NovelToon NovelToon
Di Nafkahi Istri Karena Suamiku Pemalas

Di Nafkahi Istri Karena Suamiku Pemalas

Status: sedang berlangsung
Genre:Lari dari Pernikahan / Konflik etika / Cerai / Penyesalan Suami / istri ideal / bapak rumah tangga
Popularitas:4.1k
Nilai: 5
Nama Author: HRN_18

Kisah ini mengisahkan kehidupan rumah tangga yang tidak lazim, di mana sang istri yang bernama Rani justru menjadi tulang punggung keluarga. Suaminya, Budi, adalah seorang pria pemalas yang enggan bekerja dan mencari nafkah.

Rani bekerja keras setiap hari sebagai pegawai kantoran untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka. Sementara itu, Budi hanya berdiam diri di rumah, menghabiskan waktu dengan aktivitas yang tidak produktif seperti menonton TV atau bergaul dengan teman-teman yang kurang baik pengaruhnya.

Keadaan ini sering memicu pertengkaran hebat antara Rani dan Budi. Rani merasa lelah harus menanggung beban ganda sebagai pencari nafkah sekaligus mengurus rumah tangga seorang diri. Namun, Budi sepertinya tidak pernah peduli dan tetap bermalas-malasan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon HRN_18, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

eps 10 Televisi, Musuh Produktivitas

Suara dentuman keras terdengar dari ruang keluarga rumah Rani dan Budi. Rupanya Budi baru saja menghempaskan remote TV ke atas meja dengan kasar setelah mendapat omelan dari Rani. Wajahnya menampakkan raut kesal yang kentara.

"Apa sih masalahmu, Ran? Aku kan cuma nonton TV, kamu cerewet banget!" bentaknya emosi sambil menghempaskan diri ke sofa.

Rani balas memelototinya dengan tatapan menusuk. "Masalahku? Seharian kamu cuma duduk diam nonton TV seperti tak punya kehidupan, Bud! Kapan kamu akan punya niat untuk mencari pekerjaan, hah?"

Budi mendengus meremehkan. "Kenapa sih ribut sendiri? Nonton TV kan wajar, semua orang juga pasti pada nonton!"

"Tapi tidak sepertimu yang menonton seharian tanpa melakukan hal produktif sedikit pun!" tandas Rani dengan nada tinggi. "Pagi, siang, sore, malam - selalu saja begitu! Kapan kamu akan punya tanggung jawab untuk bekerja Bud?"

Perdebatan sengit pun kembali memanas di antara keduanya. Ini sudah menjadi hal yang biasa terjadi setiap hari dalam rumah tangga mereka. Rani selalu menegur kebiasaan Budi yang menghabiskan berjam-jam waktunya untuk menonton televisi, seolah tak ada aktivitas penting lain yang harus dilakukan.

Sementara Budi, dia merasa aktivitas itu sama sekali tak masalah asalkan tak mengganggu siapa pun. Pandangannya begitu sempit sehingga tidak bisa melihat betapa Rani merasa terbebani dengan sikap penganggurannya.

"Ayolah, Ran... Aku cuma nonton TV sedikit kok! Kamu saja yang terlalu bawel seperti ibu-ibu lainnya!" Budi mencoba membela diri dengan nada memelas.

Rani mendecakkan lidahnya jengkel. "Sedikit katamu? Yang benar saja Bud! Hampir setiap hari kamu habiskan buat begitu! Kapan kamu akan punya waktu untuk produktivitas lain, hah?"

"Sudahlah Ran, nanti kalau aku dapat pekerjaan, aku janji tidak akan nonton TV lagi!" Budi berkilah dengan janji palsunya.

Tentu saja Rani tidak segampang itu percaya. Ia sudah terlalu sering mendengar janji manis dari Budi yang nyatanya hanya angin lalu tak berarti apa-apa. Kemarahannya sudah berada di ubun-ubun.

"Jangan berjanji lagi, Bud! Buktikan saja dengan tindakan, bukan cuma janji kosong!" bentak Rani sambil berlalu meninggalkan ruang keluarga dengan langkah menghentak-hentak.

