Berawal dari Elena yang menolong seorang pria asing saat sedang mendaki gunung, membuat Elena harus kehilangan seluruh tabungan yang dia simpan untuk masa depannya. Sementara pria itu kabur melarikan diri dari rumah sakit keesokan harinya dengan meninggalkan sepucuk surat.
Kesal karena merasa tertipu, Elena bertekad membuat Liam untuk membayar hutangnya beserta bunganya.
Tapi dirinya malah terjebak dalam situasi romantis dan berbahaya.
Kelanjutannya bisa dibaca sendiri ya, masih on going...
Dukung terus Author, bisa like, vote, komen atau follow.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Seraphine E, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 34
Nova pulang dengan membawa beban pikiran di kepalanya atas kematian Grace, pasien yang semalam dia rawat karena serangan jantung. Berbagai kemungkinan dia pikirkan, dan sulit untuk mempercayai hal tersebut.
Meskipun dia tahu jika maut tidak ada yang dapat menebak kapan akan datang, tapi Nova cukup yakin jika pasien yang semalam dia tangani dalam kondisi yang jauh lebih baik, bahkan seharusnya dalam dua hari kedepan dia sudah bisa keluar dari rumah sakit.
"Kau memikirkan apa serius begitu?" tanya Elena.
"Bukan hal yang penting, hanya ada sedikit masalah di pekerjaanku" kata Nova.
"Masalah? Kau dimarahi atasanmu?" tanya Elena.
"Bukan itu, tapi.... Ah sudahlah kau juga tidak akan mengerti. Hari ini kau akan pergi bekerja setelah pulang kuliah nanti?" tanya Nova balik.
Elena mengangguk, dia juga berkata jika Nova tidak perlu menjemputnya di tempat dia bekerja nanti. Untuk sementara Elena masih merahasiakan soal Liam yang membantunya mencari pekerjaan, karena tidak ingin jika Nova langsung menyuruhnya berhenti saat itu juga karena ketidaksukaannya pada Liam.
"Kalau begitu berhati - hatilah dan segera pulang, kau tahu betapa mengerikannya jalanan di malam hari" pesan Nova.
Elena melirik lagi ke arah Nova, wajahnya terlihat sendu, dahinya berkerut seperti memikirkan sesuatu yang gawat.
"Ada apa dengan kakak? Kelihatannya masalahnya berat sekali" batin Elena.
***
Sore hari, saat Nova baru saja melakukan pergantian shift, Felix bersama Holden pergi ke rumah sakit karena merasa keluhan di perut dan demam di sekujur badannya.
Felix bersimpangan dengan Nova yang saat itu berjalan melewati dirinya segera memanggil, "Nova... Nova Thompson?" tanya Felix.
Nova mengerutkan dahinya mencoba mengingat laki-laki berwajah asia dengan kacamata bulat tebal di wajahnya itu, "Felix Park?" ucap Nova berusaha menebak nama pria dihadapannya itu.
"Benar, aghh. Sudah lama kita tidak bertemu, maafkan aku, aku ingin mengobrol denganmu tapi saat ini aku membutuhkan bantuan karena aku terus menerus merasa sakit di perut dan juga demam di tubuhku" kata Felix yang memang cukup pucat.
"Kalau begitu, kau tidur dulu disini. Aku akan segera memanggil dokter untuk memeriksamu" sahut Nova yang segera menuntun mereka ke arah bed kosong di unit gawat darurat itu.
"Kau mengenalnya?" tanya Holden.
"Iya, aku mengenalnya beberapa tahun lalu. Kami pernah bersekolah di sekolah medis yang sama, dia mengambil jurusan sebagai perawat sementara aku menjadi dokter. Sudah lama aku tidak mengenalnya, sejak 10 tahun yang lalu" kata Felix menatap Nova penuh arti.
Holden melirik ke arah Felix dan memukul kepalanya, "Dia cinta pertamamu ya? Yang selalu kau tunggu-tunggu itu" ledek Holden lagi.
"Pelankan suaramu bang*sat, apa kau mau semua orang mendengar ucapanmu" maki Felix.
Tak berapa lama Nova kembali bersama dengan salah seorang dokter untuk memeriksa Felix, dan hasilnya Felix harus dirawat di rumah sakit selama beberapa hari karena dehidrasi dan demam yang dia rasakan ditubuhnya.
"Kalian bisa segera mengurus administrasi di loket yang ada di ujung lorong ini, aku akan membantu menyiapkan kamar rawat untukmu" kata Nova.
"Terima kasih" balas Felix seraya tersipu malu.
