Giska adalah anak dari seorang sopir di sebuah perusahaan. Ia terkejut saat ayahnya mengatakan bahwa Giska akan menikah dengan anak dari bos tempat papanya bekerja. Giska kaget saat tahu kalau lelaki itu dingin, sombong, arogan. Ia berkata : "Kita menikah, kamu harus melahirkan anak laki-laki untukku lalu kita bercerai."
Mampukah gadis berusia 19 tahun itu menjalani pernikahan seperti ini?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Henny, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menjalankan Peran Sebagai Istri
Jantung Giska berdetak sangat cepat. Ia ingin melepaskan ciumannya namun takut jika papa mertuanya melihat dia bersikap kasar pada Alka.
Ciuman Alka begitu lembut. Sentuhan tangan Alka di tengkuknya membuat buku kuduk Giska berdiri. Tangan Alka yang satunya membelai pinggang Giska membuat perempuan itu tahu kalau Alka adalah lelaki yang berpengalaman. Sangat jauh berbeda dengan cara Deo yang menciumnya.
Akhirnya, Alka yang melepaskan ciumannya. "Maaf." itu yang ia bisikan.
"Alka...., Giska, ayo ke sini!" terdengar suara Geo Almando.
Alka menggenggam tangan Giska, menuju ke salah satu gazebo, tempat di mana papanya duduk.
Wajah Giska terasa panas. Ia tak bisa menjelaskan bagaimana ciuman itu membuat seluruh tubuhnya bergetar.
"Papa senang karena kamu pulang cepat. Sebaiknya memang begitu. Kalian baru beberapa hari menikah. Semakin banyak waktu bersama, akan semakin saling mengenal. Kalau weekend, ajak Giska ke puncak untuk semakin menumbuhkan rasa cinta diantara kalian." kata Geo saat Giska dan Alka sudah duduk bersama di dalam gazebo.
"Akan diusahakan, pa. Sekarang kan banyak proyek yang aku tangani." Alka beralasan saja.
"Pokoknya jangan dulu terlalu fokus di kerja. Kamu kan punya orang-orang kepercayaan. Oh, ya, Giska, mulai sekarang, harus kamu yang menyiapkan pakaian Alka kalau dia mau kerja. Kamu juga harus siapkan sarapan untuk Alka. Alka nggak suka sarapan yang terlalu berat jika masih pagi. Dia lebih suka minum air putih dan segelas kopi tanpa gula. Dia nanti akan sarapan jika sudah jam 9 atau jam 10 pagi. Makanya Alka lebih sering sarapan di kantor. Alangkah lebih baik, kalau kamu siapkan bekal untuknya."
Alka menatap papanya. "Pa, terkadang kang Giska ada kuliah pagi. Masa sih dia harus menyiapkan itu semua."
"Kan tidak setiap hari. Boleh kan Giska?" Geo menatap Giska.
"Boleh, pa." jawab Giska.
"Baguslah."
Rudi datang mendekati mereka di gazebo.
"Selamat sore....!" sapanya sambil membungkuk hormat.
"Selamat sore Rudi. Bagaimana? Sudah selesai?" hanya Geo.
"Sudah tuan." Geo membuka map.yang dibawahnya di atas meja. "Nyonya Giska, tolong tanda tangan di sini. Dan juga di buku tabungan ini."
"Ini apa paman?" tanya Giska.
"Ini adalah rekening milik nyonya Giska."
"Rekening. Untuk apa?" tanya Giska kembali. Ia sudah memegang pulpen namun belum menandatangani dokumen itu.
"Kamu kan istrinya Alka. Sudah sepantasnya kamu mendapatkan pembagian uang dari keuntungan perusahaan. Ini juga didapatkan oleh seluruh anggota keluarga Almando. Tentu saja Alka harus memberikan kepadamu dalam bentuk yang lain sebagai tanggungjawabnya sebagai suami mu." ujar Geo.
"Tapi aku rasa tidak perlu. Uang kuliahku kan dari beasiswa. Aku juga mendapat uang bulanan dari sponsor yang memberikan aku beasiswa. Di sini aku tak merasa kekurangan sedikitpun." Giska merasa tak enak. Ia tak mau mengambil keuntungan dari keluarga ini karena pernikahan mereka juga hanya sebuah sandiwara.
