NovelToon NovelToon
Cinta Habis Di Orang Lama

Cinta Habis Di Orang Lama

Status: tamat
Genre:Tamat / Cintapertama / Cinta Murni / Teman lama bertemu kembali
Popularitas:1.5k
Nilai: 5
Nama Author: mom fien

Cinta yang habis di orang lama itu, nyatanya bukan karna belum move on, tapi karna dia punya ruang tersendiri.
-anonim-

Kisah cinta pertama yang harus berakhir bukan karena tidak lagi saling mencintai.

"Aku terdiam menutup mataku, berpikir apa yang akan kukatakan. Akhhh Malika... kenapa ini begitu sulit? Tuhan tau betapa keras usahaku untuk melupakanmu, tapi sepertinya kini hanya dinding yang ada di hadapanku. Dulu ada satu titik, kita yakin pada kata selamanya, saat kamu meninggalkanku, rasanya aku menjadi seperti zombie. Aku yakin aku telah melewatinya tapi melihatmu kembali dihadapanku, kenapa aku jadi menggila seperti ini?."

Full of love,
From author 🤎

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mom fien, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 1

"Aku pulang ma", teriakku begitu kubuka pintu rumah.

"Mandi Ka, udah gitu nanti kita makan bareng", mama menjawabku dari arah dapur.

Namaku Malika, aku adalah anak tunggal dan seorang pelajar SMU. Ekonomi keluargaku bisa dikatakan cukup baik, kami bukan orang kaya namun kami suka berlibur meski hanya dalam negri. Papa seorang polisi dan mama bekerja sebagai staff administrasi perusahaan kecil.

"Ayo kita doa dulu sebelum makan Ka".

Aku menganggukkan kepalaku dan mama memimpin doa makan kami.

"Papa pulang malam lagi ma?".

"Iya", jawab mamaku singkat.

Aku menceritakan kejadian kejadian lucu di sekolah dan mama hanya tersenyum mendengarkanku, dan sesekali menanggapiku.

Setelah makan malam aku pamit mengerjakan tugasku dikamar, mama memelukku dan mencium keningku sambil mengucapkan selamat malam, sebelum ia masuk kamarnya.

"Plak...! plak...!".

Aku terbangun dari tidurku karena suara itu. Pelan pelan aku membuka kamarku dan mengintip mencari keberadaan mamaku.

Samar kudengar perkelahian orangtuaku, papa pasti tadi memukul mama lagi. Papaku suka memukul mama, namun setelah itu ia akan meminta maaf lalu menjadi sangat baik dan suka memberi mama hadiah atau mengajak kami liburan. Dulu waktu aku kecil aku suka keluar kamar dan memohon pada papa untuk berhenti memukul mama, tapi mama memintaku untuk tidak ikut campur. Kini aku terbiasa hanya mendengarkan dari kejauhan dan berdoa mama baik-baik saja.

Keesokan paginya begitu bangun aku langsung mencari mamaku. Kulihat pipi mama merah dan beberapa biru lebam di pundaknya

"Mama...", kataku pelan.

"Mama ga apa-apa Ka, ayo siap-siap ke sekolah", kata mama sambil memelukku.

Aku meneteskan airmataku, mama menghapus airmataku dan mengangguk tersenyum. Dengan langkah lemah aku menuju kamar mandi bersiap ke sekolah.

"Ka ... kamu ga apa apa?", tanya Carlo, tetanggaku sekaligus sahabatku dari kecil.

Kami seumuran, aku dan Carlo hanya berbeda beberapa bulan saja.

"Eh Lo, bikin kaget aja".

"Dari tadi aku udah manggil kamu tapi kamu ga dengar. Apa kamu baik-baik aja?".

"Ya begitulah", jawabku singkat.

Carlo mengetahui rahasia keluargaku, tidak hanya Carlo, tetanggaku yang lain juga mengetahui kalau papa suka memukul mama, cuma karena papa polisi, mereka tidak bisa banyak membantu, hanya bisa melihat dan kadang memberi bantuan kecil kepada mama secara diam-diam.

Carlo merangkulku kemudian berkata, "Mau mampir rumahku nanti? Aku punya game baru".

"Terima kasih Lo, aku hanya mau cepat pulang hari ini".

"Baiklah Ka", ucap Carlo sambil melepas rangkulannya.

Di sekolah aku membatasi pergaulanku, karena aku tidak ingin rahasia keluargaku terbongkar, cukup lingkungan rumahku saja yang tau. Jadi Carlo adalah satu satunya sahabatku.