Budi hanya terdiam tercengang di tempatnya duduk. Tak ada sedikit pun penyesalan terhadap kebiasaannya yang jelas sangat mengganggu produktivitas itu. Bahkan Budi sama sekali tidak menyadari betapa televisi dan sikap penganggurannya merupakan musuh besar yang menghalangi kemajuan dalam rumah tangganya.

Dengan kepala batu, Budi pun kembali menyalakan televisi yang sempat dimatikan oleh Rani tadi. Membiarkan dirinya tenggelam dalam dunia tontonan itu sementara masalah-masalah di dunia nyata semakin menumpuk dan menggunung tak terurus. Beginilah kebiasaan buruk pria pemalas itu yang tak kunjung usai.

Kebiasaan buruk Budi untuk menghabiskan waktu berjam-jam di depan televisi terus berlanjut. Tak ada niat sedikitpun untuk memperbaiki diri meski telah berkali-kali ditegur oleh Rani. Pria itu seolah terlena dalam dunia hiburan semata tanpa peduli realita kehidupan yang sesungguhnya.

Rani kembali menemukan Budi tengah termangu di depan kotak ajaib itu seperti biasa. Wajah sang istri langsung muram menyaksikan pemandangan yang sudah terlalu sering dilihatnya.

"Bud, apa kau tidak merasa bosan terus-terusan begini?" tanya Rani dengan nada mencoba bersabar.

Budi menoleh sekilas. "Ngapain bosan? Aku kan cuma nonton TV santai, Ran."

Rani menggelengkan kepalanya prihatin. "Sampai kapan kau akan seperti ini terus? Tidak melakukan aktivitas produktif yang berguna selain duduk nonton TV?"

"Memangnya apa salahnya sih nonton TV? Itu kan hiburan yang wajar buat mengisi waktu luang," Budi membela diri dengan nada tak acuh.

Mendengar itu, kesabaran Rani langsung menipis. "Kau bodoh atau bagaimana, Bud? Waktu luang yang kau tunggu itu tidak akan pernah datang kalau kau terus bermalas-malasan seperti ini!"

Emosi Rani kembali tersulut menyaksikan sikap menyebalkan Budi yang seolah kebal terhadap semua nasihatnya. Amarah kembali memuncak dan membakar ubun-ubunnya.

"Dengar ya, Bud! Kau itu harusnya mencari pekerjaan agar punya penghasilan sendiri. Bukannya duduk berpangku tangan seharian di depan televisi sialan itu!" Rani menunjuk ke arah TV dengan sorot mata berapi-api.

Budi balas menatap Rani dengan sorot terganggu. "Jangan marah-marah terus, Ran! Memangnya salah kalau aku nonton TV sebentar?"

"Sebentar katamu? Kau bahkan menghabiskan seluruh harimu hanya untuk itu, Bud! Masih berani bilang sebentar?" Rani semakin berteriak histeris melemparkan segala unek-uneknya.

Perdebatan panas pun kembali terjadi di antara keduanya. Sama seperti hari-hari sebelumnya, masalah klasik ini seolah tak akan pernah menemui ujung penyelesaian. Rani tentu tak akan pernah berhenti menegur sampai Budi benar-benar sadar dan mengubah sikapnya. Sementara Budi, seperti biasa hanya akan memberi janji semu tanpa ada niat benar-benar bertindak.

Di lubuk hatinya yang terdalam, Rani menjerit dalam kepedihan. Mengapa begitu sulitnya membuat Budi mengerti bahwa televisi adalah musuh terbesar produktivitas mereka? Kebiasaan buruk yang merenggut seluruh waktu dan tenaga yang seharusnya dimanfaatkan untuk hal lebih berguna. Namun sekeras apa pun Rani menyuarakan keluhannya, sepertinya Budi tetap bersikukuh dalam keterlenaan.