"Cih, wajahmu itu benar - benar memalukan, apa kau sangat menyukainya?" cemooh Holden. "Kalau kau menyukainya, katakan saja padanya" lanjutnya.
Felix menatap sebal kearah rekannya itu, sementara dari kejauhan Nova memperhatikan Felix dan juga Holden sebelum dia menghilang di sudut lorong.
***
Liam dan Sophia segera tiba begitu mendengar soal Felix yang sedang dirawat dirumah sakit, "Jadi kau tidak bisa bekerja selama beberapa hari karena dirawat disini? Apa kau tidak bisa hanya meminta obat dan dirawat dirumah?" tanya Sophia.
"Kau tidak bisa memaksanya, aku yakin dia bahkan rela berada di rumah sakit ini selama beberapa bulan demi seseorang" canda Holden.
"Apa ada yang terjadi?" tanya Sophia penasaran.
"Kalian akan tahu sebentar lagi" cibir Holden disambut tatapan galak dari Felix.
"Pucuk dicinta, dia pun tiba" kekeh Holden menunjuk ke arah Nova yang datang mendorong brankar bersama dengan rekan sesama perawatnya, kedua pasang mata Liam dan Nova saling beradu. Terlihat keduanya sama - sama terkejut melihat keberadaan masing - masing.
Liam dan Nova saling diam beberapa saat sampai salah satu dari mereka mulai menyapa, "Aku baru ingat kau bekerja disini" kata Liam.
"Kalian berdua saling mengenal?" tanya Felix.
"Dia kakak Elena" jawab Liam.
"Yang benar??" seru Felix. "Anak itu adikmu?" tanya Felix.
"Kau mengenal adikku?"
Liam lalu menjelaskan jika Felix adalah anak buahnya dan bagaimana dia mengenal Elena yang sempat bekerja di tempat mereka. "Mungkin kalian bisa membantuku" kata Nova akhirnya.
"Bantuan apa yang kau butuhkan?" tanya Felix tiba-tiba.
Sejenak Nova merasa bimbang apakah akan mengatakan hal ini pada Liam dan Felix, berbagai pertanyaan muncul di benaknya. Bagaimana jika ini hanya asumsinya saja? Bagaimana jika tebakannya salah? Apakah ini hal benar dengan melibatkan orang-orang luar seperti mereka?. Tapi rasa penasaran yang membuncah, mengenyahkan perasaan ragu itu.
Nova lalu mulai menceritakan pelan-pelan atas apa yang dia curigai. Dimulai dari kematian beberapa pasiennya secara mendadak di pagi hari setelah semalam kondisi mereka sudah membaik, ditambah seluruh pasien merupakan orang-orang yang hidup sebatang kara dan tidak memiliki sanak saudara sama sekali.
"Aku tahu, tidak ada yang bisa menebak kapan maut akan datang, hanya saja aku merasa hal ini cukup janggal" kata Nova.
"Apa ada yang kau curigai?" tanya Liam.
Nova menggeleng lemah, dia memang curiga terhadap salah seorang dokter yang baru bekerja di tempatnya beberapa bulan sebelum dirinya, tapi kecurigaannya tidak memiliki bukti sama sekali.
"Captain, kurasa kita bisa menyelidiki kasus ini" kata Felix.
"Jangan bicara sembarangan, kau tahu kan kalau kita memiliki kasus lain yang harus kita kerjakan" tandas Sophia.
Liam menoleh kearah Nova, "Aku akan membantumu. Aku juga merasa ada yang aneh dengan kematian para pasien-pasien itu" jawab Liam.
Sophia menepuk kepalanya tanda dia tidak setuju dengan keputusan Liam, "Tenang, aku akan bertanggung jawab jika Henry memarahimu" sahut Liam lagi.
Nova tak percaya dengan pendengarannya sendiri, dia sempat putus harapan saat ingin menyelidikinya sendiri pasalnya dia juga merupakan perawat yang baru di pindahkan di rumah sakit tersebut, jadi cukup sulit baginya untuk bergerak terlalu jauh.
Reputasi Bruno sebagai seorang dokter pun juga cukup baik di mata para kolega dan perawat yang lain, sehingga untuk menuduhnya sebagai seorang pelaku tentu saja akan membuat Nova berada dalam posisi yang sulit.
"Tenang saja, aku akan membantumu juga" kata Felix.
"Kau ini pasien, jadi kau harus banyak istirahat" sahut Nova.
"Nanti malam saat shift-mu berakhir, aku akan datang kembali kesini. Kita akan melihat mayat Grace bersama-sama. Aku akan membawa ahli forensik yang kukenal baik" kata Liam lagi.
"Baik, aku akan menunggu nanti malam" bals Nova.
...****************...