NovelToon NovelToon
KEISHAKA : You'Re My Melody

KEISHAKA : You'Re My Melody

Status: tamat
Genre:Tamat / Cintapertama / Anak Kembar / Murid Genius / Teen School/College / Cinta Seiring Waktu / Enemy to Lovers
Popularitas:4.9k
Nilai: 5
Nama Author: Ziadaffi Ulhaq

Dia, lelaki dengan prestasi gemilang itu tidak sesempurna kelihatannya. Sayang sekali kenapa harus Nara yang menyaksikan rumitnya. Namanya Yesha, menyebalkan tapi tampan. Eh? Bukan begitu maksud Nara.

Dia, gadis ceroboh yang sulit diajak bicara itu sebenarnya agak lain. Tapi Yesha tidak tahu bahwa dia punya sisi kosong yang justru membuat Yesha penasaran tentang sosoknya. Namanya Nara, tapi menurut Yesha dia lebih cocok dipanggil Kei. Tidak, itu bukan panggilan sayang.

Jatuh cinta itu bukan salah siapa. Pada akhirnya semesta berkata bahwa rumitnya bisa dipeluk dengan hangat. Dan kosongnya bisa dipenuhi dengan rasa.

Oh, tenang saja. Ini hanya masalah waktu untuk kembali bersama.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ziadaffi Ulhaq, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

TUAN REPOT

YESHA itu merepotkan. Bahkan saat dia tidak ada disekitar Nara, semua yang berkaitan dengan lelaki itu benar benar merepotkan hidupnya.

Saat pengabsenan dikelas misalnya.

“Bramasta Yeshaka.” Seorang guru matematika menyebut namanya.

Nara mendongak dari buku tulis, “Sakit, Pak.”

Semua mata kompak menatap Nara. Tanpa terkecuali. Membuat Nara jadi kikuk. Apa yang salah? Ia hanya menjalankan amanat Yesha.

“Sakit apa?”

“Eh, itu…ada luka diperutnya, jadi belum boleh banyak gerak.” Nara menjawab dibawah tatapan semua orang.

“Luka tusuk?”

“Bukan,” Nara menggeleng cepat. “Luka gores tapi agak dalem gitu, Pak. Tapi bukan luka serius kok.”

“Kok kamu tahu sampai sedetail itu? Kamu ceweknya?”

Nara melotot, semua orang juga melotot—pada Nara yang segera menggeleng, membantah keras ucapan Pak Guru. “Bukan! Tahu aja, kemarin Yesha titip pesan ke saya.”

Tatapan semua orang menyelidik Nara, termasuk Rania yang duduk dibangku sebelahnya.

Aduh, ini tidak seperti yang mereka pikirkan. Nara menepuk dahi, Yesha merepotkan saja. “Beneran guys! Kemarin gue lagi ngerjain tugas bareng Yesha, dia bilang gitu, bener bener pas lagi ngerjain tugas Seni Rupa yang lukisan itu. Inget, kan? Dia bilang ada luka yang belum sembuh, jadi belum bisa sekolah.” Nara menjelaskan ke seisi kelas.

“Ngerjain dimana emang?” Celetuk salah satu murid.

Nara melotot. Heh, memangnya itu urusan mereka? Tidak mungkin Nara harus menjelaskan detail bahwa kemarin ia tahu Yesha terluka gara gara tidak sengaja Nara cubit lukanya.

“Sudah, sudah, anggap saja Nara jujur. Nanti kalian saja yang jenguk ke rumah Yesha untuk memastikan ucapan Nara itu benar atau tidak ya.” Pak Guru menghentikan tatapan yang menuntut penjelasan pada Nara—walaupun setengah bilang bahwa Nara bohong.

“Tapi kita nggak tahu rumah Yesha, Pak.” Ucap salah satu murid.

“Ra, lo tahu rumah Yesha?” Tanya Rania, berbisik.