Geo tersenyum. "Tanda tangan saja dan ambil hak mu sebagai istri Alka." Geo menepuk pundak Giska lalu segera meninggalkan gazebo.
Giska menatap Alka. "Alka...." ia berharap dengan tatapan matanya Alka akan mengerti bahwa dirinya tak menginginkan semua ini.
"Satu hal yang harus kamu tahu, istriku. Geonardo Almando tidak suka dibantah." kata Alka sambil tersenyum. "Tanda tangan saja."
Giska pun menandatangani dokumen itu. Rudi mengatur aplikasi di handphone Giska untuk mobile banking. "Nyonya dapat memeriksa rekeningnya. Saya permisi dulu." Rudi pamit dan meninggalkan Alka dan Giska.
"Alka, aku merasa tak enak menerima semua ini. Pernikahan kita kan hanya sandiwara." kata Giska.
"Ambilah. Anggap saja itu sewa bayaran untukmu karena mau bersandiwara denganku. Karena aku sesekali harus menciummu untuk menunjukan kemesraan kita."
Giska jadi ingat ciuman itu. Tangannya langsung memukul pundak Alka. "Jangan mencium aku seperti tadi ya? Kamu sepertinya suka mengambil kesempatan ya?"
"Berciuman denganmu juga nggak ada enaknya. Memangnya pacarmu itu tak pernah menciummu?" Alka langsung berdiri dan meninggalkan Giska sendiri. Giska akan bicara namun ad notifikasi yang masuk ke ponselnya. Ternyata pemberitahuan bank. Ada transferan pertama yang masuk ke rekeningnya. Dari perusahaan. Mata Giska melotot. 100 juta?
**********
Alka keluar dari kamar mandi. Ia terkejut. melihat di atas tempat tidur sudah ada pakaiannya di sana. Jas, celana, kemeja, kaos dalam dan dasi.
"Kenapa dia tak menyiapkan boxerku?" tanya Alka sambil menahan tawanya. "Enak juga ya punya istri. Segalanya sudah disiapkan. Pilihan kemeja dan dasinya juga cocok." Alka pun segera berpakaian dan setelah itu menuju ke ruang makan.
Giska sudah ada di sana. Saat melihat Alka, ia segera menuangkan kopi ke atas cangkir dan disebelah gelas kopi sudah ada segelas air putih.
"Selamat pagi." sapa Alka lalu duduk di depan papanya.
"Selamat pagi, nak." ujar Geo dengan senyum kebahagiaan . Alka dapat melihat bahwa sejak ia menikah, papanya selalu terlihat gembira., tak ada lagi wajah pucat nya.
"Hari ini, Giska bangun subuh dan menyiapkan sarapan untuk kita. Sarapannya enak. Papa bahkan sampai tambah dua kali." kata Geo.
Giska hanya tersipu.
"Sayang, terima kasih ya sudah membuat papa bahagia." Alka memegang tangan Giska yang duduk di sampingnya. Giska pura-pura tersenyum lalu kemudian secara perlahan menarik tangannya dari genggaman Alka.
Alka berbincang sebentar dengan papanya untuk sekedar menghabiskan kopinya. Setelah itu ia pamit untuk pergi.
"Alka, ini sarapanmu" kata Giska sambil menyodorkan sebuah paper bag.
"Terima kasih sayang...." Arya mengecup dahi Giska sebelum mengambil paper bag itu dan pergi. Giska menarik napas panjang dan menghembuskannya secara perlahan. Ia lega karena Alka dan menciumnya di bibir.
*********
"Tuan, mau pesan sarapan apa?" tanya Rudi saat dia dan Alka sudah selesai memeriksa laporan proyek di pagi ini. Alka memang orang yang sangat disiplin waktu. Ia datang ke kantor pukul 8 pagi sementara jam operasional di perusahaan ini pukul 8.30.
Rudi pun selalu harus siap sebelum jam 8.
"Sarapan?"
"Ini sudah jam setengah sepuluh pagi." Rudi mengingatkan.
"Aku ingin......" Mata Alka menatap paper bag yang ada di meja depan sofa. "Istriku menyiapkan sarapan dari rumah. Tolong ambilkan paper bag itu."