Seperti dugaanku, papa sangat baik setelah kejadian kemarin malam. Kami makan malam bersama, papa menanyakan hariku disekolah, lalu mengobrol ringan bersama, seakan akan kejadian kemarin malam tidak pernah terjadi, hanya lebam biru di badan mama mungkin yang menjadi bukti bahwa kejadian kemarin bukanlah mimpi.

Pagi ini aku bangun lebih baik daripada kemarin. Kulihat papa sudah duduk di meja makan dengan seragamnya, sambil minum kopi.

"Ka, pagi ini papa antar ke sekolah, sekalian papa juga harus dinas pagi".

"Baik pa".

Baru saja mobil papa melaju beberapa rumah kulihat Carlo sedang berjalan menuju halte bis dekat perumahan kami.

"Pa itu Carlo", tunjukku.

"Carlo ayo bareng, om antar ke sekolah".

"Pagi om, terima kasih banyak ya om", jawab Carlo.

Sesampainya di sekolah aku pamit kepada papaku. Carlo tetap diam di sampingku sambil mengucapkan terima kasih lagi kepada papaku. Sebelum kami menuju ke kelas masing-masing, Carlo menepuk bahuku pelan dan tersenyum padaku, seakan mengatakan bahwa ia tau semuanya akan berjalan kembali normal.

Seminggu kemudian kejadian yang sama terulang lagi. Kali ini berlangsung lebih lama daripada biasanya.

"Ampun mas, aku mengaku salah... aku ga akan buka hp mas lagi", perkataan mama begitu lirih menyayat hatiku.

Tapi kudengar papa terus memukul mama. Aku mencoba menutup kuping, tapi aku akhirnya tidak tahan juga dan berlari menuju kamar orangtuaku.

Kulihat papa sedang memukul mama menggunakan ikat pinggang. Kuberlari memeluk mama dengan membuat tubuhku sebagai tameng agar ikat pinggang itu tidak mengenai mama.

"Plak....!!!"

Kurasakan sakit dan perih saat ikat pinggang itu mengenai kulitku.

Papa memisahkanku dengan mama, dan melemparkanku ke sudut ruangan.

Aku berlari lagi menuju mamaku, kali ini badanku menghadap ke arah papa, aku membentangkan kedua tanganku seakan memberi perlindungan pada mama.

"Aku mohon pa, berhenti pa", ucapku sambil berlutut memohon pada papa. Air mata entah sejak kapan sudah membanjiri pipiku.

Mata kami saling bertatapan, kemudian papa dengan marah melempar ikat pinggang itu lalu pergi keluar.

"Brakkk!!!"

Kudengar pintu depan rumah dibanting oleh papa, dan tidak lama ada suara mesin mobil yang bergerak menjauh.

Setelah yakin kalau papa sudah pergi, aku segera mengecek keadaan mama. Kulihat kali ini luka lebam mama lebih banyak dari kemarin, bahkan wajahnya juga terluka dipelipis dan pipi. Sambil sama sama menangis aku membantu mengobati luka mama.

"Ma, malam ini tidur di kamarku aja yuk ma".

"Mama ga apa apa, kamu juga harus tidur Ka", mama mendorong tanganku memintaku untuk meninggalkannya di kamar.

Aku mengangguk. Sebelum aku kembali ke kamarku, aku mengunci pintu rumah, setidaknya malam ini aku berharap papa tidak kembali ke rumah dulu.

Keesokan paginya, aku memperhatikan mama menjalani rutinitasnya seperti biasa. Dan aku berusaha tidak mengungkit kejadian kemarin malam.

"Ka...", panggil Carlo sambil menepuk lenganku.

Aku meringis merasakan sakit pada lenganku.

"Apa kali ini, dia memukulmu juga? Coba aku cek lukamu Ka", Carlo memegang cardiganku, memintaku membuka cardigan yang menutupi lenganku.

"Yang kamu sebut dia itu papaku Lo. Aku ga apa apa kok", jawabku sambil menarik cardiganku dari tangan Carlo.

"Dia tidak pantas dipanggil papa. Biarkan aku mengeceknya Ka, aku harus memastikan sendiri luka itu".

"Aku sungguh tidak apa-apa Lo, ayo nanti telat", ucapku sambil memindahkan tangannya dari cardiganku lalu kepegang tangannya berjalan cepat ke arah halte bis.

Carlo mengubah pegangan tanganku, kali ini ia menautkan jari-jari kami, lalu berkata,

"Suatu saat aku akan membawamu keluar dari rumah itu Ka".

Aku hanya tersenyum menanggapinya.

1
Mustika Wati
suka cerpen ini, singkat, padat, alurnya jelas, dan relate dengan realita
fien: makasih kak 🥰
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!