NovelToon NovelToon
When It Rains I Find You

When It Rains I Find You

Status: sedang berlangsung
Genre:Romansa / Slice of Life
Popularitas:2.9k
Nilai: 5
Nama Author: Putu Diah Anggreni

Nana, gadis pemberani yang tengah berperang melawan penyakit kanker, tak disangka menemukan secercah keajaiban. Divonis dengan waktu terbatas, ia justru menemukan cinta yang membuat hidupnya kembali berwarna.

Seorang pria misterius hadir bagai oase di padang gurun. Sentuhan lembutnya menghangatkan hati Nana yang membeku oleh ketakutan. Tawa riang kembali menghiasi wajahnya yang pucat.

Namun, akankah cinta ini mampu mengalahkan takdir? Bisakah kebahagiaan mereka bertahan di tengah bayang-bayang kematian?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Putu Diah Anggreni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 9: Melodi dan Memori

Seminggu udah berlalu sejak trip kita ke Borobudur. Hari ini, Arga janji mau ngajarin gue main gitar. Gue deg-degan. Bukan karena takut belajar gitar, tapi karena... yah, lo tau lah.

Gue mondar-mandir di ruang tamu, sesekali ngecek jam dinding. Udah jam 3 lewat 15 menit, tapi Arga belum muncul juga. Gue mulai gelisah. "Apa dia lupa ya?" gumam gue pelan.

Tiba-tiba, bel pintu berbunyi. Jantung gue langsung berdebar kenceng. Gue buru-buru ke pintu dan membukanya.

Dan di sanalah Arga berdiri, dengan senyum hangatnya yang bikin lutut gue lemes. Rambut hitamnya sedikit berantakan tertiup angin, dan mata cokelatnya bersinar cerah. Dia bawa gitar akustik yang keliatan udah agak tua.

"Sorry telat," dia nyengir, memperlihatkan lesung pipinya yang bikin gue makin meleleh. "Macet parah tadi."

Gue berusaha menenangkan detak jantung gue yang udah kayak drum band. "It's okay. Masuk gih."

Arga masuk ke ruang tamu. Dia ngeluarin gitarnya dari tas dengan hati-hati, seolah itu harta karun.

"Nah, ini gitar pertama gue," dia ngelus-elus badan gitar dengan sayang. "Udah 10 tahun lebih nih. Banyak kenangan sama si cantik ini."

Gue ngangguk-ngangguk, terpesona sama cara Arga memandang gitarnya. "Kok lo bisa main gitar? Pasti ada ceritanya nih."

Dia ketawa, suaranya merdu di telinga gue. "Dulu waktu SMA, gue gabung band. Namanya 'Melodi Hati'. Cheesy banget ya? Tapi ya gitu deh, cuma bertahan setahun doang."

"Kenapa bubar?" gue penasaran, duduk di sebelahnya di sofa.

Arga diem sebentar, matanya menerawang. "Well... vokalisnya meninggal. Kecelakaan."

Gue kaget, refleks megang tangan dia. "Oh... sorry, Ga. Gue nggak bermaksud..."

Dia senyum tipis, balas menggenggam tangan gue. Sentuhan itu bikin kupu-kupu di perut gue mengepak kencang. "It's okay, Na. Udah lama kok." Dia narik napas. "Anyway, ayo kita mulai! Siap jadi rockstar?"

Gue ketawa. "Siap dong! Tapi kalo gue jadi rockstar, lo jadi apa?"

Arga nyengir. "Gue? Gue jadi fans nomor satu lo lah!"

Selama sejam ke depan, Arga ngajarin gue dasar-dasar main gitar. Dari cara megang yang bener, sampe kunci-kunci dasar. Tiap kali jari-jari kami tidak sengaja bersentuhan, gue ngerasa ada aliran listrik yang menjalar.

"Aduh!" gue meringis. Jari-jari gue sakit banget.

Arga ketawa lembut. "Sabar, namanya juga baru belajar. Nanti lama-lama jari lo bakal kebentuk kok." Dia mengambil tangan gue, memijat jari-jari gue pelan.

"Gini aja, tiap hari lo latihan bentar. Lama-lama pasti bisa." Ucapnya.

Gue cemberut, tapi diam-diam menikmati sentuhan Arga. "Iya deh, Pak Guru."

"Oke, coba kita latihan lagu gampang ya," Arga mulai mainin intro sebuah lagu.

Gue langsung kenal. Mata gue berbinar. "Eh, ini kan...?"

