Safira di jebak oleh teman-teman yang merasa iri padanya, hingga ia hamil dan memiliki tiga anak sekaligus dari pria yang pernah menodainya.
Perjalanan sulit untuk membesarkan ke tiga anaknya seorang diri, membuatnya melupakan tentang rasa cinta. Sulit baginya untuk bisa mempercayai kaum lelaki, dan ia hanya menganggap laki-laki itu teman.
Sampai saat ayah dari ke tiga anaknya datang memohon ampun atas apa yang ia lakukan dulu, barulah Safira bisa menerima seseorang yang selalu mengatakan cinta untuknya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sun_flower95, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Eps 17
Sudah lewat beberapa hari sejak kedatangan Arselo ke desa itu. Pekerjaannya pun lancar, bahkan dia juga mempekerjakan para pemuda yang ada di desa itu untuk membantu menjalankan proyeknya. Tak terasa hari beranjak siang, sebentar lagi waktunya para pekerja istirahat dan Arselo pun mulai beranjak pergi menuju kantin dadakan yang ia bangun khusus untuk para pekerja selama proyek itu berlangsung. Saking asyiknya ia berjalan sambil mengabadikan suasana di sana lewat video, ia tak sengaja menyerempet anak kecil yang tengah membawa sebuah kantong plastik kecil, hingga kantong plastik itu jatuh ke pinggir area sawah yang tanahnya masih basah karena baru selesai di garap.
Bruk...
"Yah, nasi buat mama jatuh. Kotor lagi" ucap anak itu menunduk sambil berusaha menjangkau kantong itu dengan tangan kecilnya.
"Aduh, maaf De. Om gak sengaja" ucap Arselo membantu mengambilkan kantong plastik itu.
"Biar om ganti makanannya ya?" tanya Arselo sambil jongkok menyetarakan tinggi badannya dengan anak kecil itu, anak itu mengangkat wajahnya dan menatap wajah Arselo dengan tatapan yang hampir menangis.
Deg ...
"Mata itu, mata yang sama dengan milikku dan kakek" batin Arselo.
Anak itu masih diam menatap Arselo.
"Bagaimana? Apa kamu gak keberatan om gantiin makanan kamu?" tanya Arselo lagi.
"Iya, boleh om. Maaf sudah merepotkan" ucap anak kecil itu sambil mengangguk'an kepalanya pelan.
"Gak ngerepotin, om yang salah jalan gak hati-hati tadi, yu kita ke kantin yang ada di sebelah sana" ajak Arselo menunjukan sebuah bangunan kecil dengan tenda-tenda, dan banyak kursi juga meja panjang.
Anak kecil itu pun mengangguk lagi.
"Kalau om boleh tahu, nama kamu siapa?"
"Nama saya Raiyan om. Kalau nama om'nya siapa?"
"Nama yang bagus. Nama om Arselo, panggil aja om El"
"Oh, salam kenal om El".
"Salam kenal juga Raiyan" ucap Arselo sembari mengelus pucuk kepala Raiyan. Dan lagi-lagi perasaan damai itu ia dapatkan, perasaan hangat dengan sejuta kerinduan.
Saat mereka hendak melangkah menuju bangunan kantin tiba-tiba seorang anak kecil berlari ke arah mereka.
"Rai, tadi kenapa ninggalin Abang? Kenapa balik arah lagi, mamahkan lagi ada di sawah haji Udin, arahnya ke sana !!! Dan itu kenapa kantongnya kotor? Kamu lari-larian lagi ya? Apa kamu terluka?" tanya beruntun anak itu pada Raiyan.
Arselo sempat terbengong dengan banyak pertanyaan yang di lontarkan anak kecil itu pada Raiyan.
"Aih, Abang ini kalau bertanya itu satu-satu. Males jawab akh" ucap Raiyan ringan.
"Ikh, Rai kebiasaan orang nanya gak pernah di jawab, dosa loh" ucap anak itu lagi.
Arselo yang melihat itu tersenyum kecil, dalam hatinya bertanya "Mungkinkah mereka kembar?" matanya juga sama, yang membedakan hanya anak itu memiliki bekas luka di salah satu pelipisnya.
"Tadi kantong plastik yang aku bawa jatuh Abang, gak sengaja kesenggol om ini" jawab Raiyan menjelaskan "Kita sekarang mau ke kantin yang ada di sana, om ini mau gantiin makanan kita" sambungnya lagi.
Anak itu mendongkakkan kepalanya untuk menatap pria dewasa yang tengah bersama saudaranya. Arselo yang merasa di tatap pun berjongkok lagi di hadapan anak itu.
"Hay adik manis, maaf ya om gak sengaja menabrak adik kamu sehingga dia menjatuhkan makannya" ucap Arselo.
Arselo menatap anak yang berdiri di hadapannya, matanya sama, hanya saja anak itu mempunyai aura dingin yang ia pancarkan untuk orang asing seperti Arselo.
Anak itu diam, tak menanggapi ucapan Arselo sehingga membuatnya salah tingkah, Arselo hanya mampu tersenyum sambil menggaruk pelipisnya yang tidak gatal.
