyaanya dan yang diajak bicara hanya diam tanpa suara.

"Kan aku udah bilang, akan aku usahakan aku ikut rombongan bulan Ramadhan nanti. Biar kita bisa sekalian umroh sama-sama. Aku tau pembatalanmu masih bisa diurus travel, aku gak masalahin kerugiannya. Cuma kenapa?" Tak ada respon dari Fidzah namun tatapan Fidzah pada Aghni seolah mempersilahkan dia terus mengeluarkan unek-uneknya.

"Aku inget waktu awal itu mamamu minta tambahan kouta belum pasti, itu buat Satria kan? tapi kenapa tiba-tiba malah dikurangin mana nama kamu lagi. Gimana Aku gak syok coba" Pertanyaan Aghni terhenti sebab dia sibuk membuka Hpny dan mencari-cari foto undangan JPG yang diedit seadanya.

"Terus ini apa lagi ... Icha ngasih ini ke Aku, katanya mau ngajakin kondangan bareng. Gimana mau hadir, orang aku aja gak diundang bahkan gak dikasih tau. Dia siapa? kenapa terburu-buru begini sih, aku tau kamu sama Satria bakalan begini, sama-sama ada kemungkinan di jodohin. Tapi kenapa terburu-buru begini, ini kenapa, ada apa? apa yang gak boleh Aku tau?" Tatapannya pada Fidzah sudah mulai meredup, nafasnya terengah-engah setelah berbicara kelewat cepat.

"Aku udah cukup kaget rencana umroh kita dibatalin Papamu secara sepihak begini, sekarang saking kagetnya aku dah gak punya tenaga lagi, aku gak tau harus bereaksi bagaimana. Zah ... Aku temen kamukan?" Ucap dengan lirih namun sarat emosi.

"Minggu depan." Jawab Fidzah tanpa berani mendongakkan kepalanya. "Aku tau banyak rencana yang bakal dirubah sama Papa sejak minggu lalu gara-gara kesalahanku, tapi aku gak nyangka hak pertama diputuskan dan diurus sama papa adalah pembatalan umroh." Fidzah juga kaget mendapati kabar kursinya dicabut secara paksa tanpa pemberitahuan apa-apa dan tanpa persetujuannya.

Perkataannya hari itu tentang menyerahkan semua keputusan ke papanya, akan berakhir pada kegagalan keberangkatan ke kota yang dari dulu ada dalam Doanya. Dia tidak dapat menyesalinya sebab percuma. Namun dalam relungnya ada kekecewaan yang dalam terhadap dirinya sendiri, sembari bertanya-tanya. Bagaimana awalnya, kenapa akhirnya bisa sejauh ini.

Aghni menatap curiga pada Fidzah, perubahan ekspresi wajahnya cukup mengusik Aghni. Kenapa Fidzah malah berwajah murung, bukankah sebentar lagi anak ini jadi istri orang, harusnya sedikit banyaknya dia merasakan kebahagian.

Fidzah adalah seorang anak yang cukup pintar. Dia mengenal

Fidzah sejak pertama kali masuk ke Pesantren, kepribadiannya cukup kontras dengan pakaiannya yang membuat Aghni tertarik dan penasaran. Keduanya dulu adalah musuh berat. Karna bagi Aghni Fidzah adalah orang yang menjebalkan, kelakuannya tak mencerminkan pakaiannya.

Fidzah sering terlihat berjalan bersama laki-laki berbeda, entah bagaimana pergaulannya sebelum masuk pesantren tapi seakan hak itu tidak dia tinggalkan. Awalnya dia ingin berteman dengan anak seceria dan seaktif Fidzah, karna dia terkenal anak yang humoris. Tapi saat Aghni mengetahui kebiasaan buruknya, sedikit demi sedikit Aghni menjaga jarak sampai dia mengenal Fidzah lebih jauh. Kepribadian dan Akhlaqnya baik, justru Aghni yang kebanyakan prasangka buruk.

Walau beberapa tahun mereka sempat berperang dingin, lebih tepatnya Aghni yang cukup sinis dengan kelakuan Fidzah, entah karna dia banyak tanya, atau karna terlalu ceroboh. Terlalu banyak hal yang ingin Aghni benci dalam diri Fidzah.

Namun nyatanya Allah berkehendak lain. Fidzah justru menjadi satu-satunya teman yang ingin Aghni jaga pertemanannya. Setelah lebih 2 tahun kelulusannya, kedekatan mereka lebih terjalin.

"Minggu depan datang yaa ... Hari jum'at, Akadnya jam setengah sembilan. Itu fotonya burik karna yang ngedit Amy, hehe." Fidzah terkekeh geli memunculkan senyum yang tidak sampai ke matanya di hadapan Aghni dapat membaca raut wajahnya. Aghni sudah terlalu lama jadi pembenci nomer satu Fidzah di pesantren, dia terlalu sering mencari kesalahan musuhnya, makanya dia cukup jeli dengan sikap Fidzah berbeda. Karna terkadang musuh lebih perhatian daripada teman sendiri, karna hanya musuh yang dapat mengoreksi kesalahan kita dengan tepat.

"Gak usah cerita juga gak papa kok Zah, Aku gak maksa. Aku cuma mau bilang, kalau udah gak tahan jangan dipaksa, berhenti aja. Istirahat bentar, Temen juga bisa jadi halte buat kamu. Singgah sejenak, sebelum melanjutkan perjalanan yang panjang."Ucap Aghni lembut sembari menepuk-nepuk pundak Fidzah lembut.

"Terimah Kasih dan Maaf Aghni." Isak tangis Fidzah, kesabarannya di uji ketika Tuhan menambakkan kekuasaan-Nya.

Kita terlalu yakin dengan satu rencana dan dengan lancang menaruh dan menyusun rencana yang lain, kadang kita lupa dengan melibatkan Allah semua urusan kita. Sebesar dan serapi apapun rencana kita, Tuhan jua yang menentukannya. Kita sebagai makhkuk hanya berdoa dan berkeyakinan atas semua perkara yang kita jalani adalah jalan terbaik yang telah Allah siapkan untuk diri kita.

Tuhan memberikan suatu masalah tidak meminta kita untuk menyesaikannya, Tuhan hanya minta kepada kita agar menerima dan kembali kepadaNya, karna hanya dengan menyerahkan semua perkara itu kembali kepada yang menciptakannya lah masalah itu akan selesai. Kita hanya dipinta untuk sabar menerima, jalan keluarnya Allah jua menunjukkannya.

***

Satu Vote dan like kalian membantu menyemangati kami dalam menulis

Dan sedikit Hadiah kalian sangat berarti untuk kami memperbaiki tulisan dan menyajikan bacaan yang lebih berkualitas dengan mempunyai tablet sebagai Fasilitas.