"Yep," Arga nyengir. "Laskar Pelangi. Lagunya Agnes Monica. Lo tau kan?"

Gue ngangguk semangat. "Tau banget! Dulu gue sering nyanyi ini pas SD. Itu lagu favorit gue!"

"Wah, kebetulan banget," Arga tersenyum lebar. "Itu juga lagu favorit gue. Nah, ayo kita nyanyiin bareng."

Arga mulai main, jari-jarinya menari lincah di atas senar. Gue terpesona ngeliat dia main dengan begitu mahir. Dia mulai nyanyi, dan gue ikutin meskipun suara gue sumbang parah. Tapi Arga nggak protes. Dia malah keliatan seneng banget.

"Mimpi adalah kunci, untuk kita menaklukkan dunia..."

Entah kenapa, pas nyanyi bagian itu, gue ngerasa... terharu? Mungkin karena liriknya yang ngena banget sama kondisi gue sekarang. Atau mungkin karena cara Arga natap gue saat kita nyanyi bareng, seolah-olah gue adalah satu-satunya orang di dunia ini.

Tanpa sadar, air mata gue mulai jatuh.

Arga berhenti main. "Eh, Nana? Lo nangis?" Dia meletakkan gitarnya, bergeser mendekat ke gue.

Gue cepet-cepet ngelap air mata. "Eh, nggak kok. Cuma... kemasukan debu."

Arga natap gue lembut. Dia tau gue bohong. Tapi dia nggak maksa. Instead, dia mengulurkan tangannya, menghapus sisa air mata di pipi gue. "Oke," dia senyum lembut.

"Mau istirahat dulu?" Tanyanya.

Gue ngangguk, masih terpana dengan kelembutan sentuhan Arga.

Kita duduk diem sebentar. Suasana berubah jadi lebih intim. Gue bisa denger detak jantung gue sendiri. Tiba-tiba, Arga ngomong.

"Na, boleh gue cerita sesuatu?"

Gue ngangguk, penasaran.

"Sebenernya... alasan gue berhenti main gitar bukan cuma karena band gue bubar," dia mulai cerita, suaranya pelan dan dalam.

"Tapi juga karena... adek gue." Lanjutnya.

Gue ngerutin dahi. "Adek lo?"

Arga narik napas panjang. Matanya berkaca-kaca. "Iya. Adek gue... dia kena leukemia. Meninggal 5 tahun lalu."

Gue kaget. Tanpa pikir panjang, gue langsung meraih tangan Arga, menggenggamnya erat. "Arga... I'm so sorry. Gue nggak bisa bayangin gimana rasanya..."

Dia senyum sedih, membalas genggaman tangan gue. "It's okay. Udah lama kok." Dia diem sebentar.

"Tapi ya... sejak itu gue nggak pernah main gitar lagi. Soalnya dulu gue sering banget mainin buat dia. Tiap malem, dia selalu minta gue nyanyiin lagu pengantar tidur. Dan lagu favoritnya..."

"Laskar Pelangi?" gue nebak pelan.

Arga ngangguk, matanya berkaca-kaca. "Iya. Makanya tadi... pas kita nyanyi bareng... gue jadi inget dia."

Gue nggak tau harus ngomong apa. Gue cuma bisa genggam tangan dia lebih erat, berusaha menyalurkan kekuatan.

"Terus," gue akhirnya buka suara. "Kenapa sekarang lo mau main lagi?"

Arga natap gue. Tatapannya dalam, seolah bisa membaca jiwa gue. "Karena... lo, Nana."

Gue bingung. Jantung gue mulai berdebar kencang lagi. "Gue?"

"Iya," dia senyum, tangannya membelai lembut pipi gue.

"Entah kenapa, ketemu lo bikin gue inget lagi sama adek gue. Tapi bukan dalam artian sedih. Malah... lo bikin gue inget gimana dia selalu semangat, selalu pengen belajar hal baru, meskipun dia tau waktunya nggak banyak."

Gue terharu denger kata-kata Arga. Air mata gue mulai menggenang lagi.

"Makanya," dia lanjut, matanya tidak lepas dari mata gue.

"Gue pengen bantu lo, Na. Gue pengen liat lo bahagia, kayak adek gue dulu. Dan kalo main gitar bisa bikin lo seneng... ya gue rela main lagi. Gue rela melakukan apa aja buat liat senyum lo."

Tanpa sadar, gue meluk Arga erat. Dia kaget, tapi terus bales pelukan gue. Gue bisa ngerasain detak jantungnya yang sama kencangnya dengan punya gue.