“Hah? Nggak.” Nara menggeleng cepat.

Pelajaran matematika berlangsung setelahnya.

Atau saat istirahat misalnya.

Kelas Nara penuh sesak oleh murid murid perempuan yang mengerumuni meja Nara bahkan dari kelas kelas lain. Mereka dengan tidak sabaran menuntut penjelasan tentang ada apa dengan Yesha. Dia sakit apa. Terluka parah atau tidak. Kenapa bisa begitu. Dan pertanyaan semacamnya yang membuat Nara benar benar pusing.

“Yesha sakit apa, Ra?”

“Ada luka diperutnya.” Jelas Nara nyaris ke seribu kalinya.

“Aduh, siapa yang tega ngelukain Yesha sih? Jahat banget.”

Nara menggeleng, “Orang dia luka sendiri, nggak sengaja ke gores kaca.”

“Hah? Ke gores kaca? Aduh itu pasti sakit banget. Kasian banget Yesha…”

“Iya pasti sakit banget.”

“Terus, terus, Ra, sekarang dia gimana? Dirumah sakit atau dimana? Udah membaik belum lukanya?”

Nara mengacak rambutnya frustasi, “Yesha baik baik aja! Dia dirumah, tiga hari lagi juga sembuh. Jadi kalian gak usah khawatir.”

“Eh ada yang tahu rumah Yesha nggak sih? Gue kayaknya mau jengukin kesana deh.”

“Iya bener, gue ikut kalau gitu.”

“Gue juga!”

“Gue juga ikut dong!”

“JANGAN!” Nara berseru. Aduh, bisa repot kalau mereka semua betulan datang kerumah Yesha. Bisa bisa ramai seperti hendak demo. Bahkan artis atau selebritis yang sakit saja rasanya tidak seheboh ini. Tolonglah, ini hanya Yesha. Pun dengan luka biasa. Bukan pemain drama atau anggota grup musik Korea yang biasa mereka tonton.

“Kenapa, Ra?”

Nara bergumam panjang, mencari alasan. “Eh, Yesha bilang dia lagi nggak mau diganggu. Butuh istirahat total.”

“Kalau gitu kita titip salam ke Yesha lewat lo aja ya.”

“Gue?” Nara menunjuk dirinya sendiri.

“Iya bener. Lo pasti bisa sekali dua kali ke rumah Yesha, kan? Nanti kita titip makanan buat Yesha ya, Ra. Biar dia cepet sembuh.”

Hah? Nara melongo.

“Ya, Ra, please.” Wajah mereka melas.

“Iya pasti boleh kan, Ra? Yaudah kita beli dulu yuk, habis itu titip ke Nara aja.”

Eh?

Semua gadis gadis itu setuju. Dan kompak mengosongkan kelas Nara dalam lima menit. Padahal Nara belum mengiyakan, tapi mereka sudah mengambil kesimpulan sesuka hati.

Nara berdiri. Hendak protes, tapi mana mau mereka mendengarkan Nara.

“Gue gak tahu Yesha seterkenal itu disini.”

Rania, Laudy, dan Tasya yang sejak tadi menonton dari bangku belakang kompak menertawakan ucapan Nara. Wajah gadis itu terlihat ruwet, sulit menangani fans fans Yesha ini.

“Semangat, Ra!” Laudy mengacungkan kepalan tangan.

“Pantes Nara dari awal nggak mau disuruh ngerjain tugas bareng Yesha.” Rania geleng geleng kepala.

“Gue juga bakal diposisi itu nggak sih kalau dapet tugas bareng Yesha?” Tasya membayangkannya, lalu menutup mulut dengan tangan. Halunya sepertinya sudah mencapai puncaknya, “Tapi ngebayangin bakal deket deket Yesha tiap hari udah lebih dari cukup. Aduh, Ra, kalau gue jadi lo nggak apa apa banget deh di kerubutin gitu. Soalnya mereka pasti iri karena gue lebih tahu soal Yesha. Auto salting tiap ngerjain tugas gak sih?” Tasya heboh sendiri.