Keadaan rumah tangga Rani dan Budi yang tak kunjung membaik. Budi masih saja menghabiskan waktu dengan kebiasaan menonton televisinya, sementara Rani terus menerus mengerahkan tenaga untuk bekerja dan mengurus rumah tangga seorang diri.

Suatu siang yang terik, Rani pulang dari kantor dengan wajah kuyu dan lesu seperti biasa. Kepalanya terasa sedikit pening karena kelelahan yang menumpuk. Namun seperti biasa pula, apa yang menyambutnya di rumah hanyalah pemandangan Budi yang duduk termangu di depan televisi.

"Kamu lagi, Bud? Dari pagi sampai sekarang masih juga nonton TV terus?" tegur Rani dengan nada geram meski terdengar sedikit parau.

Budi menoleh sekilas ke arah istrinya. "Habis apa lagi yang mau ku kerjakan, Ran? Kerjaan di rumah kan sudah beres, jadi aku nonton TV aja."

Rani menghela napas panjang. Kesabarannya sudah benar-benar diuji hingga ke ambang batas menghadapi sikap Budi yang sarat kemalasan akut itu.

"Tidak bisakah kau lakukan hal lain yang lebih produktif, Bud? Misalnya cari pekerjaan atau kursus agar punya keterampilan?" usul Rani dengan nada lelah.

"Nanti sajalah, Ran. Aku lagi capek hari ini, jadi istirahatlah dulu dengan nonton TV," tolak Budi sembari kembali menyantap tontonan di depannya.

Mendengar jawaban itu, Rani hanya bisa menggigit bibir menahan luapan emosinya. Percuma saja selalu menasihati Budi yang kepalanya terasa sekeras batu itu. Ia benar-benar merasa seperti berbicara pada tembok bisu yang tak mengerti apa pun.

"Kau itu benar-benar keras kepala dan kelewat bodoh, Bud! Mau sampai kapan sih hidupmu dihabiskan untuk memelototi kotak ajaib tak berguna itu, hah?" bentak Rani sambil menghempas tasnya ke atas meja.

Budi tersentak kaget mendengar bentakan Rani yang tiba-tiba memuncak itu. "Lho, kamu kenapa sih jadi marah-marah begitu, Ran?"

"Tentu saja aku marah! Aku sudah muak dengan semua ini, Bud! Muak dengan kemalasanmu yang kelewat batas! Muak dengan wajah yang selalu menempel di depan televisi sial itu!" Rani meraung-raung histeris hingga wajahnya tampak semakin pucat pasi.

Budi sampai ternganga melihat amukan Rani yang sangat eksplosif itu. Ini bukan kali pertamanya menyaksikan kemarahan sang istri, tetapi entah mengapa kali ini emosinya benar-benar terlihat meluap-luap seperti tak terbendung.

Rani terisak-isak di sela teriakannya, meluapkan segala kekecewaan dan kepedihannya selama ini. Tubuhnya sampai terhuyung dan hampir terjatuh kalau saja Budi tidak sigap menopangnya.

"Ran, k-kamu tidak apa-apa?" Budi bertanya cemas melihat kondisi istrinya yang tiba-tiba seperti akan ambruk itu.

Namun Rani tak lagi dapat menjawab apa-apa. Ia benar-benar kehabisan tenaga. Yang tersisa hanya isak tangis dan bulir-bulir keringat yang membasahi wajahnya yang pucat pasi. Menyaksikan itu semua, entah mengapa tiba-tiba ada sesuatu yang menohok relung hati terdalam Budi. Membuatnya merasa sangat bersalah dan menyesal atas sikapnya selama ini...

Akankah mereka akan terus terjebak dalam lingkaran setan pertengkaran tak berkesudahan? Ataukah momen kebangkitan Budi akan segera tiba, menggantikan kebiasaan lama dengan produktivitas baru yang jauh lebih bermakna?

1
HRN_18
🔥🔥🔥🔥
Diamond
Jalan ceritanya keren abis.
Oralie
Author, kapan mau update lagi nih?
HRN_18: sabar ,😩
total 1 replies
SugaredLamp 007
Menghanyutkan banget.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!