Raiyan yang melihat kakaknya hanya diam setelah mendengar penjelasan Arselo pun segera menarik tangan kakaknya untuk ikut bersama mereka.
"Ayo bang, ikut dulu ganti makanan mama. Nanti mama tungguin kita lama" ajak Raiyan pada anak itu.
Arselo pun mengikuti langkah anak kecil itu dari belakang. Saat ini ia berfikir "Mungkinkan ada turis asing yang tinggal di desa itu? Tapi dia jelas mengatakan mamanya sedang bekerja dan tengah menunggu makanan yang akan mereka antarkan. Lalu apakah ayah mereka bule? Karena anak-anak itu berbeda dengan anak-anak yang sempat ia temui selama di desa itu". Sekarang dia sedikit penasaran, dan akan bertanya pada Arsela nanti malam niatnya.
Mereka pun sampai di kantin itu, Arselo bergegas meminta bu Rumini untuk membungkus kan makanan baru untuk mengganti makanan anak-anak yang sudah rusak itu.
"Lho, Dayyan? Raiyan? Kenapa kalian disini?" tanya bu Rumini pada kedua anak-anak itu.
Raiyan pun menceritakan apa yang ia alami pada bu Rumini. Bu Rumini pun mengangguk dan memberikan kantong plastik yang berisikan makanan baru.
"Ini, cepatlah susul mama mu, kasian dia pasti udah nungguin dari tadi" ucap bu Rumini.
"Terimakasih bu Rum om El" ucap Raiyan "Kami pamit dulu" lanjutnya lagi sebelum berlalu keluar dari kantin itu.
Arselo pun mengangguk, kemudian dia meminta bu Rum membuatkannya kopi hitam tanpa gula dan mengantarkan ke mejanya.
"Apa ibu mengenal mereka?" tanya Arselo saat bu Rumini datang untuk memberikan pesanannya.
"Meraka Dayyan dan Raiyan kakaknya Qirani, anak kembarnya teh Fira, Cucu ni Eti" jawab bu Rumini.
"Mereka kembar triplet?" tanyanya lagi.
"Iya pak. Tapi saya gak tau suaminya teh Fira, soalnya teh Fira waktu ke desa ini udah lagi ngandung dan cuma bilang janda cerai, tapi suaminya gak tau kalau teh Fira lagi hamil" jelas bu Rumini.
Ada rasa sesak yang menelusup ke dalam relung hatinya, tapi coba ia tepis.
"Oh gitu, kasihan juga mereka ya, padahal mereka anak tampan dan lucu. Malah saya kira pertamanya mereka itu turis yang lagi berlibur, wajah mereka bule" ucap Arselo mengatakan pendapatnya sambil tersenyum.
"Kalau saya mah waktu pertama kali lihat bapak, saya kira bapak adalah ayahnya si kembar yang sedang mencari anak-anak dan istrinya karena bapak dan si kembar itu mirip, hanya saja warna rambut kalian berbeda" ucap bu Rumini nyeplos, ia segera menutup mulut dengan tangannya.
"Maaf pak, saya sudah berbicara kelewatan" ucap bu Rumini pelan.
Arselo yang mendengar itu lantas menyurutkan senyumnya "Apa mereka sangat terlihat mirip denganku?" tanya Arselo.
"Ya orang-orang juga berfikir seperti itu pak" cicit bu Rumini lagi "Maaf pak, saya pamit ke belakang dulu. Orang-orang sudah mulai berdatangan" sambung bu Rumini sebelum kembali ke tempatnya semula.
Arselo pun mengangguk, membiarkan bu Rumini melanjutkan pekerjaannya melayani para pekerja yang akan makan siang.
***
Siang itu Safira tengah bekerja di sawah milik Haji Udin, tadi pagi sebelum berangkat ia meminta di bawakan makan siang pada dua anak laki-lakinya. Sedangkan Qirani ia larang untuk ikut ke sawah dulu, khawatir panasnya akan kambuh.
Tapi hari ini mereka sepertinya datang terlambat, karena biasanya mereka akan datang saat adzan duhur, tapi sampai saat ini mereka belum sampai. Safira pun akhirnya shalat dulu di gardu yang berada dekat sawah itu sembari menunggu anak-anaknya datang, hingga saat Safira selesai shalat pun anak-anaknya belum terlihat.
"Apa mereka lupa untuk ke sawah ini ya?" tanya Safira pada dirinya sendiri "Lebih baik aku segera menyelesaikan pekerjaan ini dan segera pulang" sambung Safira lagi. Saat hendak mengganti bajunya lagi dengan baju kotor bekas tadi sebelum shalat Safira mendengar teriakan anak-anaknya.
"Mama" panggil Dayyan.
"Mama" panggil Raiyan.
"Kalian datang? Mama kira kalian lupa" tanya Safira.
"Ngga lupa ma, cuma tadi ada sedikit insiden" ucap Raiyan.
"Insiden? Ada apa?" tanya Safira lagi.
Raiyan pun membicarakan tentang pertemuannya dengan Arselo.
"Apa kau sudah berterima kasih pada om El itu?" tanya Safira setelah mendengarkan cerita Raiyan.
"Sudah ma" ucap Raiyan.
"Tapi ma, om El itu mirip Abang Day"