"Thanks, Ga," gue bisik di telinganya.

"Buat semuanya. Lo nggak tau berapa banyak ini artinya buat gue."

Dia cuma ngangguk, tangannya mengelus lembut rambut gue.

Kita bertahan dalam posisi itu untuk beberapa saat, menikmati kehangatan satu sama lain. Saat kita akhirnya melepaskan pelukan, mata kita bertemu. Ada sesuatu di mata Arga... sesuatu yang bikin jantung gue berdebar lebih kencang.

"Na" dia berbisik, wajahnya perlahan mendekat. "Boleh gue...?"

Gue nggak bisa berkata-kata. Gue cuma bisa mengangguk pelan.

Dan kemudian, bibir kita bertemu dalam ciuman lembut. Rasanya seperti ada kembang api yang meledak di seluruh tubuh gue. Waktu seolah berhenti. Yang ada cuma gue, Arga, dan melodi cinta yang mulai mengalun di hati kita.

Saat ciuman itu berakhir, kita berdua terengah-engah. Arga menempelkan dahinya ke dahi gue, tersenyum lembut.

"Gue rasa... gue jatuh cinta sama lo, Na," dia berbisik.

Gue tersenyum lebar. "Gue juga, Ga. Gue juga jatuh cinta sama lo."

Abis itu, kita lanjut latihan gitar lagi. Kali ini, gue mainin dengan lebih semangat. Bukan cuma buat diri gue sendiri, tapi juga buat adeknya Arga, dan buat cinta baru yang baru aja mekar di antara kita.

Dan malam itu, di ruang tamu rumah gue, diiringi suara gitar yang sumbang dan tawa yang riang, diselingi ciuman-ciuman manis, gue ngerasa... hidup. Bener-bener hidup.

Mungkin ini yang namanya keajaiban. Bukan kesembuhan ajaib, tapi momen-momen kecil yang bikin hidup jadi lebih berarti. Cinta yang tumbuh di saat yang nggak terduga. Melodi hati yang mulai mengalun indah.

Dan gue bersyukur, Arga ada di sini buat berbagi semua itu sama gue. Ini baru awal, dan gue nggak sabar untuk menulis lebih banyak lagu cinta bareng dia.

1
Kia Shoji
Hu hu hu... ❤️
Putu Diah Anggreni
Aku juga pas buatnya nangis kak/Sob/ Apalagi ini hasil imajinasi aku yg lagi di kemo/Sob//Cry/
dee zahira
nangis baca di part ini
dee zahira
semangat
dee zahira
keren kak...
azura Shekarningrum
Luar biasa
azura Shekarningrum
Lumayan
ㅤㅤZ
Paporitin dulu besok lanjut lagi
ㅤㅤZ
Keren
Protocetus
min kunjungin ya novelku Bola Kok dalam Saku
🍾⃝ʙͩᴜᷞʟͧᴀᷠɴͣ sᴇᴘᴀʀᴜʜ
dah sampe sini dulu bacanya. besok lagi. mau tidur 🫶
🍾⃝ʙͩᴜᷞʟͧᴀᷠɴͣ sᴇᴘᴀʀᴜʜ
ini terlalu sweet 🥹
🍾⃝ʙͩᴜᷞʟͧᴀᷠɴͣ sᴇᴘᴀʀᴜʜ
hey kenapa favorit kita sama semua 😌🤌
🍾⃝ʙͩᴜᷞʟͧᴀᷠɴͣ sᴇᴘᴀʀᴜʜ
aaaaaa jd ikutan excited
🍾⃝ʙͩᴜᷞʟͧᴀᷠɴͣ sᴇᴘᴀʀᴜʜ
🥹 bertahan ya say
🍾⃝ʙͩᴜᷞʟͧᴀᷠɴͣ sᴇᴘᴀʀᴜʜ
milih latarnya Borobudur doang 😍
🍾⃝ʙͩᴜᷞʟͧᴀᷠɴͣ sᴇᴘᴀʀᴜʜ
aaaargggh gemas
🍾⃝ʙͩᴜᷞʟͧᴀᷠɴͣ sᴇᴘᴀʀᴜʜ
baca NT rasa WP 😆👍
Ms S.
Gak sabar nih nungguin kelanjutannya, update cepat ya thor!
Putu Diah Anggreni: Halo kak, sudah update lagi ya/Heart/
total 1 replies
Aerik_chan
wahhh untuk ada secercah harapan....
yuk kak saling dukung #crazy in love
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!