Rudi tersenyum. Ia pun segera mengambil paper bag itu dan mengeluarkan isinya lalu meletakannya di depan Alka. Kemudian Rudi menyiapkan teh hijau hangat tanpa gula karena Alka suka meminumnya selesai makan.
"Selamat menikmati tuan." pamit Rudi sebelum keluar kamar.
Alka membuka penutup kotak makanan itu. Yang satu berisi nasi dan satunya lagi ada lauk. Sayur brokoli dan ikan ayam yang entah di masak apa. Alka ingin menutup kembali kotak makanan itu namun ia membukanya lagi. Setidaknya ia harus mencicipinya untuk tahu rasanya. Jangan-jangan ditanya oleh papanya.
Alka sebenarnya tak menyukai sayur brokoli. Namun saat ia memasukan sepotong ke dalam mulutnya, bumbu sayur itu rasanya enak. Begitu juga saat ayamnya di masukan ke dalam mulut. Rasanya juga enak, memang agak pedas, namun rempah-rempahnya terasa nikmat di mulut.
"Wah, apakah ini si bocil yang buat?" tanya Alka pada dirinya sendiri. Ia pun akhirnya menikmati sarapan itu dengan hati yang senang.
********
Alka tiba di rumah pukul setengah tujuh malam. Sewaktu ia akan membuka pintu, pintu sudah terbuka lebih dulu dari dalam.
"Hai....!" sapa Giska lalu mengambil tangan Alka dan menciumnya. Alka ingat kalau itu adalah kebiasaan almarhumah maminya yang selalu menyambut papanya saat pulang kerja. Dan mata Alka melihat di ujung tangga ada Geo Almando yang sedang menatap mereka.
"Sayang...., aku terkejut kau menyambut ku" Alka langsung memeluk Giska.
"Ini instruksi Geo Almando." bisik Giska membuat Alka tertawa.
Setelah melepaskan pelukannya, ia melingkarkan tangannya di pinggang Giska lalu melangkah bersama.
"Selamat malam, pa." sapa Alka.
Geo mengangguk senang. "Selamat malam, nak. Kenapa pulang sudah malam?"
"Macet, pa. Ada kecelakaan tadi yang membuat antrian panjang. Mau putar balik nggak bisa." jawab Alka.
"Mandilah dan kita akan makan malam bersama."
Giska dan Alka menuju ke lift untuk naik ke lantai 3. Giska juga baru tahu kalau di sini ada lift.
"Kamu sudah menyiapkan pakaian ku? Kemana boxer ku?" tanya Alka.
"Kalau yang itu ambil sendiri." kata Giska sambil berkacak pinggang.
Alka tertawa. Entah kenapa ia suka sekali melihat Giska cemberut.
**********
Awal yang indah....
Akankah mereka bisa menyatu ?
walopun di awal2 bab sedikit gemes dg karakter Alka yg super duper cuek, tapi pada akhirnya berubah jadi super bucin ke Giska..
finally happy ending.. saya suka.. saya suka..
Akhirnya mereka bisa mewujudkan impian kedua ortu masing2, walopun pada akhirnya hanya papa Geo yg bisa melihat langsung anak Alka-Giska dan itupun hanya sebentar..
benar2 perjuangan yg luar biasa ya papa Geo..
tetep berbau "bule" ya mak, walopun cuma blasteran..
secara visual benernya lebih suka sama Rudi, hehe.. tapi itu kan preferensi masing2..
seneng banget deh bisa reunian sama Juragan Wisnu-Naura..
kangennya lumayan terobati..
jujur, karya2 awal (alias para sesepuh) menurutku yg paling ngena di hati..
mulai dari empat sekawan Faith-Ezekiel, Ben-Maura, Edward Kim-Lerina, Arnold Manola-Fairy, trus jgn lupakan Giani-Geronimo dan yg khas nusantara tentunya juragan Wisnu-Naura..
semuanya karyamu aku suka mak, tapi kisah mereka yg paling tak terlupakan..
anyway, semoga sehat selalu ya mak..
tetap semangat berkarya apapun yg terjadi dan semoga sukses selalu baik di dunia halu dan nyata.. 💪🏻😘😍🥰🤩
alur cerita menarik dengan alur yg lambat dan terkadang juga cepat dengan mengalir dan tidak muter2.
terimakasih atas bacaannya yang menarik thor.
terus semangat berkarya...❤️❤️