“Kan, beda. Lo nya suka setengah mampus sama Yesha. Tapi Nara? Liat, dia doang yang nggak normal. Dia bahkan keliatannya benci sama Yesha.” Kata Laudy sok tahu.

Nggak normal? Nara mendengus, menatap tiga temannya malas. “Cowok kayak Yesha banyak disekolah gue dulu, tapi fans nya gak senorak ini. Dan iya, gue agak benci sih sama Yesha.”

Tasya melotot, protes keras. “KOK GITU?”

“Dia nyebelin mampus! Lebih nyebelin dari yang lo bayangin.”

“Ih, Yesha lucu gitu. Gemes.”

Nara ternganga, merinding mendengarnya. “EWH! GELI BANGET.”

Tasya tertawa. “Gue mau titip makanan buat Yesha juga ya, Ra.”

Nara menepuk dahi.

...***...

Juga saat pulang sekolah.

Nara hampir menangis melihat puluhan kantong makanan disekitar mejanya. Benar benar sebanyak itu. Mereka ini merampok supermarket atau apa? Dan bagaimana Nara akan membawa semua ini kerumah Yesha? Tangan Nara hanya dua. Bagaimana ia akan mengangkut puluhan kantong berisi makanan di kedua tangannya?

“Sepertinya Nona Muda ini butuh bantuan.”

Nara menoleh, dibelakangnya berdiri tiga orang lelaki yang Nara tahu merupakan teman teman dekat Yesha.

“Lo tahu kita siapa?”

“Tahu.” Nara mengangguk. “Jean, Ryan, dan lo Hananta.” Tunjuknya.

“Oke, karena lo udah tahu langsung aja kita angkutin semua makanannya. Asik nih party dirumah Yesha.” Jean sudah maju lebih dulu, bermaksud mengambil kantong kantong makanan.

“Emang lo bawa mobil?”

“Nggak. Ryan bawa.” Jean menunjuk Ryan yang berdiri ditengah.

Nara ber-oh pendek. “Yaudah bawain buruan.”

“Nona Muda, atas perintah resmi Tuan Muda Yesha, Nona tidak usah membawa satu pun kantong makanan ini. Biar kami yang menjadi ajudan pribadi Nona Muda Nara untuk hari ini.” Kata Hananta dramatis.

Nara berdecih, “Alay lo.” Nara mengambil dua kantong, lalu berjalan melewati mereka bertiga.

Ryan memutar menatap Nara dari belakang. “Mobilnya yang Porsche putih deket pohon, Ra. Simpen disekitar sana aja!” Serunya memberitahu.

Nara menoleh sesaat, menghentikan langkah. Heh, Ryan ini sekaya Yesha apa sampai berani membawa mobil semahal itu ke sekolah?

“Lo seriusan bawa mobil kayak gitu buat sekolah?”

Ryan menggeleng, “Bukan mobil gue.”

Nara menggernyit, “Lah terus? Tadi kata Jean mobil lo.”

“Emang bohong!” Jean ikut keluar dari kelas, membawa empat kantong sekaligus, menyusul Nara. Lelaki itu nyengir lebar.

Nara menatap Jean yang berjalan melewatinya, “Terus mobil siapa? Lo semua gak ngebegal, kan?” Ia suudzon, segera menyusul melangkah.

“Yesha!”

“Hah?”

“Mobil Yesha! Udah fitnah, budek lagi lo!”

Nara hampir saja menendang Jean dari arah belakang.

...***...

1
NurAzizah504
Hai, ceritanya keren
Beatrix
Serius thor, kamu mesti lebih cepat update. Agar aku nggak kehabisan tisu ☹️
Ludmila Zonis
Mengharukan
Devan Wijaya
Hahahaha aku baca dari tadi sampe malam, mana next chapter nya thor?!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!